Dua Bakteri Biang Kerok Keracunan MBG di Bandung: Salmonella dan Bacillus cereus Teridentifikasi pada Sampel Makanan
Ratusan siswa di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa 23 September 2025, dilaporkan jatuh sakit setelah menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Timur Matahari/AFP)
D'On, Bandung — Temuan laboratorium di Jawa Barat mengungkap dua bakteri penyebab utama keracunan massal yang menimpa ratusan hingga ribuan pelajar akhir-akhir ini. Hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat menunjukkan adanya Salmonella dan Bacillus cereus pada sampel menu program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang didistribusikan ke sekolah-sekolah di Kabupaten Bandung Barat.
Kepala UPTD Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat, Ryan Bayusantika Ristandi, menyatakan temuan itu kepada wartawan di Bandung. “Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk yakni Salmonella dan Bacillus cereus yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” kata Ryan, Minggu (28/09/2025).
Dari piring sekolah ke laboratorium: kronologi singkat
Kasus dugaan keracunan massal pertama dilaporkan di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, di mana lebih dari 1.333 pelajar diduga mengalami gangguan pencernaan setelah menyantap menu MBG—angka itu tercatat hingga penghitungan Jumat (26/09/2025). Sebelumnya pula, kasus serupa tercatat di Garut: 657 orang mengalami gejala setelah mengonsumsi MBG di Kecamatan Kadungora.
Temuan Labkesda ini menjadi titik balik dari laporan gejala klinis ke bukti mikrobiologis konkret yang menandakan bahwa makanan yang disajikan kemungkinan telah terkontaminasi selama proses pengolahan atau distribusi.
Penyebab teknis: waktu dan suhu yang “membiarkan” bakteri berkembang
Menurut Ryan, salah satu faktor utama pemicu kontaminasi adalah rentang waktu antara penyiapan dan penyajian yang terlalu lama. Ketika makanan dibiarkan pada suhu ruang terlalu lama terutama lebih dari enam jam tanpa kontrol suhu kondisi tersebut memberi kesempatan bagi bakteri pembusuk untuk berkembang biak pesat.
“Jika makanan disimpan pada suhu ruang lebih dari enam jam, apalagi tanpa pengontrolan suhu yang tepat, risiko tumbuhnya bakteri sangat tinggi,” jelas Ryan. Ia juga menekankan pentingnya higienitas sepanjang rantai penyiapan: penggunaan air bersih, kebersihan peralatan dan pakaian petugas dapur, serta praktik pengemasan dan transportasi yang benar.
Saran penyimpanan dan langkah pencegahan
Labkesda merekomendasikan dua panduan suhu sederhana untuk mencegah pertumbuhan bakteri pada makanan siap saji: simpan makanan pada suhu di atas 60°C (untuk tetap hangat) atau di bawah 5°C (untuk disimpan dingin). Selain itu, Ryan mengimbau agar pemasak mengenakan sarung tangan, pakaian bersih, dan memastikan tidak terjadi kontaminasi silang antara bahan mentah dan bahan siap santap.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat juga mengimbau semua pihak yang terlibat dalam program MBG pemerintah kabupaten/kota, pengelola katering, sekolah, dan vendor untuk memperketat protokol keamanan pangan agar kejadian serupa tidak terulang.
Sekilas tentang dua bakteri yang ditemukan
- Salmonella — umumnya dikenal sebagai salah satu penyebab keracunan makanan yang sering terkait dengan kontaminasi silang (misalnya dari daging unggas, telur, atau peralatan yang terkontaminasi). Infeksi Salmonella bisa menimbulkan diare, demam, dan kram perut pada mereka yang terinfeksi.
- Bacillus cereus — bakteri ini sering berhubungan dengan makanan berbasis karbohidrat (seperti nasi dan produk tepung). B. cereus dapat menghasilkan racun yang menyebabkan gejala mual dan muntah pada satu tipe keracunan, atau diare pada tipe lain.
(Informasi di atas bersifat umum untuk pembaca agar memahami karakteristik bakteri; penentuan jenis gejala dan pengobatan harus mengikuti arahan tenaga kesehatan.)
Dampak, tanggung jawab, dan langkah ke depan
Insiden ini menimbulkan kekhawatiran luas: orangtua resah, sekolah perlu menyusun ulang praktik penyajian MBG, dan pemerintah daerah harus menunjukkan pengawasan yang cepat dan transparan. Selain pemeriksaan laboratorium, langkah-langkah yang lazim ditempuh dalam situasi serupa meliputi penelusuran rantai pasok bahan baku, audit dapur dan proses produksi katering, pelatihan ulang petugas dapur tentang hygiene dan HACCP (hazard analysis critical control point), serta perbaikan logistik distribusi agar makanan tetap berada pada suhu aman.
Dinkes Jabar telah mengimbau semua pihak yang terlibat untuk memperketat protokol keamanan pangan; publik kini menantikan tindakan nyata apakah itu penghentian sementara program MBG untuk audit menyeluruh, penggantian vendor, atau program pembinaan untuk unit penyedia makanan.
Apa yang harus diperhatikan orangtua dan sekolah
Orangtua disarankan tetap tenang namun waspada: catat bila anak menunjukkan gejala gangguan pencernaan dan segera konsultasikan ke fasilitas layanan kesehatan jika gejala berat muncul (dehidrasi, muntah terus-menerus, demam tinggi, atau penurunan kesadaran). Sekolah dan penyelenggara MBG dianjurkan menyimpan contoh makanan yang disajikan (jika masih ada) untuk pemeriksaan lebih lanjut, serta mendokumentasikan siapa saja yang menerima paket/sajian pada hari kejadian untuk memudahkan pelacakan kasus.
Kasus keracunan massal yang melibatkan program MBG adalah peringatan keras bahwa niat baik memberi makan bergizi ke anak sekolah harus dibarengi pengawasan ketat terhadap mutu dan keamanan pangan. Temuan Salmonella dan Bacillus cereus pada sampel makanan menegaskan bahwa faktor teknis sederhana waktu, suhu, dan higienitas bisa berakibat besar. Kini tugas bersama pemangku kebijakan, penyelenggara program, dan masyarakat adalah memperbaiki celah-celah itu agar anak-anak kembali makan dengan aman di sekolah.
(L6)