KPK Sita Rp 26 Miliar, Empat Mobil, dan Aset Tanah dalam Kasus Korupsi Kuota Haji 2024

Ilustrasi uang sitaan KPK. Foto: Instagram/@official.kpk 
D'On, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pembagian kuota haji 2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Fakta terbaru, lembaga antirasuah itu berhasil menyita sejumlah aset bernilai fantastis: uang tunai setara Rp 26,3 miliar, empat unit mobil mewah, serta lima bidang tanah dan bangunan yang diduga kuat berkaitan dengan praktik suap dan penyalahgunaan kewenangan.
“Bahwa sampai dengan saat ini, tim penyidik telah melakukan penyitaan kepada beberapa pihak terkait, sejumlah uang dengan total USD 1,6 juta, empat unit kendaraan roda empat, serta lima bidang tanah dan bangunan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (2/9).
Meski belum merinci asal-usul barang bukti yang disita, penyitaan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian penggeledahan di berbagai lokasi penting. Di antaranya kantor biro travel haji Maktour, rumah pribadi mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut, hingga kediaman pihak-pihak yang disebut dekat dengan pusat pusaran perkara.
Menurut Budi, langkah penyitaan itu bukan hanya sekadar mengumpulkan bukti tindak pidana, tetapi juga bagian dari strategi KPK dalam mengoptimalkan asset recovery atau pemulihan kerugian negara. “Terlebih dugaan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi ini mencapai nilai yang cukup besar,” tegasnya.
Latar Belakang Kasus: Kuota Haji Tambahan Jadi Bancakan
Kasus ini berawal dari diplomasi tingkat tinggi antara Presiden Joko Widodo dengan pemerintah Arab Saudi pada 2023 lalu. Dari hasil pertemuan itu, Indonesia mendapat tambahan kuota haji sebesar 20 ribu orang untuk musim haji 2024. Tambahan ini sejatinya dimaksudkan sebagai angin segar bagi daftar tunggu jemaah haji reguler yang semakin panjang.
Namun, informasi soal kuota tambahan justru diduga menjadi celah korupsi. KPK menduga sejumlah asosiasi travel haji segera bergerak cepat dengan menghubungi pejabat Kemenag. Mereka membicarakan cara agar kuota tambahan tersebut lebih banyak diarahkan ke haji khusus — kuota yang pengelolaannya berada di tangan swasta.
Padahal, menurut aturan resmi, jatah haji khusus maksimal hanya 8 persen dari total kuota nasional. Selebihnya wajib dialokasikan untuk jemaah reguler yang dikelola langsung pemerintah.
Rapat Rahasia dan SK Menteri
KPK menemukan indikasi adanya rapat tertutup yang digelar antara pejabat Kemenag dan perwakilan asosiasi travel haji. Dari forum itu, muncul kesepakatan mengejutkan: kuota tambahan 20 ribu jemaah akan dibagi rata, 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Keputusan ini kemudian dikukuhkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama (SK Menag) Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Gus Yaqut. KPK masih menelusuri apakah penerbitan SK tersebut berkaitan langsung dengan pertemuan yang diduga sarat kepentingan bisnis itu.
Setoran Per Kuota: USD 2.600 – 7.000
Lebih jauh, penyidik KPK juga menemukan indikasi kuat adanya praktik “setoran” dari para pemilik travel kepada oknum di Kemenag. Besaran uang yang disetorkan bervariasi, mulai dari USD 2.600 hingga USD 7.000 untuk setiap kuota haji khusus tambahan. Perbedaan tarif ditentukan oleh besar kecilnya perusahaan travel yang bersangkutan.
Polanya, uang setoran disalurkan terlebih dahulu melalui asosiasi haji, sebelum akhirnya diteruskan kepada pihak yang memiliki kewenangan di Kemenag. Identitas oknum penerima uang itu kini tengah ditelisik intensif oleh KPK.
Kerugian Negara Diperkirakan Lebih dari Rp 1 Triliun
Dari hitungan sementara, dugaan kerugian negara akibat praktik ini menembus angka lebih dari Rp 1 triliun. Angka fantastis itu muncul karena jatah haji reguler—yang seharusnya dikelola negara dengan biaya lebih terjangkau—berubah menjadi kuota haji khusus yang dikuasai swasta.
Artinya, potensi pemasukan negara dari dana setoran jemaah haji reguler ikut lenyap, bergeser ke kantong-kantong travel swasta yang berkolusi dengan oknum pejabat.
Pencekalan dan Penggeledahan
Sebagai langkah hukum, KPK telah mencegah tiga nama besar bepergian ke luar negeri:
- Yaqut Cholil Qoumas, mantan Menteri Agama sekaligus penandatangan SK Menag 130/2024.
- Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex, mantan staf khusus Menag yang disebut-sebut memiliki peran strategis dalam distribusi kuota.
- Fuad Hasan Masyhur, bos travel Maktour yang namanya kerap muncul dalam pusaran kasus kuota haji.
Selain itu, penggeledahan besar-besaran telah dilakukan di sembilan titik, mulai dari rumah pribadi Gus Yaqut, kantor pusat Kemenag, kantor asosiasi travel haji, hingga rumah yang diduga kediaman Gus Alex di Depok.
Momentum Besar KPK
Kasus ini menjadi salah satu perkara korupsi paling disorot pada 2024. Selain menyangkut dana jumbo hingga triliunan rupiah, kasus ini juga berkaitan langsung dengan kepentingan umat Islam Indonesia yang menanti giliran berangkat ke tanah suci.
KPK menyadari sensitivitas perkara ini. Karena itu, penyitaan aset senilai puluhan miliar rupiah hingga pencegahan bepergian ke luar negeri dianggap sebagai bukti keseriusan lembaga antirasuah dalam mengurai praktik mafia kuota haji yang sudah lama menjadi rahasia umum.
“Ini baru langkah awal. Kami akan terus menelusuri aliran uang dan siapa saja yang terlibat,” tutup Budi Prasetyo.
(Mond)
#KPK #Korupsi #KorupsiKuotaHaji
 
 
 
