Satgas PKH Sita Kayu Meranti, 730 Hektare Hutan Mentawai Hancur
Satgas PKH amankan 4.610 meter kubik kayu bulat ilegal asal Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur, Selasa (14/10/2025). Foto: Kejagung
D'On, Jakarta — Sebuah operasi besar yang melibatkan lima institusi negara berhasil membongkar salah satu kasus pembalakan liar terbesar yang pernah terjadi di Kepulauan Mentawai. Tim Operasi Gabungan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) terdiri dari Satgas Garuda, Kementerian Kehutanan, Kejaksaan Agung, BPKP, dan Kementerian Perhubungan menyita 4.610 meter kubik kayu meranti bulat ilegal yang diduga berasal dari Hutan Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Kayu-kayu raksasa itu diangkut secara diam-diam menggunakan tongkang Kencana Sanjaya & B yang ditarik oleh tagboat Jenebora I, sebelum akhirnya ditangkap dan diamankan di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur.
“Tim Satgas PKH sudah melakukan penyitaan terhadap kegiatan illegal logging kayu meranti dengan total sekitar 4.600 meter kubik. Ini kayu bulat ilegal yang tertangkap basah di Gresik, Jawa Timur,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (14/10).
Dari 140 Hektare Menjadi 730 Hektare: Trik Licik Pemalsuan Dokumen
Dari hasil penyelidikan, praktik kejahatan ini tidak dilakukan secara sembarangan. Operasi di Hutan Sipora mengungkap adanya jaringan pembalakan liar yang diduga terorganisir rapi dan sistematis, melibatkan korporasi bernama PT Berkah Rimba Nusantara (BRN) dan seorang individu berinisial IM.
PT BRN sejatinya hanya memiliki izin Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) seluas 140 hektare. Namun melalui pemalsuan dokumen legalitas kayu, wilayah tebangan mereka seolah-olah sah dan berizin. Kenyataannya, kayu-kayu itu berasal dari kawasan hutan negara seluas 730 hektare yang sama sekali tidak memiliki izin pemanfaatan.
“Modusnya sederhana tapi jahat: mereka menggunakan dokumen yang seolah-olah asli, padahal hanya berlaku untuk 140 hektare. Dari hasil penyelidikan, sekitar 730 hektare hutan ditebang tanpa izin,” jelas Anang.
Dengan modus seperti itu, PT BRN dan jaringannya berhasil “mencuci” ribuan meter kubik kayu meranti menjadi seolah legal, sebelum dikirim ke luar daerah untuk dijual dengan harga tinggi.
Luka di Jantung Sipora: 730 Hektare Hutan Hilang, Ekosistem Mati
Dampak dari pembalakan liar ini bukan sekadar hilangnya pohon. Ratusan hektare hutan tropis yang menjadi rumah berbagai satwa endemik Mentawai kini hancur lebur.
Menurut data yang dihimpun tim Satgas, area yang rusak mencakup 730 hektare hutan alam, termasuk 7,9 hektare jalan hauling yang dibuka secara ilegal di dalam kawasan hutan produksi.
“Kerusakannya luar biasa. Kayu yang mereka tebang adalah jenis besar, umurnya bisa mencapai 50 tahun lebih. Hutan seperti itu tidak bisa dipulihkan dalam waktu singkat,” ujar Anang dengan nada prihatin.
Dinas Kehutanan memperkirakan, kerugian ekologis akibat rusaknya ekosistem mencapai Rp 198 miliar, sementara nilai ekonomi kayu meranti yang dijarah mencapai Rp 41 miliar.
Totalnya, kerugian negara mencapai Rp 239 miliar, angka yang mencerminkan betapa besarnya dampak ekonomi dan lingkungan dari satu operasi pembalakan liar.
Jaringan Terorganisir: Dari Hutan Mentawai ke Pelabuhan Gresik
Rantai kejahatan ini terungkap berkat kerja sama lintas lembaga. Dari hasil penelusuran, kayu-kayu ilegal tersebut diangkut dari kawasan terpencil di Pulau Sipora menuju jalur laut yang cukup panjang hingga ke Pulau Jawa.
Prosesnya melibatkan dokumen pelabuhan palsu, pengangkutan lintas wilayah tanpa izin sah, dan pembiaran oleh pihak tertentu yang kini sedang didalami penyidik.
Di Pelabuhan Gresik, ribuan batang kayu meranti ditemukan tertumpuk rapi di atas tongkang besar siap dijual, seolah hasil tebang resmi dari hutan produksi. Namun operasi senyap Satgas PKH berhasil menghentikan laju “emas hijau” itu sebelum benar-benar mengalir ke pasar.
Jerat Hukum dan Ancaman Berat
Kejaksaan Agung kini menangani kasus ini bersama Ditjen Gakkum Kementerian Kehutanan.
Dua tersangka telah ditetapkan — satu perorangan dan satu korporasi. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Satu tersangka perorangan dan satu korporasi. Ancaman pidananya 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar,” tegas Anang.
Kasus ini dipastikan tidak akan berhenti pada dua tersangka tersebut. Penegak hukum kini tengah mendalami dugaan keterlibatan pihak lain, termasuk kemungkinan adanya oknum aparat atau pejabat daerah yang menutup mata terhadap praktik pembalakan liar di kawasan Mentawai.
Mentawai yang Menjerit
Kepulauan Mentawai, yang selama ini dikenal sebagai surga wisata alam dan budaya, kini harus menanggung luka ekologis yang dalam. Hutan Sipora bagian dari paru-paru hijau kepulauan kini menyisakan jejak gundul dan sungai keruh akibat erosi tanah.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa pembalakan liar bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga kejahatan terhadap masa depan ekologi bangsa.
Kayu meranti yang tampak indah di pasar kayu, sejatinya menyimpan kisah getir tentang 730 hektare hutan yang hilang, dan sebuah sistem yang nyaris buta terhadap keadilan alam.
(Mond)
#IllegalLogging #Hukum #HutanMentawai #Kejagung