Rudal Israel Hantam Tenda Kru Al Jazeera, 4 Orang Tewas Termasuk Jurnalis Senior Anas Al Sharif
Anas Al-Sharif, jurnalis terkemuka Al-Jazeera di Jalur Gaza, tewas dibom Israel, Agustus 2025. Foto: X/AnasAlSharif0
D'On, Gaza City — Suara ledakan keras memecah kesunyian malam di dekat kompleks RS al-Shifa, Gaza City, pada Sabtu malam waktu setempat. Dentuman itu berasal dari rudal yang diluncurkan militer Israel, menghantam sebuah tenda sederhana yang selama ini digunakan kru Al Jazeera sebagai pos istirahat dan koordinasi liputan. Dalam sekejap, tenda tersebut berubah menjadi puing-puing, menyisakan kepulan asap pekat dan teriakan pilu para saksi mata.
Di antara korban tewas adalah Anas Al Sharif, jurnalis senior Al Jazeera yang dikenal luas karena liputan-liputannya yang berani di tengah kepungan perang. Bersamanya, tiga orang lainnya juga kehilangan nyawa, termasuk anggota kru dan warga sipil yang berada di lokasi saat serangan terjadi.
Sosok Anas: Jurnalis di Garis Depan
Anas bukan nama asing bagi pemirsa berita internasional. Ia kerap tampil di layar kaca membawa kabar terbaru dari jantung zona konflik, dengan latar belakang suara dentuman bom dan sirene ambulans. Selama bertahun-tahun, ia menjadi saksi hidup penderitaan warga Gaza, menyiarkan cerita-cerita yang kerap tak tersampaikan di media arus utama.
Jaringan Media Al Jazeera menyebut kematian Anas sebagai "serangan langsung terhadap kebebasan pers", dan menuduh militer Israel melakukan "kampanye provokasi yang terencana" terhadap wartawan mereka di Jalur Gaza.
Tuduhan yang Pernah Dialamatkan
Serangan ini terjadi hanya beberapa bulan setelah kontroversi besar. Pada Juli lalu, juru bicara tentara Israel Avichai Adraee mengunggah video di media sosial yang menuduh Anas sebagai anggota sayap militer Hamas. Tuduhan itu langsung dibantah tegas oleh Al Jazeera, yang menyebutnya tidak berdasar dan bagian dari upaya sistematis untuk membungkam jurnalis Palestina.
Pengamat media dan kelompok hak asasi manusia menilai, tuduhan seperti ini bukanlah hal baru. "Sejak perang meletus pada Oktober 2023, Israel secara rutin melabeli jurnalis Palestina sebagai anggota Hamas," kata seorang analis media Timur Tengah. "Tujuannya jelas: mendiskreditkan liputan yang mengungkap pelanggaran di lapangan."
Rekam Jejak Kelam: Jurnalis Jadi Target
Data yang dihimpun organisasi kebebasan pers menunjukkan, sejak dimulainya pemboman Israel di Gaza, lebih dari 200 wartawan dan pekerja media telah terbunuh. Jumlah ini mencakup jurnalis dari berbagai media, termasuk beberapa anggota Al Jazeera dan keluarga mereka.
Serangan terbaru ini menambah daftar panjang tragedi yang menimpa jurnalis di Gaza wilayah yang kini menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi pekerja media.
Kesaksian di Lokasi
Seorang warga yang berada di dekat RS al-Shifa menceritakan momen mengerikan itu. "Ledakannya sangat besar, tenda itu langsung terbakar. Kami berlari, tapi api terlalu cepat menyebar. Anas dan yang lain tidak sempat diselamatkan," ujarnya dengan suara bergetar.
Beberapa menit setelah serangan, ambulans dan tim medis setempat tiba di lokasi. Namun, kondisi medan yang penuh puing dan serpihan logam membuat evakuasi berlangsung sulit.
Seruan untuk Akuntabilitas
Organisasi internasional seperti Reporters Without Borders dan Committee to Protect Journalists segera mengeluarkan pernyataan mengutuk serangan ini. Mereka mendesak dilakukannya penyelidikan independen, menegaskan bahwa serangan terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional.
Bagi banyak orang di Gaza, kematian Anas adalah simbol penderitaan yang dialami seluruh rakyat Palestina mereka yang setiap hari hidup di bawah ancaman serangan, dan mereka yang berjuang agar dunia mengetahui kebenaran di balik blokade dan perang.
(Mond/Reuters)
#AgresiIsrael #Internasional