Kasus Laptop Rp 1,98 Triliun: Benarkah Nadiem Makarim Raup Keuntungan?

Eks Mendikbudristek, Nadiem Makarim, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek, Kamis (4/9/2025). Foto: Kejagung RI
D'On, Jakarta – Gelombang besar tengah mengguncang jagat pendidikan Indonesia. Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Namun, pertanyaan yang kini mencuat ke publik adalah: berapa keuntungan yang sebenarnya diperoleh Nadiem dari proyek bernilai jumbo tersebut?
Misteri Keuntungan Nadiem
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menegaskan bahwa besaran keuntungan pribadi yang diterima Nadiem masih dalam pendalaman.
“Itu yang masih kita dalami (keuntungan yang diperoleh Nadiem), ya, semuanya,” kata Nurcahyo di Gedung Kejagung, Jakarta, Kamis (4/9).
Pernyataan itu langsung dipertegas oleh Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna.
“Jangan dikira-kira,” ujarnya, menepis spekulasi publik yang sudah mulai ramai.
Sementara itu, kerugian negara akibat pengadaan laptop tersebut masih dalam perhitungan detail oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dari perhitungan awal, angka sementara mencapai Rp 1,98 triliun.
Jejak Awal Kasus: Pertemuan dengan Google
Akar kasus ini bermula pada Februari 2020, tak lama setelah Nadiem menjabat sebagai Mendikbudristek. Ia melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan potensi pemakaian Chromebook di dunia pendidikan nasional.
Dalam forum itu, Google menawarkan sistem operasi Chrome OS dan perangkat Chromebook sebagai bagian dari program digitalisasi pendidikan. Kesepakatan inilah yang kemudian berkembang menjadi proyek pengadaan besar-besaran di Kemendikbudristek.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya 6 Mei 2020, Nadiem kembali mengadakan rapat internal melalui Zoom. Peserta rapat diwajibkan mengenakan headset—sebuah prosedur yang menurut penyidik terbilang tidak biasa. Hadir dalam rapat itu:
- H, Dirjen PAUD
- T, Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek
- JT dan FH, staf khusus menteri
Dalam pertemuan itu, disebutkan ada instruksi langsung dari Nadiem agar pengadaan TIK wajib menggunakan Chromebook, meski saat itu program resmi pengadaan belum dimulai.
Mengunci Spesifikasi Chrome OS
Langkah lebih serius terjadi pada Februari 2021. Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan. Di dalam lampirannya, tercantum spesifikasi yang secara teknis mengunci pada sistem operasi Chrome OS.
Kondisi ini membuat pengadaan perangkat terbatas hanya pada Chromebook, tanpa memberi ruang bagi alternatif lain yang mungkin lebih murah dan sesuai dengan kondisi daerah, terutama kawasan 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Tersangka Lain dalam Pusaran Kasus
Sebelum Nadiem ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung telah lebih dulu menjerat empat orang lain:
- Mulyatsyah, Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021
- Sri Wahyuningsih, Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021
- Jurist Tan, mantan Stafsus Mendikbudristek
- Ibrahim Arief, mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek
Mulyatsyah dan Sri kini mendekam di rumah tahanan, Ibrahim menjadi tahanan kota karena sakit, sementara Jurist Tan masih buron di luar negeri.
Proyek Raksasa yang Bermasalah
Program digitalisasi pendidikan ini sejatinya dimaksudkan untuk memperkuat pembelajaran berbasis teknologi. Pemerintah melalui Kemendikbudristek mengalokasikan Rp 9,3 triliun untuk pengadaan sekitar 1,2 juta unit laptop.
Namun, implementasinya jauh dari harapan. Chromebook terbukti tidak optimal di daerah 3T karena membutuhkan akses internet stabil. Harga perangkat pun disebut tidak wajar, sehingga menimbulkan dugaan mark up besar-besaran yang merugikan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Jerat Hukum
Atas dugaan perannya, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya tak main-main, bisa mencapai 20 tahun penjara dengan denda maksimal Rp 1 miliar, serta kewajiban mengganti kerugian negara.
Bantahan Nadiem: “Tuhan Akan Lindungi Saya”
Meski telah resmi berstatus tersangka, Nadiem dengan tegas membantah semua tuduhan. Saat digiring ke mobil tahanan, ia menyampaikan pesan emosional:
“Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar.”
Ia menegaskan bahwa integritas dan kejujuran selalu menjadi prinsip hidupnya.
“Allah akan mengetahui kebenaran. Seumur hidup saya, integritas nomor satu. Kebenaran akan ditunjukkan. Allah melindungi saya insyaallah.”
Kepada keluarga, khususnya istri dan empat anaknya yang masih balita, Nadiem berpesan agar tetap kuat menghadapi ujian ini.
Publik Menanti Jawaban
Kasus laptop Chromebook ini kini menjadi sorotan besar publik, bukan hanya karena nilai kerugian negara yang fantastis, tetapi juga karena melibatkan sosok yang sebelumnya dikenal sebagai “ikon reformasi pendidikan” dan pendiri salah satu startup raksasa Indonesia, Gojek.
Apakah Nadiem benar-benar menikmati keuntungan dari proyek Rp 9,3 triliun ini? Ataukah ia sekadar terseret arus besar permainan di lingkaran bawahannya?
Jawaban atas pertanyaan itu kini ada di tangan penyidik Kejagung dan proses hukum yang akan berjalan.
(Mond)
#NadiemMakarim #Kejakgung #Korupsi #KorupsiChromebook