Dewan Pers Tegaskan UU ITE Tak Batasi Wartawan: “Beritakan Fakta, Jangan Takut”
D'On, Banjarmasin – Polemik seputar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kerap disebut sebagai “pasal karet” kembali mendapat sorotan. Namun, Dewan Pers memastikan bahwa UU ITE tidak boleh dijadikan alat untuk membungkam kebebasan pers, selama wartawan tetap bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik.
Hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua Dewan Pers, Totok Suryanto, usai menghadiri Forum Koordinasi dan Sinkronisasi Peningkatan Indeks Kemerdekaan Pers Nasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (18/9/2025).
“UU ITE tidak mengancam kebebasan pers sepanjang wartawan berpegang teguh pada 11 pasal kode etik jurnalistik,” kata Totok, menepis kekhawatiran yang selama ini membayangi jurnalis di lapangan.
Dewan Pers Jadi Benteng Utama Wartawan
Totok menegaskan, jika ada kasus penangkapan wartawan dengan alasan melanggar UU ITE terkait pemberitaan, aparat penegak hukum tidak bisa bertindak sepihak. Mereka wajib berkoordinasi dengan Dewan Pers untuk memastikan apakah kasus tersebut termasuk dalam ranah sengketa pers atau tidak.
“Aparat akan komunikasi ke Dewan Pers apakah penangkapan itu masuk dalam ranah sengketa pers. Jika berpegang teguh pada kode etik jurnalistik, jangan takut bertugas,” ujarnya.
Ia menekankan, Dewan Pers akan selalu menjadi benteng terdepan dalam melindungi jurnalis yang bekerja sesuai dengan kaidah pers. Dengan kata lain, wartawan tidak perlu cemas menghadapi kriminalisasi apabila mereka menyajikan berita berdasarkan fakta dan memenuhi standar etik.
Kode Etik Jurnalistik: Payung Hukum yang Kuat
Lebih jauh, Totok menjelaskan bahwa 11 pasal dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) telah diuji secara ketat. Seluruh pasal itu, kata dia, mengatur prinsip-prinsip dasar seperti independensi, keberimbangan, verifikasi, dan larangan menerima suap.
“Di dalam kode etik jurnalistik tidak ada satupun pasal yang melanggar dan mengarah pada kasus pencemaran nama baik sebagaimana yang direvisi di dalam UU ITE,” jelasnya.
Menurutnya, selama wartawan menjalankan tugas berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, mereka tetap berada dalam koridor perlindungan UU Pers. Bahkan bila harus memberitakan kejadian buruk di sebuah instansi atau pihak tertentu, jurnalis tetap memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Pesan untuk Wartawan: Jangan Takut Memberitakan Fakta
Totok menyampaikan pesan khusus bagi para jurnalis agar tidak gentar dalam menyuarakan kebenaran.
“Itu jelas ya. Kalau memang kejadian buruk di sebuah instansi, jangan takut memberitakan karena khawatir kena UU ITE. Kalau memang buruk ya beritakan saja. UU Pers melindungi, dan Dewan Pers akan menjadi yang terdepan,” tegasnya.
Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa fungsi pers sebagai pilar demokrasi harus tetap berjalan tanpa dibatasi ketakutan berlebihan terhadap jeratan hukum.
Latar Belakang: Kontroversi UU ITE dan Kebebasan Pers
Sejak pertama kali diberlakukan, UU ITE memang kerap menuai kritik. Beberapa pasal, terutama yang berkaitan dengan pencemaran nama baik, dianggap multitafsir dan rawan digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat, termasuk wartawan.
Revisi demi revisi telah dilakukan, namun kekhawatiran masih muncul di kalangan jurnalis. Banyak kasus sebelumnya yang membuat wartawan terseret perkara hukum karena pemberitaan yang dianggap merugikan pihak tertentu.
Dengan penegasan Dewan Pers ini, diharapkan para wartawan lebih percaya diri dalam menjalankan tugas jurnalistik, terutama dalam melaporkan fakta-fakta yang berkaitan dengan kepentingan publik, meskipun pahit atau merugikan pihak tertentu.
Pernyataan Dewan Pers menjadi sinyal kuat bahwa pers Indonesia tetap memiliki perlindungan hukum yang kokoh. Wartawan diminta untuk tidak berhenti menyuarakan kebenaran hanya karena bayang-bayang UU ITE. Selama berpegang pada kode etik, kebebasan pers tetap terjaga, dan Dewan Pers berkomitmen untuk berdiri di garda terdepan membela insan pers.
(Mond)
#DewanPers #UUITE #Jurnalis #Nasional