Breaking News

Pakar Forensik Kritik Klaim Ijazah Jokowi Asli: “Identik Bukan Berarti Autentik”

Sosok Rismon Hasiholan Sianipar yang Masih Berani Tuding Jokowi Pakai Ijazah Palsu, Padahal Pihak UGM Telah Memberikan Klarifikasi. Tudingan Rismon Sianipar ini pun kembali viral di media sosial sejak Maret 2025. (Istimewa)

D'On, Jakarta
Polemik keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat setelah pernyataan Bareskrim Polri yang menyatakan ijazah tersebut identik dengan dokumen pembanding. Namun, ahli digital forensik Rismon Sianipar angkat bicara dan memberikan catatan kritis yang mengundang perhatian publik.

Dalam sebuah siniar di kanal YouTube milik Refly Harun yang tayang Sabtu, 24 Mei 2025, Rismon menyampaikan pandangannya terhadap hasil penyelidikan Bareskrim Polri terkait ijazah Presiden Ketujuh RI. Menurutnya, istilah “identik” yang digunakan oleh penyidik tidak otomatis bermakna “asli” atau “autentik”.

“Kalau autentik itu artinya asli. Tapi kalau identik, ya hanya sebatas sama. Dua objek bisa saja terlihat identik, tetapi belum tentu keduanya asli. Pertanyaannya, apakah objek pembanding itu sudah teruji keasliannya?” tegas Rismon.

Ia menekankan bahwa dalam ranah ilmiah dan forensik, sebuah dokumen hanya dapat disebut autentik bila telah melalui serangkaian uji keaslian, mulai dari analisis kertas, tinta, hingga metode pencetakan. Pernyataan Rismon ini secara tidak langsung mengkritik kesimpulan yang disampaikan oleh Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, yang sebelumnya menyebut ijazah Jokowi “identik” dengan dokumen pembanding.

Transparansi Pembanding Dipertanyakan

Lebih lanjut, Rismon mempertanyakan siapa saja yang menjadi pembanding dalam uji keaslian tersebut. Ia menegaskan bahwa untuk mencapai kesimpulan yang kredibel, Bareskrim seharusnya membuka data secara transparan: dari mana ijazah pembanding itu berasal, dan apakah dokumen itu telah diuji secara ilmiah.

“Kalau uji statistik, maka harus dilakukan secara acak (random sampling), bukan membandingkan dengan dokumen milik orang-orang yang dekat dengan Pak Jokowi. Itu bisa menimbulkan bias,” ujarnya.

Rismon juga mengungkap bahwa timnya telah melakukan uji ilmiah secara independen terhadap dokumen yang diklaim sebagai ijazah milik Jokowi. Metode yang digunakan mencakup analisis usia kertas, jenis dan umur tinta, serta teknologi cetak yang digunakan pada periode tersebut.

“Uji Identik” Tak Cukup Membuktikan Keaslian

Menurut Rismon, hasil pemeriksaan Bareskrim hanya menunjukkan bahwa ijazah Jokowi dan pembandingnya “identik”—tapi tidak membuktikan bahwa keduanya berasal dari sumber yang autentik. Dengan kata lain, kemiripan tersebut tak cukup untuk menyimpulkan bahwa dokumen tersebut benar-benar asli.

“Kesimpulan berdasarkan uji identik hanya menunjukkan kesamaan, bukan keaslian. Jadi tidak bisa serta-merta mengatakan ijazah itu asli,” ujar Rismon.

Penyelidikan Dihentikan, Publik Bertanya-tanya

Sebelumnya, Bareskrim Polri menyatakan menghentikan penyelidikan atas laporan dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi yang diajukan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Alasannya, tidak ditemukan adanya unsur pidana.

“Kami sudah melakukan penyelidikan. Namun, dari fakta-fakta yang ada, tidak ditemukan peristiwa pidana, sehingga penyidikan kami hentikan,” ujar Brigjen Djuhandhani dalam konferensi pers, Kamis 21 Mei 2025.

Ia menjelaskan bahwa pihak kepolisian telah memeriksa berbagai pihak dalam kasus ini, mulai dari pelapor, alumni Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1982–1988, hingga pihak SMA 6 Surakarta tempat Jokowi bersekolah.

13 Lokasi Penyelidikan, Uji Forensik Dilakukan

Bareskrim juga melakukan penyelidikan menyeluruh ke 13 lokasi berbeda. Beberapa di antaranya termasuk Rektorat dan Fakultas Kehutanan UGM, Perpustakaan UGM, Jogja Library Center, SMA Negeri 6 Surakarta, serta beberapa instansi pemerintah seperti KPU Surakarta, KPU DKI, dan Kementerian Pendidikan.

Uji laboratorium forensik pun dilakukan terhadap berbagai aspek dokumen: jenis dan bahan kertas, pengaman dokumen, tinta tulisan tangan, stempel cap, hingga tanda tangan dari dekan dan rektor.

“Dari hasil penelitian, antara ijazah dan pembandingnya dinyatakan identik. Artinya berasal dari satu produk yang sama,” kata Djuhandhani.

Namun, bagi Rismon, hasil tersebut belum cukup kuat jika belum disertai dengan uji autentikasi terhadap pembandingnya.

Kesimpulan: Bukan Soal Siapa, Tapi Soal Metodologi

Pernyataan Rismon menggarisbawahi pentingnya pendekatan ilmiah dan independen dalam menyelidiki dokumen resmi negara. Dalam konteks hukum dan kepercayaan publik, keaslian sebuah dokumen tidak boleh hanya ditentukan dari kesamaan dengan pembanding, tetapi dari validitas ilmiah pembanding itu sendiri.

Kasus ini pun membuka perdebatan yang lebih besar: bukan sekadar soal dokumen, melainkan tentang standar keilmuan, integritas penyelidikan, dan transparansi lembaga penegak hukum.

(*)

#RismonSianipar #IjazahJokowi #Nasional