Menggali Semangat Hardiknas 2025: Mengenang Para Pelopor Pendidikan Indonesia yang Mengubah Arah Bangsa
Ki Hadjar Dewantara. (Commons Wikimedia/Istimewa)
Dirgantaraonline - “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua” tema Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 ini bukan sekadar seruan seremonial. Ia adalah pengingat bahwa pendidikan bukan hanya soal angka-angka kelulusan atau kurikulum yang silih berganti, melainkan perjuangan kolektif yang telah dan terus diperjuangkan oleh banyak tokoh besar demi masa depan bangsa.
Sejarah pendidikan Indonesia dipahat oleh para pelopor yang berani melawan arus ketidakadilan, menghadirkan harapan lewat ilmu, dan menanamkan semangat kemerdekaan dalam dunia pembelajaran. Mereka bukan sekadar pendidik, tapi juga pejuang sosial, pembaharu sistem, dan pemikir besar yang percaya bahwa pendidikan adalah jalan paling damai untuk merevolusi bangsa.
Berikut adalah lima tokoh pendidikan yang bukan hanya layak dikenang, tapi juga patut dijadikan sumber inspirasi dalam membentuk wajah pendidikan Indonesia hari ini dan masa depan.
1. Ki Hadjar Dewantara: Guru Bangsa, Pemantik Kesadaran Kolektif
Nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara adalah simbol utama dalam gerakan pendidikan nasional. Di tengah tirani kolonial yang membatasi pendidikan hanya untuk kaum elite, ia mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922. Lembaga ini membuka akses pendidikan bagi rakyat biasa, menjadikannya sebagai tonggak awal lahirnya sistem pendidikan yang merakyat.
Namun lebih dari sekadar pendiri sekolah, Ki Hadjar adalah seorang filsuf pendidikan. Gagasannya tentang pembelajaran yang membebaskan tercermin dalam prinsip legendaris: "Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani." Ia percaya pendidikan bukan alat penjinakan, tapi pembebasan. Di tangan Ki Hadjar, guru bukan penguasa, tapi pembimbing spiritual dan moral.
Hari lahirnya, 2 Mei, kini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional bukti betapa dalam pengaruhnya terhadap arah pendidikan bangsa.
2. RA Kartini: Pelopor Emansipasi dan Pendidikan Perempuan
Dalam suasana feodal yang menindas hak-hak perempuan, terutama dalam hal pendidikan, Raden Ajeng Kartini berdiri sebagai suara pembebasan. Melalui surat-suratnya kepada sahabat pena di Belanda, Kartini memprotes keras ketidakadilan sistem sosial yang membelenggu perempuan pada ruang domestik dan kebodohan.
Kartini bukan hanya pemimpi, ia juga pelaksana ide. Ia mendirikan Sekolah Kartini di Jepara, sebagai bentuk perlawanan nyata terhadap ketimpangan gender dalam pendidikan. Meski usianya singkat, pikirannya melampaui zamannya.
Tulisan-tulisannya, yang kemudian dibukukan dalam Habis Gelap Terbitlah Terang, menjadi manifestasi semangat pendidikan yang memanusiakan dan memberdayakan. Hingga kini, perjuangannya terus menginspirasi gerakan literasi dan kesetaraan gender di tanah air.
3. Ki Sarmidi Mangunsarkoro: Arsitek Pendidikan Pasca-Kemerdekaan
Di tengah transisi besar bangsa Indonesia dari kolonialisme menuju kemerdekaan, Ki Sarmidi Mangunsarkoro memainkan peran kunci sebagai perumus sistem pendidikan nasional. Ia menjabat Menteri Pendidikan tahun 1949–1950, dan di masa singkat itu, ia meletakkan fondasi penting bagi arah pendidikan Indonesia yang berkarakter kebangsaan.
Ki Sarmidi tidak hanya mendorong kurikulum yang merefleksikan nilai-nilai nasionalisme dan budaya lokal, tapi juga memperjuangkan pemerataan pendidikan lewat pendirian sekolah rakyat. Ia adalah pendidik dengan idealisme tinggi yang meyakini bahwa pendidikan adalah alat pembebasan, bukan sekadar transmisi pengetahuan.
Pemikirannya masih relevan: bahwa pendidikan harus menanamkan kecintaan pada bangsa, kebebasan berpikir, dan kesadaran sosial nilai-nilai yang kini semakin penting di tengah arus globalisasi.
4. Buya Hamka: Ulama Cendekia, Penulis, dan Pendidik Karakter
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau lebih dikenal sebagai Buya Hamka, adalah figur multidimensi dalam sejarah pemikiran dan pendidikan Indonesia. Sebagai ulama, ia memiliki pemahaman mendalam terhadap ilmu agama. Namun, yang membedakannya adalah kemampuannya menjembatani antara nilai-nilai Islam dan pemikiran modern dalam dunia pendidikan.
Ia menjadi rektor Universitas Islam Jakarta dan menghasilkan karya-karya monumental seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang bukan hanya novel, tapi juga refleksi sosial dan pendidikan karakter. Bagi Buya Hamka, pendidikan adalah proses penyucian akal dan jiwa, bukan sekadar pencapaian akademik.
Ceramah-ceramahnya menggugah, tulisannya menyentuh hati, dan keteladanannya menjadi model integritas seorang pendidik. Ia mewariskan prinsip bahwa pendidikan harus menumbuhkan iman, akal sehat, dan kepekaan sosial secara seimbang.
5. Soedjatmoko: Visioner Pendidikan dan Pembangunan Berkelanjutan
Soedjatmoko tokoh intelektual, diplomat, dan pemikir kebijakan publik mungkin tak seterkenal Ki Hadjar, tapi kontribusinya terhadap pendidikan tinggi di Indonesia dan dunia sangatlah besar. Ia merupakan rektor Universitas PBB di Tokyo dan dikenal sebagai arsitek pemikiran tentang hubungan erat antara pendidikan, pembangunan, dan demokrasi.
Soedjatmoko menekankan pentingnya pendidikan yang tidak hanya mencetak tenaga kerja, tetapi juga membangun kesadaran kritis warga negara. Ia mengadvokasi model pendidikan yang holistik, humanistik, dan berpihak pada keadilan sosial nilai-nilai yang kini menjadi pilar penting dalam reformasi pendidikan global.
Pemikirannya sangat futuristik, jauh sebelum isu-isu seperti keberlanjutan, multikulturalisme, dan pemerataan pendidikan menjadi arus utama.
Menghidupkan Warisan, Melanjutkan Perjuangan
Memperingati Hardiknas bukan sekadar mengibarkan bendera di sekolah atau menyanyikan lagu wajib. Ini adalah momen refleksi: sudah sejauh mana kita melanjutkan warisan para pelopor tersebut? Apakah pendidikan hari ini benar-benar membuka jalan bagi setiap anak bangsa untuk bermimpi dan mewujudkannya?
Kelima tokoh ini mengajarkan satu hal penting: pendidikan bukan soal masa lalu, tapi tentang bagaimana membentuk masa depan. Maka, dalam semangat Hardiknas 2025, mari jadikan cita-cita mereka sebagai kompas untuk membangun sistem pendidikan yang inklusif, adil, dan bermutu untuk semua.
(Mond)
#TokohPendidikanIndonesia #Nasional #HariPendidikanNasional