Breaking News

Marzuki Alie: AD ART 2020 Injak-injak Kader, Demokrasi Disumbat

D'On, Jakarta,- Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Marzuki Alie mengulas kelemahan dari AD ART Partai Demokrat hasil Kongres V 2020. Menurutnya, AD ART tersebut injak-injak kader. Mereka bisa mudah dipecat bahkan sang ketua umum juga bisa dipecat.

Marzuki Alie menyoroti wewenang sangat besar Majelis Tinggi partai yang diatur dalam AD ART hasil Kongres 2020 itu.

Injak-injak kader

Marzuki Alie mengulas kelemahan AD ART Partai Demokrat hasil Kongres V 2020 dalam cuitannya di media sosial lho. Menurutnya wewenang Majelis Tinggi dan Ketua Umum begitu besar. Namun wewenang Majelis Tinggi lebih kuat dan besar.

Nah kelemahan ini banyak kalangan internal Partai Demokrat versi AHY nggak ngeh gitu, kata Marzuki Alie begitu.

“Banyak kader tidak menyadari bhw dg AD/ART 2020, kewenangan mereka sdh diambil alih oleh Ketum dan Ketua MT,”jelas Marzuki berkicau di Twitter, Minggu 14 Maret 2021.

Kewenangan besar Majelis Tinggi mengalahkan ruang ekspresi bagi kader. Marzuki Alie menuliskan, nasib kader Partai Demokrat bisa dikatakan tergantung pada Majelis Tinggi ini. Malahan Marzuki Alie menilai dengan wewenang Majelis Tinggi itu, Partai Demokrat menjalankan AD ART yang nggak tak menjalankan semangat demokrasi.

"Artinya setiap saat mereka (kader) bisa dipecat tanpa melalui proses hukum. Demokrasi sdh disumbat, hak azazi kader sdh diinjak injak. Termasuk dpp bisa dipecat oleh Ketum,” jelasnya.

Cacat AD ART 2020

Kepala Komunikasi Publik Partai Demokrat kubu Moeldoko, Razman Arif Nasution sebelumya mengulas cacat Partai Demokrat hasil Kongres Jakarta setahun lalu.

Selain cacat politis, Razman mengatakan ada cacat yuridis.

“Bahwa AD ART Partai Demokrat yang dikeluarkan pada Kongres 2020 yang menetapkan AHY adalah melanggar ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik pasal 5, 23 dan 32,” jelas Razman.

Dalam pasal-pasal tersebut diatur ketentuan pengambilan keputusan tertinggi parpol adalah dalam Munas, Kongres atau Muktamar sesuai dengan nama parpol. Dalam hal Partai Demokrat, keputusan tertinggi adalah Kongres. Tapi Razman menyoroti ketentuan mahkamah partai dari Partai Demokrat sesuai AD ART hasil Kongres 2020.

Dalam aturan itu, kewenangan mahkamah partai hanya bersifat rekomendasi kepada ketua umum, sedangkan ketentuan pasal 20 UU Parpol yang dimaksud, mahkamah partai fungsinya menyelesaikan perselisihan dan dalam hal masih terjadi perselisihan maka forumnya adalah UU Parpol dan PTUN.

Razman juga menyoal kewenangan mahkamah partai sesuai Kongres 2020 yang hanya bersifat rekomendasi ke ketua umum. Padahal pada pasal 32 UU Parpol, diatur keputusan mahkamah partai bersifat final mengikat di internal dalam hal terjadi perselisihan berkaitan dengan kepengurusan. Pria yang berlatar pengacara ini juga menyinggung soal kekuasaan yang sebenarnya di Partai Demokrat AHY adalah pada posisi Majelis Tinggi Partai. Padahal kan, jelas Razman, sesuai UU keputusan tertinggi parpol ada pada Kongres.

“Dari penjelasan ini, perlu saya tegaskan bahwa di dalam AD ART mereka mencantumkan pada pasal 17 soal Majelis Tinggi Partai, padahal forum tertinggi parpol adalah Kongres, Munas atau Muktamar. Pasal 17 majelis tinggi adalah badan betugas pengambilan keputusan yang strategis. Majelis Tinggi berwewenang mengambil keputusan strategis pada poin F, penyelesaian sengketa antarlembaga di internal. Apabila tak dapat diselesaikan oleh mahkamah partai,” jelasnya.

Kekuasaan wewenang majelis Tinggi Partai pun berada di atas Ketua Umum. Maka Razman menilai ada sesuai yang salah di Demokrat, harusnya kan Ketua Umum yang dipilih di Kongres yang harusnya berkuasa, bukan Majelis Tinggi.

“Tapi di AD ART disebut dalam hal menjalankan roda organisasi, keputusan strategis ada di Majelis Tinggi, maka lengkaplah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh apa yang mereka produk di Kongres 2020,” jelasnya.


(Hops)