Anggota DPRD Sumbar, Sri Kumala Dewi: Siswi yang Melahirkan di Kelas Harus Tetap Bisa Sekolah
D'On, Pesisir Selatan – Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat, Sri Kumala Dewi (SKD), angkat bicara soal nasib seorang siswi di Kabupaten Pesisir Selatan yang melahirkan di dalam ruang kelas beberapa waktu lalu. Ia menegaskan, siswi tersebut harus tetap mendapat haknya untuk melanjutkan pendidikan tanpa diskriminasi apa pun.
Pernyataan itu disampaikan Sri Kumala Dewi setelah menanggapi kabar bahwa pihak sekolah sempat menolak kehadiran kembali siswi tersebut untuk bersekolah di tempat yang sama. Ia menilai, keputusan seperti itu tidak hanya bertentangan dengan semangat pendidikan inklusif, tetapi juga melanggar hak dasar anak untuk memperoleh pendidikan yang layak.
“Tidak ada aturan yang melarang seorang siswi korban tindakan asusila untuk melanjutkan sekolahnya, apalagi di sekolah yang sama. Anak ini adalah korban, bukan pelaku,” tegas SKD, Selasa (4/11/2025).
Menurutnya, setiap anak, termasuk mereka yang menjadi korban kekerasan atau tindakan asusila, berhak mendapatkan dukungan agar bisa bangkit dan menatap masa depan dengan lebih baik. Pendidikan, kata dia, adalah kunci utama untuk memulihkan masa depan korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
Koordinasi dengan Dinas Sosial dan Kepala Sekolah
Sebelum menyampaikan pernyataannya, SKD telah melakukan koordinasi langsung dengan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Sosial Pesisir Selatan, Riri Lovita. Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas langkah-langkah pendampingan dan pemulihan psikologis terhadap siswi yang kini menjadi sorotan publik tersebut.
Selain berkoordinasi di tingkat instansi, SKD juga turun langsung ke lapangan bersama Riri Lovita dan Kepala Sekolah yang bersangkutan. Mereka bertiga mengunjungi rumah orang tua siswi untuk melihat langsung kondisi korban pasca peristiwa memilukan itu.
Kondisi Psikologis Korban Masih Labil
Dari hasil kunjungan itu, SKD mengaku menemukan kondisi psikologis korban yang belum stabil. Ia terlihat sering melamun, bengong, dan kurang fokus saat diajak berbicara.
“Anaknya masih terlihat linglung dan sering bengong. Kami belum tahu apakah kondisi ini akibat trauma setelah melahirkan di sekolah atau sudah terjadi sebelumnya,” ungkap SKD dengan nada prihatin.
Menurut SKD, situasi seperti ini memerlukan perhatian serius dari banyak pihak — tidak hanya dari pihak sekolah, tetapi juga dari pemerintah daerah, tenaga kesehatan, hingga lembaga perlindungan anak. Ia mendorong agar korban segera mendapatkan pendampingan psikologis dan konseling secara intensif agar bisa pulih secara mental dan emosional.
Menolak Stigma, Menegakkan Hak Anak
Lebih jauh, SKD menyoroti pentingnya menghapus stigma terhadap korban. Ia menilai, masyarakat dan lingkungan sekolah sering kali tidak sadar bahwa sikap penolakan terhadap anak korban kekerasan justru memperparah trauma yang mereka alami.
“Yang harus kita lakukan bukan mengucilkan, tetapi memeluk dan menguatkan. Sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi semua anak, termasuk mereka yang sedang terluka,” katanya.
Ia juga meminta Dinas Pendidikan Sumatera Barat untuk mengeluarkan surat edaran resmi agar tidak ada lagi sekolah yang menolak siswi dalam kasus serupa. Negara, kata dia, tidak boleh membiarkan satu pun anak kehilangan haknya atas pendidikan hanya karena menjadi korban.
Seruan untuk Pemulihan dan Perlindungan
SKD menegaskan, kasus ini harus menjadi momentum bagi seluruh lembaga pendidikan di Sumatera Barat untuk memperkuat sistem perlindungan anak di sekolah. Ia juga meminta agar setiap sekolah memiliki mekanisme penanganan darurat jika menghadapi kasus serupa, termasuk koordinasi cepat dengan dinas sosial dan tenaga medis.
“Anak ini butuh pemulihan, bukan penghakiman. Mari kita bantu agar dia bisa kembali bersekolah, belajar, dan menata hidupnya lagi. Karena pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk menyembuhkan dan mengubah masa depan,” pungkasnya.
Kasus siswi yang melahirkan di dalam kelas ini sebelumnya mengguncang publik Pesisir Selatan. Peristiwa tersebut membuka kembali perbincangan tentang pentingnya pendidikan seksualitas, perlindungan anak, dan sistem pendampingan psikologis di sekolah. Banyak pihak berharap, tragedi ini menjadi pelajaran berharga agar tidak ada lagi anak yang menanggung penderitaan serupa di masa mendatang.
(KP)
#PesisirSelatan #SiswaMelahirkanDikelas #DPRDProvinsiSumateraBarat
