Breaking News

Jejak Anarko di Balik Aksi Ricuh: Dari Sumut hingga May Day 2025

Suasana aksi demo ricuh di depan kantor DPRD Sumut, Medan (29/8/2025).

Dirgantaraonline
- Kericuhan dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung di berbagai daerah dalam beberapa waktu terakhir kembali menyeret satu nama yang kerap muncul setiap kali demonstrasi berubah menjadi bentrokan: Anarko.

Bagi kepolisian, kelompok ini bukan organisasi formal dengan struktur rapi, melainkan sekumpulan orang yang sengaja hadir untuk memprovokasi massa dan menimbulkan kekacauan.

Apa Itu Anarko Menurut Polisi?

Kepolisian menegaskan istilah Anarko yang belakangan ramai diperbincangkan tidak merujuk pada sebuah profesi atau organisasi resmi. Istilah ini digunakan aparat untuk menyebut kelompok massa cair seringkali berpakaian serba hitam yang datang ke lokasi demonstrasi hanya untuk memicu kericuhan.
“Anarko itu bukan profesi, tapi orang yang berniat melakukan kerusuhan,” tegas seorang pejabat kepolisian.

Jejak kelompok ini terdeteksi di sejumlah kota. Dari Sumatera Utara, Pekalongan, Bandung, hingga Jakarta, pola yang sama kembali muncul: unjuk rasa awalnya berjalan damai, lalu berubah ricuh ketika kelompok berpakaian hitam tiba-tiba masuk dan melakukan aksi anarkis.

Ricuh di Sumatera Utara: 19 Orang Ditangkap

Kericuhan di Medan menjadi salah satu catatan penting. Awalnya, aksi mahasiswa dan pengemudi ojek online di depan Kantor DPRD Sumut berjalan tertib. Namun, situasi berubah ketika kelompok lain menyusup dan melempari aparat dengan batu, petasan, serta bambu.

Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Ferry Walintukan, menyebut kelompok inilah yang digolongkan sebagai anarko.
“Massa cair ini berusaha bergabung dengan grup mahasiswa dan ojek online, lalu melakukan tindakan anarkis,” kata Ferry.
Akibat aksi tersebut, 11 personel kepolisian terluka, sementara seorang pengemudi ojek online juga menjadi korban. Polisi akhirnya menangkap 19 orang yang diduga bagian dari kelompok anarko.

Pekalongan: Gedung DPRD Jadi Sasaran

Kerusuhan serupa juga terjadi di Pekalongan. Setelah massa ojek online membubarkan diri, sekelompok orang berpakaian hitam tiba-tiba menyerang gedung DPRD Kota Pekalongan. Mereka membakar pos jaga, bilik ATM, hingga merusak ruang rapat.

Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menegaskan aksi itu murni tindakan anarkis.
“Kelompok anarko membakar pos jaga DPRD dan bilik ATM. Mereka masuk secara tiba-tiba, merangsek ke dalam gedung, dan melakukan perusakan,” ujarnya.

Bandung: Molotov dan Framing di Media Sosial

Di Bandung, situasi menjadi lebih rumit. Media sosial sempat ramai dengan narasi bahwa polisi menyerang kampus Universitas Islam Bandung (Unisba). Namun, Polda Jabar membantah keras tuduhan tersebut.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa aparat gabungan TNI-Polri saat itu sedang melakukan patroli skala besar di kawasan Tamansari. Mereka menemukan tumpukan batu, kayu, ban terbakar, serta kelompok berpakaian hitam yang menutup jalan.

Menurut Hendra, kelompok inilah yang memprovokasi dengan cara melempar bom molotov ke arah kendaraan patroli.
“Provokator itu sengaja memaksa mundur petugas ke arah kampus Unisba untuk membangun narasi seolah-olah polisi menyerang kampus. Padahal faktanya, tidak ada petugas yang masuk ke dalam kampus maupun menembakkan gas air mata ke arah sana,” tegasnya.

Gas air mata yang ditembakkan di jalan raya justru terbawa angin hingga ke area parkiran kampus, lalu dipelintir menjadi isu penyerangan.
“Ini framing media sosial yang dilakukan kelompok anarko untuk membenturkan mahasiswa dengan aparat,” tambah Hendra.

May Day 2025: Jakarta dan Bandung Kembali Ricuh

Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 juga tak lepas dari jejak kelompok anarko. Aksi yang awalnya damai di Jakarta berubah ricuh menjelang sore. Polisi menyebut kericuhan itu dipicu penyusup berpakaian hitam yang melempari kendaraan warga di sekitar gedung DPR/MPR RI.

“Unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR disusupi kelompok anarko. Mereka merusak dan melempari kendaraan. Ini jelas membahayakan masyarakat,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi.

Kejadian serupa berlangsung di Bandung. Sekitar pukul 16.00 WIB, kelompok berpakaian hitam merusak fasilitas taman, mencabut plang jalan, hingga melempari bangunan. Sebuah kedai kopi di kawasan Dipatiukur bahkan menjadi korban dengan tembok dan kaca depannya dicorat-coret cat semprot.
Polisi pun turun membubarkan massa dan memukul mundur mereka.

Fenomena “Kelompok Hitam” yang Misterius

Fenomena kelompok berpakaian hitam ini bukan hal baru di Indonesia. Hampir setiap kali terjadi demonstrasi besar, selalu ada pihak yang disebut sebagai anarko yang dituding menjadi pemicu chaos. Meski begitu, hingga kini, keberadaan mereka masih menyisakan banyak pertanyaan:

  • Apakah mereka memang jaringan terorganisir?
  • Ataukah hanya massa cair yang memanfaatkan momen demo untuk berbuat onar?

Yang jelas, setiap kali nama mereka muncul, jejaknya hampir selalu identik: aksi lemparan, pembakaran, perusakan fasilitas publik, dan provokasi di media sosial.

Pesan Redaksi

Demonstrasi adalah hak setiap warga negara dalam berdemokrasi. Namun, hak itu harus dijalankan secara damai, tanpa perusakan fasilitas umum maupun tindak kekerasan.
Kekacauan yang terjadi tidak hanya merugikan aparat dan pemerintah, tetapi juga masyarakat luas. Sebab, fasilitas umum yang rusak pada akhirnya akan kembali membebani warga.

(Mond)

#DemoRusuh #Anarko #Peristiwa #Polri