BGN Lapor Prabowo Soal Kasus Keracunan MBG: SPPG Baru Masih Minim Jam Terbang, Presiden Instruksikan Pengawasan Ketat
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana di Kantor BGN, Jakarta, Senin (22/9/2025). Foto: Widya Islamiati
D'On, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto kembali menaruh perhatian serius terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sejak awal dicanangkan sebagai salah satu program strategis nasional di bidang pemenuhan gizi anak bangsa. Sabtu (27/9), Prabowo memanggil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, untuk menerima laporan terkini seputar jalannya program yang kini menyentuh puluhan juta penerima manfaat, sekaligus membahas munculnya sejumlah kasus keracunan makanan yang sempat menimbulkan kehebohan di masyarakat.
Capaian Jumlah SPPG dan Penerima Manfaat
Dalam paparannya, Dadan mengungkapkan bahwa hingga akhir September 2025, jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang sudah beroperasi di seluruh Indonesia mencapai 9.615 unit. Dari jumlah itu, layanan MBG telah menjangkau sekitar 31 juta penerima manfaat, mulai dari anak-anak sekolah, kelompok rentan gizi, hingga masyarakat prasejahtera di berbagai daerah.
“Capaian jumlah SPPG yang operasional telah mencapai 9.615 unit dan sudah melayani kurang lebih 31 juta penerima manfaat,” ujar Dadan dalam keterangan resminya, Minggu (28/9).
Lonjakan SPPG dan Kasus Insiden
Namun, di balik capaian tersebut, BGN mencatat adanya kejadian luar biasa (KLB) berupa kasus keracunan makanan yang muncul di sejumlah titik. Data menunjukkan, pada periode 6 Januari – 31 Juli 2025, sebanyak 2.391 SPPG terbentuk dengan mencatat 24 kasus kejadian. Sementara itu, pada periode 1 Agustus – 27 September 2025, jumlah SPPG bertambah signifikan hingga 7.244 unit, namun angka kasus juga meningkat menjadi 47 kejadian.
Dadan menegaskan bahwa tren kasus lebih banyak terjadi pada SPPG baru yang belum memiliki pengalaman cukup dalam operasional penyajian makanan sehat dan higienis.
“Data menunjukkan bahwa kasus banyak dialami oleh SPPG yang baru beroperasi karena SDM masih membutuhkan jam terbang,” jelasnya.
Selain faktor keterampilan sumber daya manusia, Dadan mengungkapkan penyebab lain yang turut memicu insiden, antara lain kualitas bahan baku yang tidak konsisten, kondisi air bersih yang belum memadai di sejumlah daerah, serta pelanggaran terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan pemerintah.
Arahan Tegas Presiden Prabowo
Mendengar laporan tersebut, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keprihatinan mendalam. Ia menegaskan bahwa setiap insiden yang menyangkut keselamatan dan kesehatan masyarakat, terlebih anak-anak sekolah sebagai kelompok utama penerima manfaat MBG, tidak boleh dianggap sepele.
“Program ini menyangkut generasi penerus bangsa. Kita tidak boleh lengah sedikit pun,” tegas Prabowo.
Untuk memperkuat tata kelola dan memastikan keamanan pangan, Prabowo langsung mengeluarkan sejumlah instruksi tegas:
- Setiap SPPG wajib memiliki koki terlatih yang dibekali dengan keterampilan standar pengolahan makanan bergizi dan higienis.
- Pengadaan alat rapid test makanan agar kualitas bahan pangan dapat diperiksa langsung sebelum didistribusikan.
- Pemasangan alat sterilisasi food tray untuk menjamin peralatan makan tetap bersih dan bebas kontaminasi.
- Penyediaan filter air di setiap SPPG, khususnya yang beroperasi di daerah dengan akses air bersih terbatas.
- Instalasi CCTV di dapur dan ruang penyajian, yang terhubung langsung ke pusat pengawasan BGN, guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Prabowo berharap langkah-langkah tersebut bisa menjadi standar baru yang memperkuat kualitas layanan MBG, sehingga insiden serupa dapat diminimalisir.
“Ke depan, program ini harus berjalan dengan lebih aman, terpercaya, dan benar-benar membawa manfaat bagi rakyat,” tutupnya.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Pengamat gizi publik menilai bahwa lonjakan jumlah SPPG dalam waktu singkat memang menimbulkan tantangan besar. Di satu sisi, percepatan ekspansi menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperluas jangkauan program. Namun di sisi lain, kualitas SDM, pengawasan bahan pangan, hingga infrastruktur sanitasi di lapangan masih menghadapi kendala.
Sejumlah daerah pedesaan dan pelosok, misalnya, masih berjuang dengan keterbatasan akses air bersih. Hal ini membuat standar higienitas dapur SPPG sulit terjaga secara konsisten. Belum lagi soal ketersediaan tenaga koki yang benar-benar terlatih di bidang gizi masyarakat, yang jumlahnya masih terbatas.
Dengan instruksi langsung dari Presiden, publik kini menunggu sejauh mana BGN mampu menerjemahkan arahan tersebut ke dalam kebijakan teknis di lapangan. Sebab, jika berhasil, Program Makan Bergizi Gratis bukan hanya menjadi simbol kepedulian negara, melainkan juga fondasi kuat bagi peningkatan kualitas generasi bangsa di masa depan.
(K)