9 Komjen Disebut dalam Putusan MK: Pintu Jabatan Sipil bagi Polisi Aktif Ditutup Rapat

Majelis hakim konstitusi saat sidang lanjutan perkara uji materi Pasal 8 UU Pers yang diajukan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Ruang Sidang Pleno, MK, Jakarta, Senin (6/10/2025).
D'On, Jakarta - Langkah Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (13/11/2025) mengguncang lanskap hubungan sipil–polisi di Indonesia. Dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, MK bukan hanya membatalkan satu frasa kecil dalam penjelasan undang-undang, tetapi sekaligus memutus tradisi panjang penempatan perwira aktif Polri di berbagai jabatan strategis lembaga sipil.
Yang membuat publik terperangah, putusan itu ikut menyinggung sembilan nama besar perwira polisi aktif berpangkat Komisaris Jenderal posisi puncak di jajaran kepolisian yang saat ini menduduki jabatan sipil penting.
Deretan Komjen yang Terkena Imbas Putusan
Kesembilan perwira aktif tersebut bukan nama sembarangan. Mereka memimpin atau mengendalikan institusi strategis negara, menunjukkan betapa luasnya penetrasi anggota Polri di berbagai lembaga non-kepolisian.
Berikut daftar lengkap yang disebut dalam putusan MK:
- Komjen Pol Rudy Heriyanto – Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Komjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak – Lemhannas
- Komjen Pol Nico Afinta – Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM
- Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo – Wakil Kepala BSSN
- Komjen Pol I Ketut Suardana – Inspektur Jenderal BP2MI
- Komjen Pol Putu Jaya Danu Putra – Inspektur Jenderal Kemendag
- Komjen Pol Eddy Hartono – Kepala BNPT
- Komjen Pol Muhammad Iqbal – Sekretaris Jenderal DPD RI
- Komjen Pol Setyo Budiyanto – Ketua KPK
Mereka adalah wajah-wajah penting yang mencerminkan pola lama di mana polisi aktif dapat menduduki jabatan sipil dengan payung “penugasan kapolri”.
Namun MK menegaskan: pola itu kini resmi berakhir.
MK: Penjelasan Undang-Undang Tidak Boleh Menambah Norma Baru
Perdebatan hukum bermula dari satu frasa yang selama ini menjadi celah:
“…atau tidak berdasarkan penugasan dari kapolri…”
yang muncul dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Frasa ini seolah memberikan pintu belakang bagi anggota Polri aktif untuk menempati posisi di luar institusi kepolisian tanpa harus mundur atau pensiun.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan, saat frasa tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan putusan, bahwa penjelasan undang-undang tidak boleh menciptakan norma baru yang bertentangan dengan pasal utamanya.
“Rumusan pasal sudah jelas: anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Penjelasan undang-undang tidak boleh menambah norma baru,”
Suhartoyo, Ketua MK
Dengan demikian, seluruh jabatan sipil yang saat ini ditempati polisi aktif berada dalam posisi rawan dan berpotensi harus ditinjau ulang.
Gugatan: Ketidakpastian Hukum dan Ancaman Netralitas Negara
Permohonan uji materi ini diajukan oleh advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite. Mereka menilai penjelasan tersebut menciptakan ketidakpastian hukum, sekaligus membuka ruang luas bagi personel kepolisian aktif menguasai jabatan strategis yang seharusnya diperebutkan melalui skema Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menguatkan pandangan tersebut.
“Penjelasan tersebut tidak memperjelas pasal, tetapi menimbulkan tafsir baru yang menyimpang. Hal ini bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara,”
— Ridwan Mansyur, Hakim Konstitusi
MK menilai keberadaan polisi aktif dalam jabatan sipil dapat mengaburkan batas profesionalitas dan mengganggu kompetisi jabatan publik yang seharusnya berjalan berdasarkan meritokrasi.
4.351 Polisi Aktif di Jabatan Sipil: Angka yang Menampar Publik
Dalam persidangan, ahli yang dihadirkan, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis Soleman Ponto, mengungkap fakta mengejutkan:
Saat ini ada sekitar 4.351 anggota Polri aktif yang bertugas di luar institusi kepolisian.
Angka ini bukan hanya besar tetapi menunjukkan skala sistemik penempatan polisi aktif dalam jabatan sipil selama bertahun-tahun.
Ponto menilai kondisi ini jelas merugikan warga sipil, karena posisi-posisi strategis yang seharusnya dibuka untuk ASN justru ditempati aparat Polri aktif.
“Ribuan personel yang ditempatkan pada jabatan sipil ini secara langsung mengurangi kesempatan warga sipil untuk mengisi posisi yang sama,” pungkasnya.
Era Baru: Polisi Aktif Harus Memilih Tetap di Polri atau Menjadi Pejabat Sipil
Putusan MK yang bersifat final dan mengikat ini berpotensi memicu perubahan besar. Seluruh anggota Polri yang kini menduduki jabatan sipil harus memilih:
- Tetap dalam karier kepolisian, atau
- Melepaskan status kedinasan untuk melanjutkan karier sebagai pejabat sipil.
Dengan demikian, MK menegaskan kembali batas tegas antara institusi bersenjata dan birokrasi sipil sebuah prinsip yang menjadi fondasi negara demokratis.
Putusan yang Mengubah Peta Kekuasaan
Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 bukan sekadar koreksi atas frasa dalam undang-undang, tetapi juga penataan ulang hubungan antara kepolisian dan institusi negara lainnya. Dengan disebutnya sembilan komjen aktif dalam putusan, publik kini menunggu bagaimana pemerintah dan Polri merespons.
Satu hal jelas: era penugasan polisi aktif di jabatan sipil kini memasuki babak akhir, membuka kembali ruang kompetisi yang lebih adil bagi ASN dan warga negara sipil.
(K)
#MahkamahKonstitusi #Polri #Nasional #PutusanMK