Breaking News

Jaksa Jerat Nadiem Pasal Perkaya Diri hingga Rampas Aset: Kasus Korupsi Laptop Chromebook Mengguncang Publik

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2022. (Istimewa)

D'On, Jakarta
- Nama Nadiem Anwar Makarim, sosok yang selama ini dikenal sebagai pendiri Gojek sekaligus mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), kini menjadi sorotan tajam publik. Ia resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk sekolah-sekolah pada periode 2019–2022.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, mengumumkan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang dinilai sah dan cukup. Dengan temuan itu, Kejagung mengambil langkah tegas: menjerat Nadiem dengan empat pasal sekaligus dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka NAM akan ditahan selama 20 hari terhitung mulai 4 September 2025 di Rutan Salemba, Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” ujar Nurcahyo dalam konferensi pers di Gedung Pidana Khusus Kejagung, Kamis (4/9/2025).

Empat Pasal Berat yang Menjerat Nadiem

Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Pasal 2 UU Tipikor: Menjerat perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain/korporasi yang merugikan keuangan negara. Hukuman yang mengintai: penjara seumur hidup atau penjara 4–20 tahun serta denda Rp200 juta–Rp1 miliar.
  • Pasal 3 UU Tipikor: Menjerat penyalahgunaan kewenangan karena jabatan untuk menguntungkan diri sendiri maupun korporasi. Ancaman hukumannya serupa, dengan pidana minimal 1 tahun penjara.
  • Pasal 18 UU Tipikor: Mengatur sanksi tambahan, mulai dari perampasan aset hasil korupsi, pembayaran uang pengganti sebesar kerugian negara, hingga penutupan perusahaan yang terlibat serta pencabutan hak-hak tertentu dari terpidana.
  • Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP: Memperluas lingkup pertanggungjawaban pidana. Bukan hanya pelaku utama yang dapat dijerat, tetapi juga mereka yang menyuruh melakukan, turut serta, atau membantu terjadinya tindak pidana.

Dengan kombinasi pasal ini, Nadiem tidak hanya dihadapkan pada ancaman hukuman penjara berat, tetapi juga kemungkinan perampasan aset pribadi maupun korporasi yang terlibat dalam proyek bermasalah tersebut.

Latar Belakang Kasus: Proyek Laptop untuk Pendidikan

Kasus yang menyeret Nadiem berawal dari program pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek. Program ini digagas untuk mempercepat transformasi digital pendidikan, terutama setelah pandemi COVID-19 yang membuat pembelajaran daring menjadi kebutuhan mendesak.

Namun, berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat indikasi kuat terjadinya mark-up harga, penyalahgunaan wewenang, serta pengondisian tender yang merugikan keuangan negara. Proyek yang semula bertujuan mulia untuk meningkatkan kualitas pendidikan, justru berubah menjadi ladang bancakan bagi pihak-pihak tertentu.

Dampak Hukum: Dari Penjara hingga Perampasan Aset

Undang-undang Tipikor hasil revisi tahun 2001 memperluas ruang lingkup korupsi dan memperberat sanksi. Jika terbukti bersalah, Nadiem tidak hanya menghadapi ancaman hukuman penjara puluhan tahun, tetapi juga sanksi finansial berupa pengembalian kerugian negara, denda, hingga penyitaan harta.

Lebih jauh, jika terbukti korporasi tertentu terlibat dalam praktik koruptif ini, perusahaan bisa ditutup atau hak-haknya dicabut. Artinya, efek kasus ini bisa merembet ke banyak pihak di dunia usaha yang bersinggungan dengan proyek laptop pendidikan tersebut.

Publik Menanti Transparansi Penegakan Hukum

Kasus ini menjadi atensi besar masyarakat, mengingat sosok Nadiem selama ini identik dengan generasi muda, inovasi, dan semangat perubahan di dunia pendidikan. Fakta bahwa ia kini duduk di kursi tersangka korupsi membuat publik merasa dikhianati, sekaligus menambah daftar panjang pejabat negara yang tersandung kasus serupa.

Kejagung pun dituntut untuk bertindak transparan, adil, dan profesional dalam mengusut perkara ini. Penanganan yang tuntas diharapkan tidak hanya memberi kepastian hukum, tetapi juga memastikan pemulihan kerugian negara yang ditaksir mencapai angka fantastis.

Catatan: Landasan Hukum Pemberantasan Korupsi

Sebagai pengingat, UU Nomor 31 Tahun 1999 menjadi tonggak awal pemberantasan korupsi di Indonesia. Revisi lewat UU Nomor 20 Tahun 2001 memperjelas definisi tindak pidana, menambah jenis sanksi, serta mengatur lebih rinci soal gratifikasi.

Aturan ini juga menegaskan bahwa subjek hukum korupsi tidak hanya individu, tetapi juga korporasi. Hal ini penting untuk menjerat jaringan yang kerap bersembunyi di balik badan usaha dalam praktik koruptif.

Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyeret Nadiem Makarim menjadi ujian besar bagi Kejaksaan Agung. Publik menaruh harapan tinggi agar kasus ini benar-benar diusut tuntas, tanpa pandang bulu, serta membawa efek jera bagi pejabat negara maupun korporasi yang mencoba merampok uang rakyat.

Kini, semua mata tertuju pada langkah Kejagung berikutnya: apakah Nadiem akan benar-benar mempertanggungjawabkan perbuatannya di meja hijau, atau kasus ini justru akan menjadi babak panjang penuh drama politik dan hukum di Indonesia.

(Mond)

#NadiemMakarim #Korupsi #KorupsiChromebook