Denda Setengah Miliar dan Sanksi Penonton: FIFA Hukum PSSI Atas Nyanyian Diskriminatif Suporter di GBK
Suporter Indonesia di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (15/11). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
D'On, Jakarta - Insiden diskriminatif di Stadion Gelora Bung Karno saat laga Indonesia kontra Bahrain pada 25 Maret 2025 berbuntut panjang. Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) resmi menjatuhkan sanksi berat kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), menyusul laporan pelanggaran serius yang dilakukan sebagian suporter Timnas Indonesia. Tak hanya denda ratusan juta rupiah, FIFA juga membatasi kehadiran suporter di pertandingan berikutnya.
Diskriminasi yang Berujung Petaka
Kejadian bermula pada babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, ketika Timnas Indonesia menjamu Bahrain di kandang sendiri. Menit ke-80 menjadi titik panas, saat sekelompok sekitar 200 suporter di sektor 19 GBK meneriakkan slogan yang mengandung unsur xenofobia terhadap tim lawan. Insiden itu tidak luput dari pantauan delegasi FIFA yang hadir, dan kemudian menjadi pokok dalam laporan resmi mereka.
Menurut anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, FIFA menyimpulkan bahwa chant tersebut mengandung unsur diskriminasi yang tidak bisa ditoleransi dalam dunia sepak bola modern. Lokasi insiden juga tak lepas dari sorotan: sektor utara dan selatan GBK, dua titik panas yang selama ini dikenal sebagai basis dari kelompok suporter fanatik La Grande Indonesia dan Ultras Garuda.
Dua Sanksi Berat dari FIFA
Atas pelanggaran tersebut, FIFA menjatuhkan dua sanksi tegas kepada PSSI:
-
Denda Finansial
FIFA menjatuhkan denda senilai lebih dari Rp 400 juta kepada PSSI. Ini merupakan bentuk tanggung jawab federasi nasional atas perilaku suporternya yang dinilai mencoreng semangat fair play dan inklusivitas yang dijunjung tinggi FIFA. -
Pembatasan Penonton di Laga Selanjutnya
Untuk laga kandang selanjutnya melawan China pada 5 Juni 2025, FIFA memerintahkan agar 15 persen dari total kapasitas kursi ditutup. Fokus utamanya adalah pada tribune belakang gawang sektor utara dan selatan tempat terjadinya pelanggaran.
Solusi Alternatif: Bukan Ditutup Total, Tapi Diisi Komunitas Khusus
Namun, FIFA masih memberikan secercah harapan. Kursi yang dibatasi tersebut tidak harus benar-benar kosong. FIFA memberikan opsi: kursi-kursi itu bisa diisi oleh kelompok-kelompok tertentu yang dinilai mendukung kampanye antidiskriminasi. Termasuk di dalamnya adalah komunitas pelajar, perempuan, keluarga, atau organisasi yang mendukung toleransi dan inklusivitas di stadion.
"Jadi bukan berarti stadion akan kosong di 15 persen itu. Tapi PSSI harus mengajukan rencana pengaturan tempat duduk kepada FIFA paling lambat 10 hari sebelum pertandingan. Rencana itu harus menunjukkan siapa saja yang akan menempati sektor tersebut,” jelas Arya Sinulingga dalam pernyataan resminya pada Minggu (11/5).
Peringatan Tegas dan Momentum Perubahan
Sanksi ini menjadi pengingat keras bagi komunitas sepak bola Indonesia. Sepak bola bukan hanya soal menang dan kalah, tetapi juga soal nilai-nilai universal yang dibawa ke dalam lapangan hijau: saling menghormati, toleransi, dan sportivitas. Teriakan diskriminatif, sekeras apapun semangat dukungan yang ingin disuarakan, telah melewati batas yang ditetapkan oleh FIFA.
Lebih dari sekadar hukuman, momen ini harus menjadi titik refleksi dan perubahan. PSSI kini memikul tanggung jawab besar, bukan hanya untuk memastikan pertandingan Timnas berjalan lancar, tetapi juga untuk membentuk budaya suporter yang lebih sehat dan inklusif ke depan.
(Mond)
#FIFA #PSSI #Sepakbola #Olahraga