Tragedi Diksar Unila: Pratama Wijaya Tewas Disiksa, Dipaksa Minum Spiritus oleh Senior Mapala
Mahasiswa Unila yang Tewas Disiksa saat Diksar Mapala Dipaksa Minum Spiritus
D'On, Bandar Lampung — Duka mendalam menyelimuti keluarga besar Universitas Lampung (Unila), khususnya di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Seorang mahasiswa baru, Pratama Wijaya Kusuma, jurusan Bisnis Digital angkatan 2024, meregang nyawa dalam kondisi mengenaskan setelah mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel). Ia diduga kuat menjadi korban kekerasan brutal oleh para seniornya bukan hanya dipukuli, tapi juga dipaksa meminum cairan beracun: spiritus.
Kisah tragis ini terungkap ke publik setelah kuasa hukum keluarga korban, Icen Amsterly, menyampaikan pernyataan resmi usai mendatangi Mapolda Lampung pada Kamis (5/6/2025). Dalam keterangannya, Icen menyebutkan bahwa Pratama mengalami kekerasan fisik dan psikis selama mengikuti Diksar yang berlangsung pada 11-14 November 2024 lalu.
"Berdasarkan keterangan dari lima peserta lain yang turut mengikuti Diksar, Pratama adalah satu-satunya yang dipaksa meminum cairan spiritus oleh para seniornya," ungkap Icen dengan nada tegas.
Kelima rekan Pratama yang selamat dari Diksar tersebut juga mengaku mendapat perlakuan kasar. Namun, hanya Pratama yang menjadi korban kekerasan paling ekstrem hingga berujung maut. Penyiksaan yang dialaminya berlangsung selama beberapa hari di lokasi pelatihan yang terisolasi dari pengawasan pihak kampus.
Dari Pelatihan Menjadi Petaka
Diksar, yang semestinya menjadi wadah pembinaan karakter, keberanian, dan kecintaan terhadap lingkungan, justru berubah menjadi ajang kekerasan fisik dan mental. Kegiatan yang digelar oleh organisasi Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) tersebut dilakukan jauh dari kampus, di lokasi yang belum disebutkan secara resmi.
Pada hari terakhir pelatihan, Pratama mulai menunjukkan gejala kesehatan yang mengkhawatirkan. Tubuhnya melemah, pernapasannya terganggu, dan ia mengalami nyeri hebat. Setelah dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis, Pratama sempat mendapatkan perawatan intensif. Namun sayang, nyawanya tak tertolong. Ia dinyatakan meninggal dunia pada Senin, 28 April 2025.
Kematian Pratama bukanlah insiden biasa. Luka-luka di tubuhnya, serta adanya dugaan konsumsi cairan beracun, memperkuat asumsi bahwa ini adalah tindak pidana penganiayaan berat.
Upaya Keadilan: Keluarga Tempuh Jalur Hukum
Tak terima anaknya tewas secara mengenaskan, keluarga Pratama segera melaporkan kejadian ini ke Polda Lampung. Proses hukum pun mulai bergulir. Kedatangan kuasa hukum ke Mapolda hari ini adalah untuk menyerahkan bukti tambahan yang dikumpulkan dari lapangan dan hasil investigasi keluarga.
"Kami memiliki bukti-bukti baru yang akan memperkuat dugaan tindak pidana dalam kegiatan Diksar ini. Bukti tersebut hari ini kami serahkan langsung kepada penyidik," tambah Icen.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya mendorong aparat kepolisian untuk segera menangkap dan mengadili para pelaku, termasuk penanggung jawab organisasi yang lalai dalam mengawasi kegiatan tersebut.
Panggilan Moral untuk Kampus dan Masyarakat
Kematian Pratama mengundang keprihatinan luas dari masyarakat, aktivis pendidikan, hingga para alumni. Banyak yang mempertanyakan lemahnya pengawasan dari pihak universitas terhadap organisasi mahasiswa, khususnya kegiatan ekstrakurikuler yang berisiko tinggi.
Tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa praktik kekerasan dalam balutan “pembinaan” atau “tradisi organisasi” bukan hanya keliru, tapi juga bisa berujung maut. Diksar seharusnya tidak menjadi ajang adu kekuatan atau kekuasaan, melainkan tempat menanamkan nilai kemanusiaan dan solidaritas.
Kini, publik menanti: Apakah keadilan akan ditegakkan? Apakah nyawa Pratama akan dihargai dengan pengungkapan kebenaran dan hukuman setimpal bagi para pelaku?
Yang jelas, Pratama Wijaya Kusuma bukan sekadar angka statistik. Ia adalah anak, sahabat, dan mahasiswa penuh harapan yang masa depannya direnggut secara keji di tempat yang seharusnya membentuk karakter, bukan membunuhnya.
Catatan: Jika Anda atau siapa pun mengetahui praktik kekerasan dalam organisasi kampus, jangan ragu untuk melaporkannya. Diam adalah bentuk pembiaran. Satu suara bisa menyelamatkan nyawa.
(Mond)
#DiksarUnila #Kekerasan #Spritus