Breaking News

Gibran Dinilai Tak Penuhi Kriteria Wapres: Kritik Tajam Mantan Kasal dan Seruan Purnawirawan TNI

Gibran Rakabuming Raka

D'On, Jakarta
Di tengah hangatnya dinamika politik pasca pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, suara kritis datang dari kalangan purnawirawan militer. Salah satunya dari Laksamana TNI (Purn.) Slamet Soebijanto, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, yang secara tegas menyatakan bahwa Gibran tak memenuhi kriteria sebagai seorang negarawan, apalagi wakil presiden.

“Jelas saya menginginkan wakil presiden yang terbaik. Bukan sembarangan, karena kita ini bangsa besar,” ujar Slamet saat ditemui seusai mengisi diskusi publik di Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Mei 2025.

Pernyataan tersebut bukan sekadar opini pribadi. Slamet adalah satu dari sekian banyak purnawirawan yang tergabung dalam Forum Purnawirawan Prajurit TNI, sebuah kelompok yang baru-baru ini mengguncang panggung politik dengan deklarasi sikap terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurut Slamet, penempatan Gibran di posisi strategis sebagai wakil presiden adalah sesuatu yang janggal, bahkan mencederai prinsip-prinsip dasar kenegaraan.

“Pemimpin harus beriman, berilmu, adil, dan beradab—itulah nilai-nilai Pancasila yang menjadi acuan kita. Kalau tidak punya itu, kasihan bangsa ini,” ucapnya tajam.

Lebih jauh, Slamet menilai posisi wakil presiden saat ini lahir dari ketentuan hukum yang keliru dan proses politik yang menyimpang. Ia menyoroti Gibran sebagai sosok muda yang dinilainya belum memiliki kapasitas dan rekam jejak kenegaraan yang matang. “Negara ini bukan ladang eksperimen politik,” imbuhnya.

Seruan Pemakzulan dan Respons Tegas Relawan Prabowo-Gibran

Tak berhenti di kritik verbal, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga melontarkan delapan butir tuntutan kepada pemerintahan yang baru berjalan ini, salah satunya adalah desakan agar Gibran dicopot dari jabatannya. Tuntutan itu dibacakan secara resmi oleh Mayjen TNI (Purn.) Soenarko pada 17 April 2025.

Menurut Soenarko, pelanggaran terhadap hukum beracara di Mahkamah Konstitusi saat proses pencalonan Gibran menjadi alasan utama desakan pemakzulan. Ia menilai pembiaran terhadap pelanggaran ini menciptakan preseden buruk bagi integritas hukum dan demokrasi Indonesia.

"Bangsa ini sedang dihadapkan pada ujian. Kalau hukum bisa dipermainkan, maka fondasi negara akan goyah," tegas Soenarko.

Deklarasi tersebut ditandatangani oleh ratusan purnawirawan dari berbagai matra militer: 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Bahkan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno turut memberikan dukungan.

Namun, suara berseberangan datang dari kubu relawan. Sekretaris Jenderal Barisan Relawan Jokowi Presiden (BARA JP), Relly Reagan, mengecam tuntutan itu dan menyebutnya sebagai upaya provokatif yang tidak berdasar.

“Tuntutan ini tidak masuk akal dan hanya memperkeruh situasi politik nasional. Kami meminta forum purnawirawan menghormati konstitusi,” kata Reagan dalam keterangannya pada Jumat, 2 Mei 2025.

Ia menegaskan bahwa Gibran sah secara hukum, merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 serta keputusan Komisi Pemilihan Umum. “Prabowo-Gibran sudah sah dan konstitusional. Tidak ada dasar hukum kuat untuk memakzulkan wakil presiden,” tegasnya.


Presiden Tak Bisa Campur Tangan: Penjelasan Wiranto

Polemik ini rupanya juga sampai ke telinga Istana. Jenderal TNI (Purn.) Wiranto, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, menyampaikan bahwa Presiden Prabowo tidak akan gegabah dalam menanggapi tuntutan purnawirawan.

Menurutnya, delapan butir tuntutan tersebut adalah isu-isu fundamental yang harus dikaji secara serius, namun demikian, keputusan mencopot wakil presiden bukanlah kewenangan eksekutif.

“Presiden tidak bisa menanggapi usulan yang berada di luar domain kekuasaannya. Urusan seperti ini harus melalui mekanisme hukum dan konstitusi yang berlaku,” ujar Wiranto di Istana Kepresidenan, Kamis, 24 April 2025.

Konflik Elit dan Ujian Demokrasi

Kritik tajam terhadap Gibran dan seruan pemakzulan yang datang dari kalangan purnawirawan menunjukkan bahwa dinamika politik Indonesia pasca-pemilu belum sepenuhnya stabil. Ada kekhawatiran bahwa konflik ini akan memperdalam polarisasi di masyarakat, terutama di tengah keraguan terhadap legitimasi proses pemilu dan kinerja lembaga peradilan.

Kini, publik menanti bagaimana pemerintahan Prabowo-Gibran merespons tantangan ini apakah mampu menunjukkan kepemimpinan yang inklusif dan konstitusional, atau justru terseret dalam konflik legitimasi yang berkepanjangan.

(*)

#Politik #Nasional #PemakzulanGibran