Breaking News

Guncangan di Tubuh Bhayangkara: Tujuh Polisi Nunukan Terjerat Narkoba, Kapolri Tegas: Pecat dan Pidanakan!

Kapolri Listyo Sigit Prabowo berpidato saat Panen Raya Jagung Serentak Kuartal II dan Pelepasan Ekspor Jagung di Bangkeyang, Kalimantan Barat, Kamis (6/5/2025). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden

D'On, Jakarta –
Institusi Polri kembali diterpa gelombang besar. Tujuh orang anggota polisi dari Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, diamankan oleh tim dari Bareskrim Polri. Mereka bukan ditangkap karena berjasa dalam pengungkapan kasus, melainkan justru terlibat dalam jaringan peredaran narkotika sebuah ironi kelam bagi aparat penegak hukum.

Penangkapan dilakukan pada Rabu, 9 Juli 2025, di wilayah Aji Kuning, Pulau Sebatik daerah perbatasan yang selama ini dikenal sebagai salah satu titik rawan penyelundupan narkoba lintas negara. Yang mengejutkan, salah satu dari tujuh polisi yang ditangkap adalah Iptu SH, yang menjabat sebagai Kasat Reserse Narkoba Polres Nunukan. Enam lainnya belum diungkap identitasnya secara resmi, namun kuat dugaan mereka berasal dari satuan yang berbeda-beda di lingkungan Polres Nunukan.

Kapolri Bicara Tegas: “Pecat dan Pidanakan!”

Menanggapi penangkapan yang mencoreng institusi Bhayangkara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo angkat bicara. Di hadapan awak media saat ditemui di Indonesia Arena, Jakarta Pusat, Kamis (11/7), ia menegaskan bahwa tak akan ada toleransi terhadap anggota kepolisian yang terlibat kasus narkoba, terlebih jika sudah terbukti secara hukum.

“Dari dulu kita tidak pernah berubah kita konsisten. Siapa pun anggota yang terbukti melanggar, maka proses hukum harus berjalan. Pecat dan pidanakan. Itu sudah jelas dan prinsip ini tetap berlaku sampai hari ini,” tegas Listyo.

Pernyataan keras ini mempertegas komitmen Polri dalam merawat marwah institusi yang belakangan kerap mendapat sorotan tajam dari masyarakat akibat ulah segelintir oknum.

Noda Ganda: Dugaan Pembunuhan di Gili Trawangan

Namun badai belum usai. Kapolri juga menyinggung kasus lain yang tak kalah menyita perhatian: kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat, yang diduga kuat dibunuh oleh dua perwira polisinya sendiri Kompol I Made Yogi Putusan Utama dan Ipda Haris Candra.

Peristiwa ini terjadi pada 16 April 2025 lalu, di sebuah vila saat mereka sedang menggelar pesta pribadi. Dari hasil penyelidikan, Brigadir Nurhadi diduga tewas bukan karena kecelakaan atau bunuh diri, melainkan karena kekerasan yang disengaja. Kedua atasannya, yang seharusnya menjadi pelindung dan pembina, justru ditetapkan sebagai tersangka utama.

Selain keduanya, pihak kepolisian juga menetapkan seorang perempuan bernama Misri, teman dekat Kompol Yogi, yang turut berada di lokasi kejadian saat tragedi berlangsung.

Kapolri memastikan bahwa pendekatan yang sama juga diterapkan dalam kasus ini.

“Ya, saya kira sama. Bila terbukti terlibat dalam pembunuhan, maka harus disanksi tegas. Tidak ada yang kebal hukum,” ujar Jenderal Listyo Sigit.

Krisis Moral di Tubuh Polisi: Perlu Pembenahan Menyeluruh

Dua kasus besar ini seolah menampar wajah institusi kepolisian di tengah upaya reformasi dan perbaikan citra yang terus digembar-gemborkan. Ketika aparat justru menjadi pelaku kejahatan baik sebagai pengguna dan penyelundup narkoba, atau bahkan pelaku kekerasan terhadap sesama anggota pertanyaan besar mengemuka: di mana celah pengawasan? Di mana peran pembinaan internal?

Dampaknya tak main-main. Selain merusak kepercayaan publik, ini juga menggerus moral internal institusi yang sejatinya mengandalkan soliditas dan integritas dalam menjalankan tugas.

Sejumlah pengamat dan aktivis antikorupsi menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pembinaan personel di tubuh Polri. Mulai dari rekrutmen, promosi jabatan, hingga sistem pengawasan dan sanksi internal.

Harapan dan Peringatan

Dua tragedi besar ini menjadi alarm keras bagi institusi kepolisian bahwa kepercayaan publik bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja, melainkan harus terus-menerus dirawat dan dibuktikan. Dan untuk itu, sikap tegas Kapolri sangat penting: bukan sekadar demi penegakan hukum, tetapi juga sebagai pesan simbolik bahwa tidak ada tempat bagi oknum yang merusak kehormatan seragam Bhayangkara.

Kini publik menanti: apakah proses hukum benar-benar akan berjalan tanpa pandang bulu? Atau akan ada lagi lembar kelabu yang tertutup rapat oleh institusi?

(Mond)

#Polri #OknumPolisiEdarkanNarkoba #Polisi