Amarah Bupati Mentawai Meledak di Tengah Laut: Kapal Pesiar Diduga Langgar Aturan Pajak Surfing
Viral, Bupati Mentawai mengamuk di Kapal Pesiar berisi turis asing (Foto: Ist)
D'On, Mentawai, Sumatera Barat – Suasana tenang perairan Mentawai mendadak berubah tegang ketika Bupati Kepulauan Mentawai, Rinto Wardana Samaloisa, naik pitam dan mengamuk di atas sebuah kapal pesiar yang mengangkut turis asing. Kejadian yang berlangsung pada Kamis, 8 Mei 2025 ini terekam dalam video berdurasi 65 detik yang diunggah ke akun Facebook pribadi milik Rinto (RWS) pada keesokan harinya, Jumat 9 Mei 2025, dan langsung viral di jagat maya.
Dalam video itu, Rinto tampak marah besar. Suaranya lantang, wajahnya tegang. Ia menuntut kru kapal untuk segera menyerahkan dokumen kapal serta paspor para turis asing yang berada di atas kapal berinisial “D”. Namun, permintaannya tak segera dipenuhi.
“Kamu saya perintahkan mengambil paspor. Ini sudah batas kesabaran saya. Sekarang… sekarang!!!” teriak Rinto dalam video tersebut.
Reaksi Bupati itu bukan tanpa alasan. Ia menduga kapal tersebut melanggar aturan daerah karena membawa turis tanpa membayar surf tax dan tanpa kelengkapan surat-menyurat. Lebih lanjut, dalam video juga tertulis keterangan bahwa kapal tersebut berasal dari Padang dan mengangkut turis-turis yang berselancar di ombak Mentawai tanpa menyetor sepeser pun pajak kepada pemerintah daerah.
Berawal dari Aspirasi Warga
Menurut Juru Bicara Bupati Mentawai, Hendri Saleleubaja, kejadian ini berawal dari kegiatan sosialisasi pembangunan jalan antardusun di Desa Sinakak, Kecamatan Pagai Selatan. Daerah ini hanya bisa diakses lewat laut, dan dalam dialog dengan warga, mencuat laporan bahwa sejumlah kapal wisatawan kerap datang ke wilayah mereka tanpa kejelasan legalitas.
“Warga resah karena kapal-kapal itu datang dan pergi sesuka hati. Tidak jelas apakah mereka membayar pajak atau tidak. Maka bupati langsung memutuskan melakukan inspeksi mendadak (sidak),” jelas Hendri.
Dalam sidak tersebut, ditemukan tiga kapal turis di sekitar lokasi surfing. Dua kapal pertama kooperatif mereka menunjukkan bukti pembayaran surf tax dan dokumen lengkap. Namun kapal ketiga, yakni Kapal D, justru menimbulkan kecurigaan.
Kapten kapal tidak bisa menunjukkan dokumen pembayaran pajak, bahkan diduga mencoba menghubungi pihak lain untuk "bernegosiasi" dengan bupati. Situasi semakin panas ketika awak kapal menolak menunjukkan paspor turis dengan dalih "masih diimigrasi", lalu malah menjemput turis yang sedang berselancar alih-alih memenuhi permintaan Bupati.
Buku Laut Disita, Pajak Akhirnya Dibayar
Karena merasa dipermainkan dan tidak dihormati, Bupati akhirnya memerintahkan penyitaan buku laut kapal sebagai jaminan sambil menunggu klarifikasi lebih lanjut di Sikakap. Tak lama kemudian, pihak kapal akhirnya membayar surf tax sebesar Rp20 juta—setara dengan sepuluh turis asing yang melakukan aktivitas selancar di Mentawai.
Menurut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, setiap turis yang ingin menikmati ombak Mentawai wajib membayar pajak sebesar Rp2 juta untuk durasi 15 hari.
“Uang itu sudah kami terima dan akan segera disetor ke kas daerah,” ujar Hendri.
Kebijakan Akan Dirombak, Surfing Area Jadi Zona Eksklusif
Insiden ini membuka mata pemerintah daerah akan adanya celah dalam pengawasan turisme laut. Menurut Hendri, Bupati Rinto sedang mengkaji ulang Perda terkait pariwisata, khususnya tentang sistem pemungutan pajak surfing.
Salah satu wacana yang kini digodok adalah menurunkan pajak gelang dari Rp2 juta menjadi Rp500 ribu untuk turis biasa, sedangkan surfer akan dikenai tarif tambahan saat memasuki spot surfing tertentu.
“Nantinya, kawasan surfing akan ditetapkan sebagai zona eksklusif yang dijaga Satgas khusus. Setiap kapal yang membawa surfer akan diawasi langsung di lokasi. Pembayaran pajak dilakukan di tempat, dengan tarif masuk spot yang sedang dikaji kisaran Rp500 ribu hingga Rp1 juta untuk durasi maksimal tiga jam,” lanjut Hendri.
Langkah ini diambil demi keadilan bagi semua pihak dan demi menjaga wibawa daerah. Apalagi, selama ini banyak turis mengeluhkan perlakuan tidak konsisten, seperti pengusiran dari spot terkenal seperti Macaronis karena belum bayar pajak.
“Kami akan tertibkan semua itu. Mentawai terbuka untuk wisatawan, tapi harus adil. Semua wajib patuh pada aturan,” tegas Rinto, menutup polemik yang tengah ramai diperbincangkan publik.
(Mond)
#Viral #TaxSurf #Mentawai #Peristiwa #BupatiMentawaiNgamuk