Drama Hukum Korupsi Tol Padang-Pekanbaru Jilid II: Hakim Tolak Eksepsi 9 Terdakwa, Korupsi Rp 27 Miliar Tetap Diusut
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar, M. Rasyid
D'On, Padang – Babak baru drama hukum proyek jalan tol Padang–Pekanbaru jilid II kembali menyita perhatian publik. Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Padang, Kamis (8/5), majelis hakim secara tegas menolak seluruh eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh sembilan terdakwa kasus mega korupsi tersebut.
Sidang ini menjadi lanjutan dari skandal besar yang mengguncang ranah pertanahan Sumatera Barat, yang menyeret dua Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta sembilan warga sipil yang sebelumnya menerima ganti rugi pembebasan lahan proyek jalan tol. Audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumbar mengungkap, kerugian negara dalam kasus ini mencapai angka fantastis: Rp 27 miliar.
Eksepsi Ditolak, Sidang Lanjut ke Pokok Perkara
Sembilan dari sebelas terdakwa berupaya membatalkan proses hukum terhadap mereka melalui pengajuan eksepsi. Namun majelis hakim tak bergeming. Putusan sela menyatakan bahwa eksepsi tersebut tidak berdasar hukum dan persidangan akan dilanjutkan ke pokok perkara.
“Sidang selanjutnya akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi pada Kamis (15/5),” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar, M. Rasyid, Senin (12/5).
Dua terdakwa lainnya, yakni M. Nur dan Syamsir, memilih untuk tidak mengajukan eksepsi dan menyatakan kesiapan mengikuti proses hukum selanjutnya.
Para terdakwa didakwa dengan pasal berlapis. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumbar menjerat mereka dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan subsider mencantumkan Pasal 3 dengan pasal-pasal serupa.
Skema Korupsi Terstruktur: Proyek di Atas Aset Pemerintah
Kasus ini bermula dari proses pengadaan lahan untuk pembangunan Jalan Tol Padang–Pekanbaru, tepatnya di seksi Kapalo Hilalang–Sicincin–Lubukalung–Padang, Kabupaten Padangpariaman, sepanjang tahun 2020–2021.
Saat itu, SF, yang menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah BPN Sumbar sekaligus Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T), diduga secara sadar tetap memproses pembayaran ganti rugi lahan yang sejatinya merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten Padangpariaman. Proses pembayaran tetap dijalankan meskipun pada Februari dan Maret 2021 telah ada pemberitahuan resmi dari Asisten III Pemkab Padangpariaman bahwa lahan tersebut adalah milik pemerintah daerah.
Dalam prosesnya, SF membentuk dua satuan tugas Satgas A dan Satgas B yang bekerja bersama YH, anggota P2T sekaligus Kepala Bidang Pengadaan Tanah di Kanwil BPN Sumbar. Dengan otoritas tersebut, mereka menjalankan proses pembayaran lahan kepada pihak-pihak yang sebenarnya tidak berhak.
Dua Ditahan di Rutan, Sembilan Ditahan Kota
Kejati Sumbar telah menetapkan total 12 tersangka dalam kasus ini. Sayangnya, satu tersangka berinisial B telah meninggal dunia. Sementara itu, sebelas orang lainnya menghadapi proses hukum, termasuk SF dan YH yang kini ditahan di Rumah Tahanan Kelas II B Padang selama 20 hari.
“Penahanan dilakukan untuk mencegah potensi melarikan diri, menghilangkan alat bukti, atau mengulangi perbuatan,” jelas Asisten Intelijen Kejati Sumbar, Efendi Eka Putra.
Sementara sembilan tersangka lainnya menjalani penahanan kota. Kejati menilai mereka bersikap kooperatif sejak pemanggilan pertama pada 17 Oktober 2024, dan diharapkan bisa membantu dalam upaya pengembalian kerugian negara.
Kerugian Negara dan Aliran Dana Ganti Rugi
Menurut hasil audit BPKP, negara dirugikan hingga Rp 27 miliar. Dari jumlah itu, sekitar Rp 9 miliar mengalir ke kantong 10 penerima ganti rugi yang seharusnya tidak berhak menerima sepeser pun.
Modus yang digunakan tergolong klasik namun efektif: lahan negara diklaim sebagai milik pribadi dan diproses untuk mendapatkan ganti rugi dalam proyek infrastruktur strategis nasional. Tak hanya melibatkan oknum pejabat, masyarakat sipil pun terlibat aktif, menjadikan korupsi ini sebagai skema yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Catatan Redaksi:
Sidang kasus ini akan menjadi indikator penting dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor pengadaan lahan dan pembangunan infrastruktur nasional. Proyek strategis pemerintah harus bebas dari praktik kotor yang hanya menguntungkan segelintir orang, sementara negara dan masyarakat luas harus menanggung akibatnya.
(Mond)
#KorupsiTolPadangPekanbaru #Korupsi #Hukum