Mahasiswa Pacaran dengan Anak SMP, Dipaksa Berbuat Maksiat, Ditolak, Lalu Diakhiri dengan Kekerasan: Tragisnya Cinta Sesat yang Berujung Maut

Polisi ringkus mahasiswa di Purwakarta cabuli dan bunuh siswi SMP. (Antara)
D'On, Purwakarta — Cinta buta dan nafsu yang menutup akal sehat kembali menelan korban. Seorang mahasiswa politeknik di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, berinisial AA (23), tega mengakhiri nyawa kekasihnya sendiri seorang siswi SMP berusia 15 tahun setelah gadis itu menolak ajakan untuk berbuat maksiat.
Kasus ini mengguncang warga Purwakarta setelah jasad remaja itu ditemukan mengambang di aliran sungai tak jauh dari rumah pelaku. Polisi yang menyelidiki kasus ini hampir sebulan penuh akhirnya berhasil mengungkap fakta mencengangkan di balik kematian tragis tersebut.
Awal Perkenalan Lewat Dunia Maya
Kisah kelam ini bermula pada Oktober 2025, ketika AA berkenalan dengan korban melalui media sosial. Komunikasi singkat di dunia maya itu berlanjut menjadi hubungan yang lebih intens. Pelaku yang seharusnya menjadi panutan karena statusnya sebagai mahasiswa, justru memanfaatkan kedekatan itu dengan niat bejat.
Pada pertengahan Oktober, keduanya sepakat untuk bertemu. Pelaku datang menjemput korban di depan sekolahnya di Kampung Hegarmanah, Desa Karoya, Kecamatan Tegalwaru, menggunakan sepeda motor Honda Supra 125.
Korban yang polos dan mungkin belum memahami bahaya yang mengintainya, menurut penyelidikan, dengan percaya ikut bersama pelaku menuju rumahnya di wilayah Jatiluhur.
Rayuan Berujung Kekerasan
Di rumahnya, pelaku mulai menunjukkan niat sebenarnya. Ia mengajak korban untuk berhubungan intim, namun korban dengan tegas menolak. Penolakan itu justru memicu kemarahan pelaku.
Didorong oleh hawa nafsu dan kehilangan kendali, AA kemudian melakukan kekerasan brutal terhadap korban. Polisi mengungkap bahwa pelaku memaksa dan melakukan rudapaksa hingga korban tak berdaya.
Tak berhenti di sana, pelaku kemudian menganiaya korban hingga meninggal dunia.
Kapolres Purwakarta, AKBP I Dewa Putu Gede Anom Danujaya, menjelaskan bahwa berdasarkan hasil autopsi, penyebab kematian korban adalah kekerasan benda tumpul pada leher dan mulut yang membuat saluran napas tersumbat.
“Korban meninggal karena kekerasan fisik yang cukup parah di bagian vital,” tegasnya saat konferensi pers di Mapolres Purwakarta, Senin (10/11/2025), dikutip dari Antara.
Jasad Dibuang ke Sungai
Setelah memastikan korban tak bernyawa, pelaku berusaha menghilangkan jejak kejahatannya. Dalam kepanikan, AA menyeret jasad sang gadis ke luar rumah, lalu membuangnya ke aliran sungai yang berjarak sekitar 30 meter dari tempat tinggalnya.
Beberapa hari kemudian, jasad korban ditemukan mengambang oleh warga sekitar yang langsung melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian.
Penemuan itu sontak menggegerkan warga Purwakarta, terlebih setelah terungkap bahwa korban masih duduk di bangku sekolah menengah pertama dan dikenal sebagai anak pendiam yang jarang keluar rumah.
Polisi Ungkap Motif dan Lapisan Kejahatan
Setelah melalui serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan forensik, polisi akhirnya menangkap AA sebagai pelaku tunggal.
“Pelaku kami tangkap dengan sejumlah barang bukti, termasuk pakaian korban dan sepeda motor yang digunakan saat menjemput korban,” jelas AKBP Dewa Putu.
Dari hasil penyidikan, diketahui pula bahwa pelaku tidak hanya memperkosa dan membunuh, tetapi juga mengambil barang milik korban, menambah panjang daftar dosa hukumnya.
Jerat Hukum Berat Menanti Pelaku
Atas perbuatannya, AA dijerat dengan pasal berlapis.
Di antaranya, Pasal 6 huruf b junto Pasal 15 ayat 1 huruf g dan j UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,
serta Pasal 81 ayat 1 dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
Tak berhenti di situ, pelaku juga dikenai Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian, dan Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
“Ancaman hukumannya bisa mencapai hukuman seumur hidup atau pidana mati,” kata Kapolres.
Potret Gelap Pergaulan dan Media Sosial
Kasus ini menjadi pengingat betapa bahayanya pergaulan bebas dan penyalahgunaan media sosial di kalangan remaja. Perkenalan singkat di dunia maya bisa berubah menjadi jerat maut ketika pelaku menyalahgunakan kepercayaan.
Di sisi lain, kasus ini juga menyoroti pentingnya peran keluarga dan sekolah dalam mengawasi pergaulan anak-anak, terutama di era digital yang tanpa batas.
Kini, keluarga korban hanya bisa menuntut keadilan dan berharap pelaku mendapat hukuman setimpal.
Sementara itu, masyarakat Purwakarta masih diselimuti duka dan kemarahan atas kejadian yang seharusnya tak pernah terjadi ini sebuah tragedi yang lahir dari cinta semu dan nafsu yang menyesatkan.
(L6)
#Perkosaan #Pembunuhan #Kriminal