Breaking News

KPK Bongkar Modus Licik Rekayasa e-Katalog dalam Kasus Jalan Sumut: Celah Korupsi di Sistem Digital Terkuak!

Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock

D'On, Jakarta –
Sistem e-katalog selama ini digadang-gadang sebagai benteng transparansi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain. Kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara baru-baru ini justru mengungkap sisi gelap dari sistem digital tersebut yang ternyata masih bisa dijebol oleh praktik kongkalikong licik antara oknum pejabat dan pengusaha nakal.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak tinggal diam. Melalui juru bicaranya, Budi Prasetyo, KPK menyatakan bahwa pihaknya sudah sejak lama mewaspadai potensi manipulasi dalam sistem e-katalog. Meski berbasis digital, ternyata masih banyak ruang abu-abu yang dimanfaatkan untuk mempermainkan proses lelang dan pengadaan.

“Pada aspek pencegahan, KPK melalui fungsi koordinasi dan supervisi terus melakukan pendampingan dan pengawasan kepada pemerintah daerah. Kami menggunakan instrumen Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) untuk memastikan tata kelola perencanaan, penganggaran, dan pengadaan berjalan sesuai aturan,” tegas Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (4/7).

Budi juga mengajak masyarakat untuk tidak tinggal diam. KPK, katanya, membuka kanal pengaduan bagi publik yang menemukan indikasi praktik korupsi, termasuk dalam pengadaan berbasis e-katalog. Pengawasan publik, menurutnya, menjadi kunci untuk menutup celah permainan kotor yang selama ini membelit sistem.

OTT Sumut: Dua Proyek Raksasa, Dua Dunia yang Terhubung Uang Suap

Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada Kamis (26/6). Tak tanggung-tanggung, OTT ini membongkar dua kasus sekaligus, semuanya terkait dengan proyek infrastruktur jalan bernilai ratusan miliar rupiah.

Proyek pertama berasal dari Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, sementara proyek kedua berasal dari Satker PJN Wilayah 1 Sumut. Jika dijumlah, kedua proyek ini memiliki nilai fantastis: Rp 231,8 miliar.

Dalam operasi senyap itu, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Tiga orang dari unsur penyelenggara negara, dua dari kalangan swasta.

Tersangka penerima suap:

  • Topan Obaja Putra Ginting – Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut
  • Rasuli Efendi Siregar – Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut
  • Heliyanto – PPK Satker PJN Wilayah 1 Sumut

Tersangka pemberi suap:

  • M. Akhirun Efendi Siregar – Direktur Utama PT DNG
  • M. Rayhan Dulasmi Pilang – Direktur PT RN

Modus Halus, Uang Tunai, dan Sistem yang Disulap

Menurut temuan awal KPK, Akhirun dan Rayhan sebagai pengusaha swasta menyuap para pejabat tersebut agar perusahaannya bisa “menang tender” dua proyek jalan bergengsi tersebut. Namun, cara yang digunakan bukan sekadar amplop di bawah meja melainkan manipulasi langsung pada sistem e-katalog.

Topan, Rasuli, dan Heliyanto diduga mengatur agar hanya perusahaan milik Akhirun dan Rayhan yang bisa menang, dengan menyusupkan spesifikasi, kriteria, dan pengaturan teknis lainnya dalam sistem digital tersebut. Singkatnya, proyek lelang ini hanya formalitas—pemenangnya sudah ditentukan sejak awal.

Dalam OTT itu, KPK mengamankan enam orang dan menyita uang tunai Rp 231 juta, bagian dari total komitmen fee sebesar Rp 2 miliar yang disepakati. Uang tersebut diyakini akan dibagi-bagikan oleh kedua kontraktor kepada para pejabat sebagai “balas jasa” atas proyek yang sudah mereka menangkan.

Peringatan KPK: e-Katalog Bukan Taman Bermain Koruptor

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi anggapan bahwa sistem digital selalu steril dari korupsi. KPK dengan tegas menyampaikan bahwa e-katalog hanya akan seefektif integritas orang-orang yang menjalankannya.

“Sistem bisa canggih, tapi kalau manusianya busuk, hasilnya tetap saja busuk,” kata seorang penyidik internal yang enggan disebutkan namanya.

KPK berjanji akan terus mengusut tuntas praktik korupsi semacam ini. Namun, publik juga diminta untuk tidak pasif. Setiap mata dan telinga masyarakat dibutuhkan untuk memantau jalannya proyek-proyek pemerintah yang dibiayai dari uang rakyat.

Catatan Kritis: Saatnya Evaluasi Total e-Katalog!

Kasus Sumut ini menunjukkan bahwa rekayasa sistem pengadaan berbasis digital adalah realitas yang harus dihadapi dengan tegas. Proses evaluasi, pengawasan independen, dan keterlibatan publik harus diperkuat. Jika tidak, sistem e-katalog hanya akan menjadi kamuflase bagi korupsi model baru lebih halus, lebih licik, dan lebih sulit terdeteksi.

Kini, saatnya pemerintah dan masyarakat bertanya bersama:

Apakah sistem kita benar-benar kebal korupsi, atau hanya tampak seperti itu di permukaan?

(Mond)

#EKatalog #KPK #Korupsi