Breaking News

Waspada Heatstroke di Tengah Cuaca Panas Tak Biasa: Tubuh Bisa Gagal Kendali Saat Langit Terlalu Terik

Warga menggunakan payung saat cuaca terik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Dirgantaraonline
- Indonesia tengah diguyur panas yang terasa lebih menyengat dari biasanya. Termometer di banyak daerah mencatat suhu yang mencapai 36 hingga 37 derajat Celsius, membuat banyak orang terengah meski hanya berjalan di luar rumah sebentar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahwa kondisi panas ekstrem ini berpotensi berlangsung hingga November 2025  dan masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya heatstroke.

Apa Itu Heatstroke?

Menurut Ardhi Adhary Arbain, Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), heatstroke bukan sekadar rasa kepanasan biasa. Ia menggambarkannya sebagai kondisi di mana tubuh manusia kehilangan kemampuan untuk mendinginkan diri, akibat paparan panas berlebihan dan dehidrasi ekstrem.

“Heatstroke itu gangguan akibat temperatur udara yang berlebihan. Saat tubuh terus-menerus kehilangan cairan karena keringat, tetapi tidak mendapat penggantinya, maka sistem pendingin alami tubuh berhenti bekerja. Itulah yang memicu heatstroke,” jelas Ardhi pada Selasa (21/10).

Kondisi ini menjadi lebih berbahaya ketika kelembapan udara tinggi, seperti yang kerap terjadi di wilayah tropis Indonesia. Udara lembap membuat keringat sulit menguap, sehingga panas tubuh tidak bisa keluar secara efisien. Akibatnya, panas terperangkap di dalam tubuh seperti tertutup selimut uap air.

“Ketika udara makin lembap, keringat kita tidak bisa menguap dan malah menempel di kulit. Padahal, proses penguapan itu yang seharusnya mendinginkan tubuh. Akhirnya, tubuh semakin panas,” tambahnya.

Tubuh Manusia Punya Batas

Manusia, kata Ardhi, memiliki ambang toleransi terhadap panas. Ketika suhu udara di sekitar mencapai 36–39 derajat Celsius dan tubuh tak mampu lagi menurunkan suhunya sendiri, risiko kerusakan organ vital meningkat drastis.

“Kalau tubuh tidak bisa menurunkan suhu internalnya, organ seperti ginjal, hati, bahkan jantung bisa gagal berfungsi. Dalam kasus ekstrem, kondisi ini bisa berujung fatal,” tegas Ardhi.

Fenomena panas yang kini melanda sebagian besar wilayah Indonesia terjadi karena posisi semu matahari yang sedang berada tepat di atas wilayah selatan ekuator termasuk Pulau Jawa. Kondisi ini memicu lonjakan suhu selama beberapa minggu terakhir dan bisa terus berlanjut.

Tanda-Tanda Heatstroke yang Harus Dikenali

Ardhi mengingatkan, gejala heatstroke sering kali diawali dengan tanda-tanda ringan yang sering diabaikan karena mirip seperti kelelahan biasa. Padahal, mengenali gejalanya sejak dini bisa menyelamatkan nyawa.

Beberapa tanda yang perlu diwaspadai antara lain:

  • Badan terasa sangat panas, namun kulit justru kering karena cairan tubuh sudah menipis.
  • Dehidrasi berat, ditandai dengan urin yang berwarna pekat dan jumlahnya sedikit.
  • Pusing, mual, bahkan bisa pingsan.
  • Detak jantung cepat dan napas terasa berat.

“Kalau sudah mulai pusing, mual, dan tubuh panas seperti demam, itu sudah tanda bahaya. Apalagi kalau buang air kecil warnanya pekat. Segera cari tempat sejuk dan minum air,” ujar Ardhi.

Cara Mencegah Heatstroke di Tengah Panas Ekstrem

Untuk mencegah kondisi ini, Ardhi memberikan beberapa langkah sederhana namun penting:

  1. Perbanyak minum air putih, bahkan sebelum merasa haus.
  2. Hindari aktivitas di luar ruangan pada siang hari, terutama pukul 11.00–15.00.
  3. Gunakan pakaian longgar dan berwarna terang agar panas lebih mudah dipantulkan.
  4. Cari ruangan ber-AC atau sejuk, jika tubuh mulai terasa panas.
  5. Jangan memaksakan diri berolahraga berat saat cuaca sedang ekstrem.

“Sekarang sedang panas-panasnya, jadi usahakan kurangi aktivitas di luar ruangan. Tubuh perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan,” tutup Ardhi.

Mengapa Cuaca Terasa Begitu Panas?

Penjelasan ilmiah datang dari Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, yang menyebut bahwa suhu tinggi ini merupakan hasil dari kombinasi gerak semu matahari dan pengaruh Monsun Australia.

“Pada Oktober, posisi matahari berada di selatan ekuator. Akibatnya, wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk Jawa dan Nusa Tenggara, menerima radiasi matahari paling kuat. Suhu maksimumnya bisa mencapai 36,7 derajat Celsius,” terang Guswanto dalam keterangannya, Rabu (15/10).

Selain itu, angin timuran dari Australia (Monsun Australia) juga membawa massa udara kering dan hangat. Kondisi ini menyebabkan pembentukan awan berkurang drastis, sehingga radiasi matahari langsung menghantam permukaan bumi tanpa penghalang.

“Kombinasi antara radiasi tinggi, kelembapan tinggi, dan langit cerah inilah yang membuat cuaca terasa jauh lebih panas dari biasanya,” imbuhnya.

Tetap Tenang, Tapi Jangan Abaikan Tanda Bahaya

Fenomena panas ekstrem seperti ini adalah bagian dari siklus tahunan, namun intensitasnya bisa meningkat akibat perubahan iklim global. Karenanya, penting bagi masyarakat untuk menyesuaikan gaya hidup dan aktivitas harian, serta lebih peka terhadap sinyal tubuh.

Ketika udara terasa menekan dan keringat tak lagi menetes, itu bisa jadi bukan sekadar “gerah biasa”  melainkan tanda tubuh sedang berjuang melawan panas yang bisa mematikan.

Jangan tunggu sampai tubuh memberi peringatan keras.
Tetap hidrasi, kurangi paparan panas langsung, dan kenali gejala heatstroke.
Karena dalam cuaca seperti sekarang, sedikit kelalaian bisa berakibat fatal.

(***)

#Heatstroke #Kesehatan