MH, Pelajar Korban Bullying SMPN 19, Meninggal Dunia Setelah Berjuang Melawan Luka di Kepala

Ilustrasi Bully di Sekolah
D'On, Tangerang Selatan - Tangerang Selatan kembali berduka. MH (13), pelajar kelas 1 SMP Negeri 19 Tangerang Selatan yang sebelumnya dilaporkan menjadi korban dugaan perundungan (bullying) berat, akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada Minggu dini hari, (16/11/2025). Kabar memilukan ini dikonfirmasi langsung oleh Ketua RT setempat, Markum, yang sejak awal mengikuti perkembangan kondisi MH.
Dengan suara berat dan penuh rasa kehilangan, Markum menyampaikan kabar duka itu kepada warga.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah meninggal dunia pada hari ini Ananda MH, siswa SMP Negeri 19. Pada malam tadi dipanggil oleh Allah SWT,” ujar Markum, Ketua RT 011/09 Ciater, Serpong, Tangerang Selatan.
Menurut Markum, MH memang telah lama berjuang menghadapi luka serius yang dialaminya. Ia membenarkan bahwa MH merupakan korban perundungan yang terjadi di lingkungan sekolahnya.
“Iya, (MH) korban bullying,” ucapnya singkat, namun penuh penegasan.
Dugaan Kekerasan Brutal di Dalam Kelas
Kisah tragis ini bermula pada Senin, 20 Oktober 2025. Di ruang kelas, saat kegiatan sekolah berjalan seperti biasa, MH diduga dipukul menggunakan kursi besi oleh salah satu teman sekelasnya. Pukulan itu mengarah ke bagian kepala dan menyebabkan luka parah.
Namun yang lebih memilukan, kejadian itu tidak langsung terungkap. MH memilih memendam rasa sakit tanpa menceritakannya kepada keluarga. Baru sehari kemudian, ketika rasa nyeri sudah tak tertahankan, ia mengadu kepada kakaknya, Rizky Fauzi.
Rizky kemudian menyampaikan kondisi adiknya melalui pesan langsung ke akun media sosial @tangsel_update. Dalam laporannya, ia menggambarkan penderitaan adiknya dengan kata-kata yang mengguncang nurani:
“Sehari setelah kejadian baru ngadu ke keluarga karena sudah tidak kuat menahan sakit di kepala.”
Keadaan MH kian memburuk. Dari hari ke hari, keluarganya menyaksikan kondisi fisik MH merosot drastis:
- sulit berjalan
- tubuh melemah
- penglihatan kabur
- sering pingsan
- dan kehilangan nafsu makan
“Sekarang kondisinya sangat memprihatinkan,” ungkap Rizky saat itu, penuh kecemasan.
Pertolongan yang Setengah Hati dan Minimnya Respons Sekolah
Keluarga sempat menyebut bahwa pelaku atau orang tua pelaku pada awalnya bersedia menanggung seluruh biaya pengobatan MH. Namun komitmen itu tidak bertahan lama. Di tengah memburuknya kondisi korban, bantuan tersebut disebut terhenti, menyisakan keluarga MH untuk berjuang sendiri.
Lebih mengecewakan lagi, pihak sekolah dinilai tidak mengambil peran aktif dalam menangani kasus serius ini. Keluarga menyebut tidak ada langkah konkret maupun dukungan penuh dari pihak sekolah, padahal kasus terjadi di lingkungan mereka, melibatkan siswa mereka, dan berkaitan dengan keamanan anak didik mereka.
Situasi ini memicu perhatian publik dan aktivis pendidikan. Salah satunya datang dari Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan (KMP) Tangerang Raya.
Kritik Keras untuk Pemerintah Daerah: “Tidak Bisa Hanya Mediasi”
Rizal Lujaman, perwakilan KMP, menyampaikan kritik tegas terhadap pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan. Ia menilai pendekatan mediasi saja tidak cukup dalam kasus perundungan yang sudah mengarah pada kekerasan fisik berat.
“Bullying yang berdampak pada luka fisik dan trauma psikis harus dianggap serius. Pemerintah tidak boleh berhenti pada mediasi. Harus ada pemulihan bagi korban dan pembinaan untuk pelaku yang dilakukan secara profesional,” tegasnya pada Senin (10/11/2025).
Rizal menilai bahwa lemahnya penanganan awal justru membuat kasus semakin membesar hingga merenggut nyawa seorang anak. Ia menyerukan agar ada reformasi serius dalam mekanisme perlindungan siswa di sekolah.
Duka yang Menyisakan Pertanyaan Besar
Kepergian MH menyisakan luka mendalam bagi keluarga, teman, dan masyarakat sekitar. Di balik kesedihan itu, muncul sederet pertanyaan yang kini menuntut jawaban:
- Bagaimana kekerasan seberat itu bisa terjadi di dalam kelas?
- Di mana peran guru dan staf sekolah saat insiden berlangsung?
- Mengapa penanganan dianggap lambat dan minim empati?
- Dan yang terpenting, bagaimana memastikan tragedi serupa tidak terulang?
Kematian MH bukan hanya tragedi bagi satu keluarga. Ini adalah alarm bagi dunia pendidikan dan pemerintah daerah, bahwa perundungan bukan sekadar kenakalan remaja. Ini adalah ancaman nyata yang bisa merenggut nyawa.
Kini, publik menunggu langkah tegas dan transparan dari semua pihak: sekolah, Dinas Pendidikan, hingga aparat penegak hukum. Sebab, keadilan bagi MH tidak boleh berhenti pada duka dan doa.
(T)
#Bullying #SMPN19Tangsel