Baju Kering di Badan, Nyawa Taruhan Demi Pasien: Kisah Inspiratif Bidan Dona Menembus Derasnya Sungai Pasaman
Sosok bidan Dona yang seberangi sungai untuk membantu warga di Pasaman. Foto: Dok. Pribadi
D'On, Pasaman, Sumatera Barat — Di sudut pelosok Kabupaten Pasaman, seorang perempuan paruh baya membuktikan bahwa profesi bidan bukan sekadar pekerjaan. Ia adalah panggilan hati. Di tengah terpaan arus sungai yang deras dan kondisi medan yang sulit dijangkau, Bidan Dona Oktavia (46 tahun) berenang melawan derasnya Sungai Batang Pasoman demi satu tujuan mulia: menyelamatkan nyawa pasiennya.
Kisah heroik ini terjadi pada Jumat pagi, 1 Agustus 2025, di Kenagarian Cubadak Barat, Kecamatan Duo Koto, Pasaman. Dona, yang berdinas di Puskesmas Simpang Tonang, menerima telepon dari keluarga pasien sekitar pukul 10.00 WIB. Seorang warga di pedalaman Cubadak Barat jatuh sakit dan sangat membutuhkan pertolongan medis.
Tanpa pikir panjang, Dona bersiap. Ia menempuh perjalanan sepanjang 26 kilometer dari kediamannya di Jorong Setia, Nagari Simpang Tonang Selatan. Medan berbukit dan jalan berbatu bukan hal baru baginya, tapi hari itu rintangan jauh lebih berat: jembatan yang biasa digunakan untuk menyeberang ke lokasi pasien putus total akibat arus deras.
Berenang Demi Nurani
Dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak ada akses untuk menyeberang, Dona berdiri di bibir Sungai Batang Pasoman, memandangi air coklat pekat yang berputar deras. Di seberang, keluarga pasien sudah menunggunya dengan tatapan cemas dan penuh harap.
“Saya sempat ragu, tapi ini soal nurani,” ujar Dona, mengenang keputusan besar yang ia ambil hari itu.
Ia melepaskan jas hujan yang ia kenakan dan membungkus tasnya agar tidak basah. Lalu, dengan tekad bulat, ia melangkah ke dalam sungai. Tanpa alat bantu, Dona berenang menantang arus, hanya berbekal kekuatan tubuh dan keyakinan.
Video rekaman perjuangannya, yang diambil oleh keluarga pasien, memperlihatkan tubuh Dona yang kecil melawan derasnya arus air. Pakaian yang dikenakan basah total, menempel di tubuh, namun Dona tidak gentar. Setiap gerakan tangannya membawa harapan. Setiap ayunan kaki, menyuarakan dedikasi.

Bidan Dona bertaruh nyawa seberangi sungai untuk membantu warga di Pasaman. Foto: Dok. Istimewa
"Tidak Ada Pilihan Lain. Harus Berenang."

"Ada warga yang membutuhkan. Tidak ada pilihan lain selain menyeberang. Dilarang pun, saya tetap harus berenang," ungkapnya lirih.
Setelah beberapa menit berjuang, akhirnya ia berhasil tiba di seberang. Tubuhnya menggigil, pakaian basah kuyup, namun senyum lega menyambutnya dari keluarga pasien. Dona hanya membawa pakaian yang melekat di tubuh. Tak ada pakaian ganti, tak ada jaket hangat, hanya niat tulus untuk menolong.
"Sesampainya di rumah pasien, saya tetap melanjutkan pemeriksaan. Walau basah dan dingin, tapi saya yakin Allah menolong. Saya tidak merasa kedinginan, baju ini kering di badan karena panas tubuh sendiri," tutur Dona.
Baru pada pukul 18.30 WIB ia kembali ke rumah dan bisa mengganti pakaiannya yang kotor oleh air sungai.
Rp 400 Ribu untuk Ongkos Ojek
Kisah Dona tak hanya soal menantang maut, tapi juga soal pengorbanan materi. Untuk mencapai lokasi itu, ia harus menggunakan jasa ojek lokal, satu-satunya moda transportasi yang bisa menembus jalanan terjal dan berlumpur.
Biayanya? Rp 400 ribu pulang pergi. Uang yang tak sedikit bagi seorang tenaga medis daerah, tapi Dona menganggap itu bagian dari tugasnya.
"Karena jaraknya jauh dan medannya berat, tarif ojek pun tinggi. Tapi saya sudah biasa. Ini bagian dari pengabdian," katanya ringan.
Dedikasi Sejak 1999
Bidan Dona bukan nama baru di wilayah Simpang Tonang. Sejak 1999, ia sudah mengabdi sebagai bidan di pedalaman Pasaman. Di usia 46 tahun, semangatnya tetap menyala. Panggilan darurat jam 12 malam pun diladeninya.
“Saya sering dipanggil warga, bahkan tengah malam. Kalau ada yang butuh, ya saya datangi. Meski hujan, meski gelap. Saya tahu mereka tidak punya pilihan lain selain saya,” ungkapnya.
Lebih dari Sekadar Profesi
Apa yang dilakukan Dona mencerminkan makna sejati dari pengabdian. Di saat banyak orang berbondong-bondong mengejar kenyamanan, ia memilih jalur yang berbeda: jalur yang berat, sepi, dan penuh risiko. Tapi di sanalah ia menemukan makna hidupnya.
“Bidan itu bukan hanya soal mengobati, tapi menyentuh hati manusia. Kalau kita punya empati, maka kita tahu bahwa satu langkah kecil kita bisa jadi sangat berarti bagi orang lain,” katanya dengan mata berkaca.
Inspirasi untuk Negeri
Kisah Dona menampar kesadaran banyak pihak: bahwa di pelosok negeri, masih ada pahlawan tanpa sorotan kamera. Sosok seperti Dona, yang mungkin tidak viral setiap hari, tapi setiap harinya menyelamatkan nyawa.
Di tengah dunia yang sering kali sibuk memuja kemewahan, Dona membuktikan bahwa kemanusiaan dan dedikasi adalah nilai yang tak ternilai. Ia adalah contoh nyata bahwa kebaikan, jika lahir dari hati, akan selalu menemukan jalannya.
"Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?" Bidan Dona
(*)
#KisahInspiratif #PotretNegeri #BidanDona #Pasaman #SumateraBarat