Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Tradisi Uniknya di Indonesia
Sejarah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. (Pexels/Sami TÜRK)
Dirgantaraonline - Setiap tanggal 12 Rabiulawal, umat Islam di seluruh dunia memperingati hari yang istimewa: Maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan ini menjadi momen untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah, sekaligus meneladani akhlak dan perjuangannya dalam membimbing umat manusia.
Pada kalender Masehi tahun ini, 12 Rabiulawal bertepatan dengan Jumat, 5 September 2025. Di berbagai daerah, peringatan Maulid biasanya diisi dengan pengajian, pembacaan selawat, doa bersama, hingga kajian agama oleh ulama atau penceramah ternama. Namun, yang menarik, tradisi ini tidak seragam: setiap wilayah, bahkan setiap negara, memiliki cara unik dalam merayakannya.
Jejak Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
Sejarah lahirnya perayaan Maulid Nabi menyimpan berbagai versi.
-
Awal Tradisi pada Masa Abbasiyah
Menurut kitab Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa karya Nuruddin Ali, tradisi peringatan Maulid sudah dikenal sejak tahun kedua Hijriah.
Salah satu tokoh penting yang disebut berperan dalam menyebarkan tradisi ini adalah Khaizuran, istri Khalifah al-Mahdi dari Dinasti Abbasiyah pada abad ke-8 M.
Sebagai sosok perempuan yang berpengaruh, Khaizuran memerintahkan masyarakat Makkah dan Madinah untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dukungan dari kalangan istana membuat tradisi ini semakin dikenal, sekaligus menjadi sarana memperkuat teladan akhlak Rasulullah.Pada masa Dinasti Abbasiyah, dunia Islam memang berada di puncak kejayaan—dikenal dengan kemajuan ilmu pengetahuan, seni, hingga arsitektur. Dalam konteks itu, perayaan keagamaan seperti Maulid juga memperoleh perhatian khusus.
-
Versi Dinasti Fatimiyah di Mesir
Catatan lain, seperti yang dikutip dari laman resmi Baznas, menyebutkan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali dilakukan pada masa Dinasti Fatimiyah di Mesir pada abad ke-11. Pada era ini, Maulid tidak hanya bernuansa keagamaan, tetapi juga menjadi sarana memperkuat legitimasi politik dinasti yang berkuasa. -
Masa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi
Ada pula pandangan bahwa Maulid mulai populer pada masa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, sang pahlawan Perang Salib. Ia mempopulerkan peringatan Maulid untuk membangkitkan semangat jihad, memperkuat ukhuwah, dan menanamkan rasa cinta umat Islam kepada Rasulullah SAW.
Terlepas dari beragam versinya, satu hal yang pasti: tradisi Maulid Nabi kemudian menyebar luas ke berbagai wilayah Islam dan menjadi bagian penting dalam budaya keagamaan yang penuh makna spiritual.
Tradisi Maulid Nabi Muhammad di Indonesia
Di Indonesia, Maulid Nabi bukan hanya perayaan keagamaan, tetapi juga tradisi budaya yang telah berbaur dengan kearifan lokal. Peran Wali Songo sangat besar dalam memperkenalkan dan mengakulturasikan peringatan ini, sehingga diterima masyarakat Nusantara dengan cara unik di setiap daerah.
1. Maudu Lompoa di Sulawesi Selatan
Di Cikoang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Maulid Nabi dikenal dengan nama Maudu Lompoa atau Maulid Akbar.
Tradisi ini digelar secara meriah: masyarakat menghias perahu, membawa aneka makanan, membaca kitab barzanji, hingga berdoa bersama.
Bagi masyarakat setempat, Maudu Lompoa bahkan dianggap lebih meriah dibanding perayaan Idulfitri, karena menjadi ajang silaturahmi besar-besaran sekaligus pesta budaya.
2. Sekaten di Jawa Tengah dan Yogyakarta
Di tanah Jawa, terutama di Surakarta dan Yogyakarta, Maulid Nabi dikenal dengan tradisi Sekaten.
Sekaten berlangsung selama beberapa hari, diawali dengan tabuhan gamelan sekaten, diikuti pengajian, pasar rakyat, hingga kirab budaya.
Tradisi ini tidak hanya menjadi sarana spiritual, tetapi juga berkembang menjadi destinasi wisata budaya yang menarik ribuan pengunjung setiap tahun.
3. Tradisi Maulid di Daerah Lain
Selain itu, berbagai daerah di Indonesia juga memiliki cara tersendiri:
- Di Banten, ada tradisi Panjat Maulid dengan menyiapkan gunungan hasil bumi yang kemudian diperebutkan warga.
- Di Madura, masyarakat menggelar pengajian akbar dan pembacaan selawat yang berlangsung sepanjang malam.
- Di Aceh, peringatan Maulid bahkan bisa berlangsung selama tiga bulan penuh, disertai jamuan makanan khas untuk para tamu.
Lebih dari Sekadar Peringatan
Sejarah panjang dan beragamnya tradisi Maulid Nabi menunjukkan bahwa perayaan ini bukan sekadar ritual tahunan.
Lebih dari itu, Maulid menjadi:
- Sarana spiritual, untuk menumbuhkan cinta kepada Rasulullah SAW.
- Media sosial, mempererat silaturahmi dan solidaritas antarwarga.
- Warisan budaya, yang menyatukan nilai agama dengan tradisi lokal.
Melalui Maulid, masyarakat diajak tidak hanya mengenang kelahiran Nabi, tetapi juga meneladani akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari: sederhana, penuh kasih sayang, serta menegakkan keadilan.
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW telah melalui perjalanan sejarah panjang, dari istana Dinasti Abbasiyah hingga menyatu dalam budaya masyarakat Nusantara. Di Indonesia, keragaman tradisi Maulid mencerminkan kekayaan budaya Islam yang berakar kuat sekaligus mengajarkan pesan universal: mencintai Nabi berarti berusaha meneladani akhlaknya dalam kehidupan nyata.
(***)
#MaulidNabi #Islami #Religi