Breaking News

MK Wajibkan Sekolah Dasar Negeri dan Swasta Gratis: Kemenangan Sejarah bagi Pendidikan Indonesia

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, Kamis (29/2/2024).ANTARA FOTO

D'On, Jakarta
 – Mahkamah Konstitusi (MK) membuat gebrakan besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Melalui putusan penting yang dibacakan pada Selasa (27/5), MK menyatakan bahwa pendidikan dasar di Indonesia termasuk SD, SMP, dan madrasah atau yang sederajat harus diselenggarakan secara gratis, tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta.

Putusan ini merupakan hasil uji materi atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga orang ibu rumah tangga: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Mereka menuntut keadilan dalam pembiayaan pendidikan dasar yang selama ini dianggap diskriminatif.

Ketua MK, Suhartoyo, yang membacakan amar putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024, menyampaikan bahwa pemerintah baik pusat maupun daerah wajib menjamin pelaksanaan wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, termasuk di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, alias swasta.

"Menyatakan Pasal 34 Ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin wajib belajar tanpa pungutan biaya di semua satuan pendidikan dasar," tegas Suhartoyo, Selasa (27/5/2025).

Menghapus Diskriminasi Lama

Menurut Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, pasal dalam UU Sisdiknas yang diuji tersebut selama ini hanya diterapkan untuk sekolah negeri. Akibatnya, anak-anak yang bersekolah di sekolah swasta baik karena pilihan maupun keterpaksaan akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri tidak memperoleh hak yang sama atas pendidikan gratis.

MK menilai situasi ini menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi dalam akses pendidikan dasar. Negara dianggap telah lalai memenuhi kewajibannya untuk menyediakan layanan pendidikan dasar yang setara dan adil bagi seluruh warga negara.

Makna Baru UU Sisdiknas

Dalam amar putusan itu, MK secara eksplisit mengubah makna dari Pasal 34 Ayat 2 menjadi sebagai berikut:

"Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat."

Perubahan makna ini bukan sekadar formalitas hukum. Ini adalah pergeseran paradigma besar yang menempatkan hak atas pendidikan sebagai kewajiban mutlak negara, tanpa lagi membedakan latar belakang penyelenggara pendidikan.

Respons dan Harapan Masyarakat

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebut keputusan MK ini sebagai tonggak sejarah bagi keadilan pendidikan di Indonesia.

"Hari ini adalah hari bersejarah bagi pendidikan Indonesia! MK telah menunjukkan keberanian dan kebijaksanaan dalam menafsirkan konstitusi untuk keadilan pendidikan," ujar Ubaid.

Menurut Ubaid, putusan ini menjadi pintu masuk untuk menghapus diskriminasi biaya pendidikan yang selama ini membebani jutaan keluarga Indonesia, terutama yang terpaksa menyekolahkan anaknya di sekolah swasta karena sekolah negeri sudah penuh.

Ia juga menegaskan bahwa putusan ini menjadi pengingat penting bahwa alokasi 20 persen anggaran pendidikan dari APBN dan APBD harus benar-benar difokuskan pada pembiayaan pendidikan dasar tanpa pungutan, di semua jenis sekolah.

Langkah Selanjutnya: Sosialisasi dan Pengawasan

JPPI mendesak pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk segera melakukan:

  1. Sosialisasi masif kepada masyarakat, orang tua, dan pihak sekolah tentang implikasi hukum dari putusan MK ini.
  2. Optimalisasi anggaran pendidikan, dengan prioritas pada pembiayaan operasional sekolah, tunjangan guru, serta penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar gratis.
  3. Penghentian praktik pungutan liar, baik di sekolah negeri maupun swasta. JPPI juga meminta agar pemerintah memberikan sanksi tegas bagi siapa pun yang masih melanggar ketentuan ini.

"Putusan ini bukan akhir, tapi awal dari perjuangan panjang untuk memastikan tidak ada lagi anak Indonesia yang tertinggal hanya karena tidak mampu membayar biaya pendidikan," pungkas Ubaid.

Akhir dari Ketimpangan?

Putusan MK ini bisa menjadi landasan revolusioner dalam pembangunan pendidikan nasional. Namun pelaksanaannya akan sangat bergantung pada komitmen politik, pengawasan publik, dan ketegasan pemerintah dalam menegakkan keadilan sosial di dunia pendidikan.

Kini, semua mata tertuju pada pemerintah: akankah mereka menjalankan amanat konstitusi dan amanah rakyat untuk menjadikan pendidikan dasar benar-benar milik semua anak bangsa, tanpa kecuali dan tanpa biaya?

(Mond)

#Pendidikan #PutusanMK #MahkamahKonstitusi #Nasional #SekolahGratis