Misteri di Balik Penangkapan “Bjorka”: Polisi Akui Masih Ragu, Benarkah WFT Sang Peretas Legendaris Itu?
Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya meringkus seorang pemuda berinisial WFT. yang meruakan sosok dibalik hacker bernama Bjorka.
D'On, Jakarta – Publik kembali diguncang kabar mengejutkan. Seorang pemuda berinisial WFT (23) asal Minahasa, Sulawesi Utara, ditangkap aparat kepolisian karena diduga sebagai hacker legendaris Bjorka—nama yang sejak 2022 menjadi momok bagi berbagai lembaga pemerintah dan korporasi di Indonesia. Namun, di tengah euforia keberhasilan ini, muncul satu pertanyaan besar yang menggema di dunia maya: benarkah WFT adalah Bjorka yang asli?
Polisi Masih Ragu: “Kami Masih Dalami”
Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, buka suara soal keraguan publik. Ia tak menampik bahwa proses identifikasi terhadap WFT masih terus berlangsung dan belum sampai pada kesimpulan final.
“Kita masih telusuri jejak digital sejak 2020. Ada beberapa parameter yang kita gunakan untuk mengidentifikasi apakah benar dia adalah bjorkanism di tahun itu,” ungkap Fian saat dihubungi, Sabtu (4/10/2025).
Menurut Fian, hasil penyelidikan awal memang menunjukkan indikasi kuat. Akun Twitter (kini X) bernama Bjorka yang aktif sejak 2020, ternyata terkait langsung dengan WFT. Berdasarkan data sementara, hanya dia yang menggunakan nama tersebut pada periode itu.
“Jadi tahun 2020 itu nggak ada akun lain yang bernama Bjorka, cuma punya dia. Tapi apakah itu berarti dia the real Bjorka? Ya, kita belum bisa pastikan. Ini baru satu bukti, kita masih perlu mencocokkan dengan bukti digital lainnya,” jelasnya.
Jejak di Dunia Gelap: Aktif di Dark Web Sejak 2020
Dalam penyelidikan, polisi menemukan bahwa WFT bukan pemain baru di dunia bawah tanah internet. Sejak 2020, ia disebut sudah aktif di dark web, sebuah wilayah internet tersembunyi yang hanya bisa diakses lewat jaringan anonim seperti Tor.
Menggunakan identitas Bjorka dan @bjorkanesia, WFT diduga sempat mengunggah database nasabah bank swasta Indonesia, serta menyalin data dari forum gelap lain untuk diperjualbelikan.
“Pelaku ini bermain di dark web, sudah mulai mengeksplor sejak 2020,” kata Fian saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (2/10/2025).
Polisi kemudian melacak aktivitas digital itu selama berbulan-bulan, menelusuri alamat IP, forum gelap, hingga transaksi di cryptocurrency. Namun, jejak digital WFT ternyata tidak lurus—ia dikenal lihai menutupi identitas dan berulang kali berganti nama akun.
Gonta-Ganti Identitas: Dari Bjorka ke Oposite 6890
Sejak akhir 2024, WFT mulai menghapus jejak. Ia mengganti identitasnya beberapa kali di forum gelap dunia maya. Dari nama Bjorka, ia berubah menjadi SkyWave, lalu pada Maret 2025 menjadi Shint Hunter, dan terakhir Agustus 2025 memakai nama Oposite 6890.
“Pergantian nama itu bukan tanpa alasan. Pelaku sengaja menyamarkan identitas agar sulit dilacak. Dan itu berhasil—setidaknya selama enam bulan,” ujar Fian.
Proses pelacakan pun bukan hal mudah. Menurut Fian, butuh waktu lebih dari setengah tahun bagi tim siber Polda Metro Jaya untuk membongkar dan mengonfirmasi identitas WFT.
“Kami membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk bisa melacak, mengumpulkan alat bukti, kemudian menangkap pelaku,” tegasnya.
WFT akhirnya diringkus pada Selasa, 23 September 2025, di rumahnya di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Pemuda bertubuh langsing itu kini mendekam di tahanan untuk pemeriksaan intensif.
Bisnis Gelap: Menjual Data dari Dalam dan Luar Negeri
Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan bahwa WFT bukan hanya mengoleksi data, tetapi juga memperjualbelikannya. Ia menjual data pribadi dan institusional milik warga Indonesia hingga luar negeri.
Transaksi dilakukan menggunakan cryptocurrency dengan berbagai mata uang digital—mulai dari Bitcoin hingga Monero, yang dikenal sulit dilacak.
“Pembayarannya menggunakan berbagai macam cryptocurrency. Ini memang pola umum transaksi di dark web,” kata Fian.
Ia menambahkan, WFT menjual data dengan harga yang bervariasi, tergantung jenis dan sensitivitas informasinya. Data nasabah bank, misalnya, dihargai lebih tinggi dibanding data pengguna platform media sosial.
Pengejaran Lintas Negara: “Dia Mungkin Diburu Dunia”
Fian menyebutkan, kasus ini bukan hanya menjadi perhatian nasional. Aktivitas siber lintas negara membuat WFT kemungkinan besar sudah masuk radar lembaga keamanan internasional.
“Jadi mungkin yang bersangkutan saat ini juga sedang dicari oleh penyidik siber di negara lain. Tidak menutup kemungkinan kami akan membuka ruang kerja sama atau sharing information dengan kepolisian negara lain,” ujarnya.
Siapa Sebenarnya “Bjorka”?
Pertanyaan terbesar kini masih menggantung: Apakah WFT benar-benar Bjorka yang selama ini mengguncang dunia digital Indonesia?
Bjorka dikenal luas sejak pertengahan 2022 setelah membocorkan data pejabat negara, BUMN, hingga lembaga strategis. Ia menjadi simbol kebocoran data di Indonesia, bahkan sesekali mengirim pesan sindiran kepada pemerintah lewat unggahan yang viral di forum breach internasional.
Namun hingga kini, sosok di balik nama “Bjorka” tak pernah benar-benar terungkap. Munculnya WFT membuka babak baru dalam kisah peretasan yang telah lama menghantui ruang digital nasional.
Apakah pemuda Minahasa ini benar hacker jenius yang selama ini mengobrak-abrik sistem keamanan siber negeri?
Atau justru hanya “bayangan” dari sosok yang jauh lebih besar di balik layar?
Jawabannya, seperti kata AKBP Fian Yunus, “masih dalam pendalaman.”
(L6)
#Bjorka #Siber #Hukum #Hacker