Tragedi Sunat Laser di Jambi: Bocah 9 Tahun Alami Luka Parah, 5 Kali Dioperasi dan Trauma Berkepanjangan
Ilustrasi sunat. Foto: Shutterstock
D'On, Kerinci, Jambi – Di balik keceriaan bocah usia 9 tahun yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan bermain dan belajar, kini tersimpan luka mendalam, baik secara fisik maupun psikis. Bocah kelas 5 SD dari Desa Sangir, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi, menjadi korban malpraktik prosedur sunat dengan metode laser yang berujung tragis. Alat kelaminnya nyaris terpotong habis.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada Oktober 2024 lalu, di sebuah klinik praktik mandiri yang belakangan diketahui tidak memiliki izin operasional yang lengkap. Sunat yang semula dianggap sebagai prosedur biasa dan rutin, berubah menjadi mimpi buruk bagi keluarga korban.
Meringis Kesakitan, Kesulitan Buang Air Kecil
Sejak kejadian itu, sang anak mengalami kesulitan luar biasa untuk buang air kecil. Setiap kali mencoba, dia hanya mampu meringis menahan nyeri. Trauma yang dialaminya tak hanya menyakitkan secara jasmani, tetapi juga merenggut keceriaannya sebagai anak-anak.
“Ia tak bisa pipis dengan normal, bahkan hanya untuk ke kamar mandi pun ia ketakutan. Kami tak kuat melihatnya menahan sakit seperti itu setiap hari,” tutur sang ibu, Dian Tiara, dengan suara bergetar saat diwawancarai.
Lima Kali Melewati Meja Operasi
Menyadari kondisi anaknya yang kian memburuk, keluarga segera merujuk korban ke RSUP Dr. M. Djamil Padang di Sumatera Barat, rumah sakit rujukan utama di wilayah itu. Di sana, tim dokter langsung mengambil tindakan medis untuk menghentikan pendarahan hebat dan menyelamatkan saluran kemih yang telah rusak.
Operasi demi operasi pun dilakukan. Total lima kali sang anak harus menjalani prosedur bedah, mulai dari pembuatan ulang saluran kencing hingga rekonstruksi jaringan yang rusak.
"Operasi pertama dilakukan tanggal 21 Oktober. Dokter berusaha membentuk kembali kepala dan saluran kencingnya. Sejak itu, anak saya harus dirawat secara intensif dan menjalani prosedur lanjutan hingga operasi kelima," ujar Tiara.
Kini, sang anak masih menjalani pemulihan dan rawat jalan. Tim medis rutin memantau kondisinya, tetapi masa depan kesehatannya masih bergantung pada waktu dan proses penyembuhan jangka panjang.
Janji Klinik yang Tak Ditepati
Pasca kejadian, pihak keluarga sempat melakukan mediasi dengan klinik tempat sunat dilakukan. Dalam kesepakatan awal, klinik berjanji akan menanggung seluruh biaya pengobatan. Namun, janji itu hanya bertahan seumur jagung.
"Awalnya mereka bertanggung jawab, tapi setelah operasi kedua, mereka mulai lepas tangan. Mereka hanya bantu ongkos transportasi, itu pun tak mencukupi," jelas Tiara dengan nada kecewa.
Merasa dikhianati, keluarga korban akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah hukum. "Kami sudah cukup bersabar. Karena mereka melanggar perjanjian, kami akhirnya membuat laporan ke polisi," tambahnya.
Laporan Polisi dan Penyelidikan Berjalan
Kasus ini pun kini memasuki proses hukum. KBO Reskrim Polres Kerinci, Ipda M. Sahri, membenarkan adanya laporan dari pihak keluarga korban. "Sudah kami terima laporannya, dan saat ini penyelidikan masih berjalan. Nanti hasilnya akan kami sampaikan kepada publik," katanya singkat.
Izin Klinik Dicabut, Petugas Khitan Akan Diperiksa
Menanggapi kasus ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Kerinci bergerak cepat. Kepala Dinas, Hermendizal, menyatakan pihaknya telah mencabut izin praktik mandiri klinik tersebut karena dugaan pelanggaran prosedur medis yang fatal.
"Kami juga sudah bersurat ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP untuk mencabut izin operasionalnya. Fokus utama kami saat ini adalah penyembuhan korban," kata Hermendizal.
Ia menambahkan, petugas medis yang melakukan prosedur khitan akan diperiksa setelah proses perawatan korban selesai. “Kami tak akan menutup mata. Semua akan diproses sesuai aturan hukum dan etika medis,” ujarnya.
Sunat Bukan Sekadar Tradisi – Ketelitian dan Legalitas Harus Diutamakan
Tragedi ini menjadi pelajaran pahit bagi banyak orang tua di Indonesia. Sunat atau khitan, yang lazim dilakukan sebagai tradisi keagamaan dan kesehatan, ternyata bisa menjadi petaka jika dilakukan tanpa keahlian dan prosedur yang sesuai.
Pemerintah daerah, otoritas medis, serta masyarakat luas kini ditantang untuk lebih selektif dalam memilih layanan kesehatan. Legalitas klinik, kompetensi tenaga medis, dan pengawasan praktik kesehatan harus ditegakkan agar kejadian memilukan seperti ini tak terulang kembali.
Di sudut rumah sederhana di Kayu Aro, seorang bocah kini mencoba bangkit dari rasa sakit dan trauma. Ia tidak hanya kehilangan bagian tubuh yang penting, tetapi juga sebagian dari masa kecilnya. Sementara itu, perjuangan sang ibu belum usai dari meja rumah sakit ke meja hukum, ia terus mencari keadilan.
(K)
#Sunat #Peristiwa