Benarkah Tanah Tak Bersertifikat Akan Diambil Negara Mulai 2026? Ini Klarifikasi Lengkap dari Kementerian ATR/BPN
Ilustrasi
D'On, Jakarta — Kabar mengejutkan belakangan ini beredar luas di masyarakat: tanah yang belum memiliki sertifikat disebut-sebut bakal diambil alih oleh negara mulai tahun 2026. Isu tersebut meresahkan banyak pemilik tanah, terutama mereka yang masih memegang surat-surat lama seperti girik, verponding, atau letter C. Namun, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan tegas membantah klaim tersebut dan menjelaskan duduk perkaranya secara rinci.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat, 4 Juli 2025, di Jakarta, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN, Asnaedi, memberikan klarifikasi langsung terkait isu tersebut. Menurutnya, informasi yang menyatakan bahwa tanah girik yang tidak didaftarkan hingga tahun 2026 akan otomatis diambil negara adalah tidak benar dan menyesatkan.
“Jadi informasi terkait tanah girik yang tidak didaftarkan hingga 2026 nanti tanahnya akan diambil negara itu tidak benar,” tegas Asnaedi.
Girik dan Surat Lama Bukan Bukti Kepemilikan, Tapi Bisa Jadi Petunjuk Hak
Asnaedi menjelaskan bahwa sejak awal keberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), dokumen seperti girik, verponding, maupun letter C tidak dianggap sebagai alat bukti kepemilikan tanah yang sah di mata hukum negara. Namun, surat-surat tersebut tetap memiliki nilai sebagai petunjuk historis atas adanya penguasaan atau hak adat atas sebidang tanah.
“Bekas hak lama seperti girik itu memang bukan bukti kepemilikan yang sah, tapi bisa dijadikan dasar untuk melakukan pengakuan hak, penegasan hak, dan konversi menjadi hak atas tanah sesuai ketentuan yang berlaku,” lanjutnya.
Negara Tidak Merampas Tanah, Tapi Mendorong Legalitas Melalui Sertifikasi
Pemerintah, melalui Kementerian ATR/BPN, tidak memiliki kebijakan untuk melakukan perampasan terhadap tanah-tanah yang belum bersertifikat. Jika seseorang masih menguasai tanah secara fisik dan memiliki girik atau dokumen pendukung lainnya, maka penguasaan tersebut tetap diakui.
“Kalau tanahnya ada, giriknya ada, dan orang tersebut memang menguasai tanah itu secara nyata, maka tidak ada ceritanya negara akan serta-merta mengambil alih,” ujar Asnaedi menepis kekhawatiran publik.
Apa yang Terjadi pada 2026? Mengapa Tahun Ini Jadi Sorotan?
Pusat kekhawatiran masyarakat tampaknya bersumber dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, khususnya Pasal 96, yang mengatur tentang kewajiban pendaftaran tanah bekas milik adat dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak PP tersebut diundangkan. Artinya, batas waktu pendaftaran berakhir pada tahun 2026.
Namun perlu dicatat, ketentuan dalam PP ini bukan berarti bahwa tanah yang tidak terdaftar secara otomatis akan menjadi milik negara. Tujuan utama dari aturan ini adalah untuk mendorong masyarakat agar segera mendaftarkan tanahnya dan memperoleh sertifikat hak atas tanah, sebagai bentuk kepastian hukum atas kepemilikan.
Mendorong Kepastian Hukum dan Perlindungan Hak Masyarakat
Kementerian ATR/BPN menegaskan bahwa sertifikasi tanah bukan hanya sebatas administrasi, melainkan bagian dari strategi besar nasional dalam menciptakan tertib agraria dan mencegah konflik pertanahan. Melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), pemerintah telah memfasilitasi masyarakat untuk mendaftarkan tanah mereka secara lebih mudah, cepat, dan murah.
“Kami mengimbau masyarakat agar segera mendaftarkan tanahnya, baik yang masih menggunakan girik maupun bukti lama lainnya. Ini demi melindungi hak mereka sendiri. Kalau sudah bersertifikat, maka secara hukum tanah itu tak bisa diganggu gugat,” pungkas Asnaedi.
Kesimpulan: Tidak Ada Perampasan, Tapi Ada Kewajiban untuk Mendaftarkan
Bagi Anda yang masih memiliki tanah dengan status girik, verponding, atau letter C, tidak perlu panik. Tanah Anda tidak serta-merta akan diambil oleh negara pada tahun 2026. Namun, ada tanggung jawab hukum untuk segera mendaftarkan tanah tersebut agar sah secara legal dan terhindar dari persoalan di masa depan.
Langkah ini bukan bentuk ancaman, melainkan bagian dari upaya pemerintah menciptakan sistem pertanahan yang tertib, adil, dan berpihak pada kepastian hak warga negara.
(Mond)
#KementerianATR/BPN #Nasional