Breaking News

Tiga Jenazah Pekerja Tambang Freeport Ditemukan di Perut Bumi Grasberg: Operasi Penyelamatan Masih Berlanjut

Tim penyelamat tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia menggunakan berbagai peralatan berupaya menyelamatkan tujuh pekerja yang masih terjebak di area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) Tembagapura. (Antara/Antara)

D'On, Mimika, Papua Tengah
— Setelah hampir sebulan bekerja tanpa lelah di tengah risiko besar dan medan yang ekstrem, Tim Tanggap Darurat PT Freeport Indonesia (PTFI) akhirnya berhasil menemukan tiga jenazah pekerja tambang yang sebelumnya dinyatakan hilang di area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC), Tembagapura, Kabupaten Mimika.

Penemuan itu terjadi pada Minggu (5/10/2025), menandai langkah penting dalam operasi penyelamatan yang hingga kini masih terus berlangsung demi menemukan seluruh korban yang terjebak sejak insiden tragis pada awal September lalu.

Perjuangan di Bawah Ribuan Ton Batu dan Lumpur

Evakuasi tiga jenazah ini bukan pekerjaan mudah. Tim penyelamat harus berjibaku di kedalaman ratusan meter di bawah permukaan tanah, di lorong-lorong sempit tambang GBC yang sebagian besar masih dipenuhi lumpur bijih basah dan sisa longsoran material berat.
Satu per satu, tim gabungan dari PTFI, kontraktor Redpath Indonesia, serta aparat kepolisian dan medis, berupaya menembus area berbahaya yang setiap saat bisa kembali runtuh.

Upaya itu akhirnya berbuah hasil. Sekitar pukul 12.00 WIT, satu jasad berhasil ditemukan. Disusul dua jenazah lainnya pada pukul 16.53 WIT di lokasi yang berdekatan. Ketiga korban segera dievakuasi ke fasilitas medis di Tembagapura untuk proses identifikasi dan penanganan lebih lanjut.

Salah Satu Korban Teridentifikasi: Warga Negara Chile

Dari hasil identifikasi awal yang dilakukan tim medis dan pihak kepolisian, salah satu jenazah diketahui bernama Victor Bastida Ballesteros, warga negara Chile yang bekerja di PT Redpath Indonesia, salah satu kontraktor yang beroperasi di bawah PT Freeport Indonesia.
Dua korban lainnya masih dalam proses identifikasi melalui pencocokan data medis dan DNA.

Bagi kami, mereka bukan sekadar rekan kerja. Mereka adalah bagian dari keluarga besar Freeport. Kepergian mereka adalah kehilangan yang sangat mendalam bagi seluruh insan perusahaan,” ujar Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, dalam pernyataannya yang dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu malam.

Duka di Tengah Harapan yang Belum Padam

Sejak tragedi longsoran lumpur bijih basah terjadi pada Senin (8/9/2025) sekitar pukul 22.00 WIT, suasana duka menyelimuti kawasan tambang bawah tanah Freeport di Mimika. Insiden itu terjadi di sektor Extraction 28-30 Panel, salah satu area paling vital dalam operasi tambang bawah tanah Grasberg Block Cave.

Longsoran besar tersebut tiba-tiba menutup akses lorong dan menjebak beberapa pekerja yang saat itu sedang beraktivitas di dalam.
Sebagian besar berhasil diselamatkan, namun tujuh orang dilaporkan masih terjebak. Setelah upaya pencarian tanpa henti selama lebih dari dua minggu, dua korban pertama berhasil ditemukan pada Sabtu (20/9/2025).

Kini, dengan tambahan tiga korban yang ditemukan pada Minggu (5/10/2025), total sudah lima pekerja berhasil dievakuasi, baik dalam kondisi hidup maupun meninggal dunia.
Masih ada dua korban lainnya yang hingga kini belum ditemukan.

“Penemuan ini menjadi kemajuan besar, tetapi kami tidak akan berhenti sampai seluruh rekan kami ditemukan,” tegas Tony Wenas. “Tim kami terus beroperasi dengan penuh kehati-hatian karena kondisi di dalam masih sangat tidak stabil.”

Dukungan Penuh bagi Keluarga Korban

Sejak insiden ini terjadi, pihak Freeport Indonesia telah mendatangkan seluruh keluarga korban ke Tembagapura. Mereka mendapat pendampingan psikologis, fasilitas akomodasi, serta dukungan penuh selama proses pencarian dan identifikasi berlangsung.

“Atas nama pribadi dan perusahaan, saya menyampaikan dukacita yang mendalam kepada keluarga para korban yang telah setia menunggu dan berdoa sejak 14 September lalu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan ketabahan bagi kita semua,” ujar Tony dengan suara bergetar.

Operasi yang Menguji Nyali dan Keteguhan

Menurut laporan internal Freeport, operasi penyelamatan di GBC ini termasuk yang paling sulit dalam sejarah tambang bawah tanah di kawasan Asia Pasifik. Selain faktor kedalaman, kondisi lorong yang tidak stabil dan kadar gas tinggi menjadi ancaman serius bagi keselamatan tim penyelamat.

Setiap langkah mereka diukur dengan perhitungan presisi tinggi — satu kesalahan kecil dapat mengakibatkan longsor susulan yang fatal. Namun, semangat kebersamaan dan tekad untuk membawa pulang semua rekan mereka, hidup atau mati, terus menyala di hati setiap anggota tim.

Tragedi yang Menyisakan Pelajaran Pahit

Peristiwa ini menjadi pengingat keras akan risiko besar di balik industri pertambangan modern, terutama tambang bawah tanah yang sangat bergantung pada kondisi geoteknik dan keamanan operasional.
Freeport Indonesia memastikan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan, pelatihan darurat, serta prosedur mitigasi risiko akan segera dilakukan begitu operasi penyelamatan tuntas.

“Keselamatan adalah prioritas utama kami. Kami berkomitmen memastikan tragedi seperti ini tidak terulang lagi,” tutup Tony Wenas.

Tragedi di tambang bawah tanah GBC bukan hanya kisah tentang kehilangan, tetapi juga tentang keberanian, dedikasi, dan rasa kemanusiaan yang tumbuh di antara batu-batu keras pegunungan Papua. Di bawah gelapnya perut bumi, para penyelamat bekerja dengan satu tekad: tak satu pun rekan mereka akan dibiarkan tertinggal.

(B1)

#Peristiwa #Freeport #TambangFreeportLongsor