Dinonaktifkan dari DPR, Sahroni, Uya Kuya, hingga Nafa Urbach: Formappi Tegaskan "Istilah Nonaktif Tak Ada di UU MD3"
Kolase Anggota DPR RI yang Dinonaktifkan Partainya
D'On, Jakarta – Peta politik Senayan kembali bergejolak setelah sejumlah partai politik mengambil langkah mengejutkan: menonaktifkan kader mereka yang duduk di kursi DPR RI. Keputusan ini diambil menyusul gelombang protes rakyat yang menuntut tanggung jawab para wakilnya atas pernyataan kontroversial mengenai tunjangan anggota dewan.
Mereka yang menjadi sorotan adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional (PAN), serta Adies Kadir, Wakil Ketua DPR RI dari Partai Golkar. Kelimanya diumumkan partai masing-masing sebagai “nonaktif” dari seluruh kegiatan DPR.
Namun, keputusan itu segera menuai tanda tanya besar: apakah istilah nonaktif benar-benar ada dalam aturan perundang-undangan?
Formappi: "Nonaktif Hanya Istilah Politik, Bukan Produk Hukum"
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai langkah partai itu lebih bersifat simbolik ketimbang yuridis. Menurutnya, istilah nonaktif tidak pernah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menjadi rujukan kedudukan anggota parlemen.
“Diksi nonaktif ini tak ditemukan dalam UU MD3 sebagai dasar melakukan PAW (Pergantian Antar Waktu). Jadi, kalau ada partai menyebut kadernya dinonaktifkan, itu sebenarnya hanya bentuk respons politik cepat terhadap tekanan publik,” kata Lucius, Senin (1/9/2025).
Dengan demikian, posisi hukum kelima anggota DPR itu sejatinya masih sama: tetap sah sebagai wakil rakyat, tetap memegang hak-hak konstitusionalnya, dan tetap tercatat sebagai anggota aktif di Senayan.
“Diliburkan”, Tapi Gaji dan Fasilitas Tetap Jalan
Lebih lanjut, Lucius menjelaskan bahwa penonaktifan ini praktis hanya “libur kerja” yang diberikan partai kepada kadernya. Artinya, mereka tidak lagi diminta hadir dalam rapat komisi, paripurna, ataupun agenda resmi DPR lainnya.
“Anggota-anggota nonaktif ini akan tetap mendapatkan hak-hak sebagai anggota walau tak perlu bekerja,” tegas Lucius.
Dengan kondisi tersebut, publik sebenarnya tidak melihat adanya sanksi nyata. Sebab, meski tidak menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, para wakil rakyat yang tengah “diliburkan” ini tetap mengantongi gaji bulanan, tunjangan, hingga fasilitas negara.
Kritik: Sanksi atau Sekadar Strategi Meredam Amarah Publik?
Keputusan partai politik menonaktifkan kadernya dinilai sebagai strategi darurat untuk meredam gelombang demonstrasi besar-besaran yang melanda berbagai daerah di Indonesia.
Bagi Lucius, langkah itu lebih condong sebagai “panggung politik” ketimbang bentuk akuntabilitas. “Tidak terlihat ada sanksi yang benar-benar dijatuhkan partai kepada anggota yang dituntut publik bertanggung jawab atas perkataan dan perbuatan mereka,” ujarnya.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius: jika istilah nonaktif hanya sekadar simbol, apakah partai benar-benar berkomitmen menindak kader yang diduga merugikan citra parlemen dan melukai perasaan rakyat?
Nama-Nama Legislator yang “Diliburkan”
Berikut daftar lengkap anggota DPR yang diumumkan partai politiknya sebagai nonaktif:
- Ahmad Sahroni (Fraksi NasDem)
- Nafa Urbach (Fraksi NasDem)
- Eko Patrio (Fraksi PAN)
- Uya Kuya (Fraksi PAN)
- Adies Kadir, Wakil Ketua DPR RI (Fraksi Golkar)
Keputusan ketiga partai besar ini NasDem, PAN, dan Golkar merupakan respons langsung terhadap tekanan sosial-politik yang kian membesar sejak kontroversi tunjangan DPR mencuat.
Analisis: Jurang Antara Hukum dan Moral Politik
Fenomena nonaktif ini memperlihatkan jurang antara aspek hukum formal dengan moral politik. Di satu sisi, undang-undang tidak mengenal istilah nonaktif, yang berarti posisi kelima anggota DPR itu tidak terganggu secara legal. Namun, di sisi lain, publik menuntut akuntabilitas yang lebih konkret, mulai dari pencopotan jabatan, pergantian antar waktu (PAW), hingga pemecatan dari partai.
Langkah partai menonaktifkan kadernya mungkin berhasil meredam badai sejenak, tetapi tanpa kejelasan tindak lanjut, kepercayaan rakyat terhadap DPR dan partai politik bisa semakin terkikis.
(Mond)
#UUMD3 #Politik #Nasional #DPR