Imbas dari 5.914 Anak Jadi Korban Keracunan Massal Pemerintah Tutup Dapur MBG Bermasalah
D'On, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi penopang gizi bagi anak-anak sekolah di seluruh Indonesia justru berubah menjadi bencana kesehatan massal. Hingga akhir September 2025, tercatat 5.914 anak penerima MBG jatuh sakit akibat keracunan makanan. Lonjakan kasus yang mencengangkan ini memaksa pemerintah mengambil langkah tegas: menutup sementara sejumlah dapur MBG yang dikelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“SPPG yang bermasalah ditutup sementara untuk evaluasi dan investigasi menyeluruh,” tegas Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam konferensi pers darurat di Kantor Kementerian Kesehatan, Minggu (28/9/2025).
Evaluasi Total: Dari Dapur Hingga Kualitas Air
Zulhas menekankan, evaluasi tidak hanya dilakukan di titik terjadinya keracunan, tetapi juga menyeluruh ke seluruh dapur SPPG di Indonesia. Pemerintah memeriksa kedisiplinan, keterampilan juru masak, hingga standar kebersihan setiap fasilitas.
Lebih dari itu, sterilisasi peralatan makan dan sanitasi dapur menjadi kewajiban mutlak. “Air bersih dan sistem limbah yang aman tidak bisa ditawar lagi. Kalau masih ada dapur yang abai, konsekuensinya penutupan permanen,” ujar Zulhas dengan nada tegas.
Fakta Mengerikan: Peta Keracunan MBG di Indonesia
Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap data mengejutkan: 70 insiden keamanan pangan tercatat hanya dalam sembilan bulan terakhir. Rinciannya:
- Wilayah I (Sumatera): 9 kasus, 1.307 korban
- Wilayah II (Jawa): 41 kasus, 3.610 korban
- Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara): 20 kasus, 997 korban
Jumlah korban terbesar berada di Pulau Jawa, yang notabene menjadi pusat pilot project MBG. Fakta ini menunjukkan lemahnya kontrol kualitas meski infrastruktur dan pengawasan relatif lebih kuat dibanding wilayah lain.
Jejak Bakteri Mematikan di Balik Dapur MBG
Investigasi menemukan berbagai bakteri berbahaya bersarang di menu harian MBG.
- E-coli: ditemukan pada air, nasi, tahu, dan ayam.
- Staphylococcus aureus: mencemari tempe dan bakso.
- Salmonella: terdeteksi pada ayam, telur, dan sayuran.
- Bacillus cereus: ditemukan pada mi.
- Coliform, Klebsiella, Proteus: terbawa dari air terkontaminasi.
Temuan ini menjadi alarm keras: dapur MBG yang seharusnya memenuhi standar kesehatan justru membuka jalan bagi bakteri mematikan. “Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi persoalan serius yang bisa mengancam generasi penerima program MBG,” ungkap seorang pejabat BGN yang enggan disebut namanya.
Harapan yang Berbalik Jadi Bencana
Program MBG sejak awal digembar-gemborkan pemerintah sebagai upaya meningkatkan kualitas gizi anak bangsa, terutama di sekolah dasar dan menengah. Namun, dengan puluhan ribu dapur yang beroperasi di seluruh Indonesia, pengawasan terbukti lemah.
Kegagalan sistemik ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah target mulia pemerintah berubah menjadi proyek ambisius tanpa kesiapan standar mutu?
Sejumlah pakar gizi dan kesehatan masyarakat bahkan mengingatkan, jika masalah ini tidak segera ditangani secara radikal, reputasi MBG bisa hancur total. Lebih jauh, masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada program yang digadang sebagai investasi kesehatan jangka panjang generasi muda.
Jalan Panjang Pemulihan
Kini, pemerintah berada di persimpangan sulit: memperbaiki sistem dari akar atau membiarkan kasus demi kasus menumpuk hingga program kehilangan legitimasi. Zulhas menjanjikan “perombakan total manajemen dapur MBG”, tetapi publik menunggu bukti nyata, bukan sekadar janji.
Sementara itu, ribuan anak korban keracunan masih menjalani perawatan. Beberapa sekolah bahkan menghentikan sementara distribusi MBG hingga ada kepastian keamanan makanan.
Tragedi 5.914 anak keracunan akibat MBG adalah tamparan keras bagi pemerintah. Program yang diharapkan menjadi simbol kepedulian negara pada gizi anak, justru membuka luka besar di tengah masyarakat. Pertanyaan kini menggantung di udara: apakah MBG bisa pulih sebagai program harapan, atau justru akan dikenang sebagai salah satu kegagalan terbesar dalam sejarah kebijakan pangan nasional?
(B1)