Breaking News

Kredit Macet Rp1,68 Triliun di Bank BUMN: Enam Orang Jadi Tersangka, Satu Dirut ‘Sakit’ Saat Dipanggil Penyidik

Lima dari enam tersangka kasus KUR Bank milik negara di Sumsel saat menuju mobil tahanan Kejati Sumsel di Palembang, Senin (10/11/2025).

D'On, Palembang -
 Awan kelabu menyelimuti dunia perbankan nasional setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi kredit macet senilai Rp1,68 triliun di salah satu bank pelat merah. Kasus yang melibatkan dua perusahaan besar, PT BSS dan PT SAL, ini menguak dugaan penyimpangan masif dalam proses pemberian fasilitas pinjaman sejak lebih dari satu dekade lalu.

Penetapan tersangka diumumkan pada Senin (10 November 2025) setelah tim penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel melakukan penyelidikan dan penyidikan panjang. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 107 saksi telah diperiksa, disertai pengumpulan bukti-bukti yang mengarah pada adanya praktik korupsi sistematis di balik manisnya bisnis kredit agribisnis.

Kredit Bernilai Fantastis, Prosedur Dilangkahi

Kasus ini bermula dari permohonan kredit yang diajukan oleh PT BSS pada tahun 2011 senilai Rp760,8 miliar untuk pembangunan kebun inti dan plasma kelapa sawit. Dua tahun kemudian, PT SAL menyusul dengan pengajuan serupa senilai Rp677 miliar. Kedua perusahaan ini mengajukan pinjaman melalui Divisi Agribisnis Bank BRI di Jakarta Pusat, dengan janji manis membangun perkebunan dan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang diklaim bakal membuka lapangan kerja dan meningkatkan ekonomi daerah.

Namun, di balik proposal megah itu, penyidik menemukan segelintir manipulasi data, analisis kredit palsu, serta penggunaan agunan dan dana yang jauh melenceng dari tujuan semula.

“Mulai dari tahap awal pengajuan hingga pencairan dana, ditemukan banyak penyimpangan, baik administratif maupun substantif,” ujar Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, dalam konferensi pers.

Enam Tersangka, Satu Dirut Mengaku Sakit

Kejati Sumsel resmi menetapkan enam tersangka dalam perkara ini:

  1. WS, Direktur PT BSS (2016–sekarang) dan Direktur PT SAL (2011–sekarang)
  2. MS, Komisaris PT BSS (2016–2022)
  3. DO, Junior Analis Kredit Divisi Kantor Pusat Bank BRI (2013)
  4. ED, Account Officer (AO)/Relationship Manager Divisi Agribisnis BRI (2010–2012)
  5. ML, Junior Analis Kredit Divisi Risiko Kredit BRI (2013)
  6. RA, Relationship Manager Divisi Agribisnis BRI (2011–2019)

Dari keenamnya, lima orang langsung ditahan untuk 20 hari ke depan terhitung sejak 10 November hingga 29 November 2025. Mereka dititipkan di dua tempat berbeda: MS, DO, ED, dan RA di Rutan Kelas I Palembang, sementara ML dijebloskan ke Lapas Perempuan Kelas II B Merdeka Palembang.

Satu nama mencuri perhatian: WS, sang Direktur utama di dua perusahaan tersebut, tak kunjung ditahan. Alasannya  klasik tapi sensitif  karena sakit dan sedang dirawat intensif di salah satu rumah sakit di Jakarta.

“Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel, Adhryansah, menegaskan bahwa WS sudah dua kali dipanggil namun tak hadir. Kali ini ia beralasan sedang dirawat di rumah sakit. Kita sudah kirim tim ke sana untuk mengecek kebenarannya,” tegasnya.
Ia menambahkan, “Status WS sudah tersangka, dan penahanan hanya soal waktu.”

Dugaan Permainan Sistematis

Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa kedua perusahaan tidak hanya menerima kredit investasi kebun, tetapi juga fasilitas tambahan berupa kredit pembangunan pabrik minyak kelapa sawit dan modal kerja.
Total plafon kreditnya pun mencengangkan:

  • PT SAL: Rp862,25 miliar
  • PT BSS: Rp900,66 miliar

Dana jumbo itu diduga mengalir tidak sesuai peruntukan, sementara hasil pembangunan kebun dan pabrik tidak sebanding dengan nilai investasi. Akibatnya, seluruh fasilitas pinjaman kini berstatus kolektibilitas 5 alias kredit macet total.

Menurut perhitungan awal auditor internal Kejati Sumsel, kerugian negara mencapai Rp1,689 triliun. Meski sebagian aset telah dilelang dan menghasilkan Rp506,15 miliar, kerugian bersih tetap fantastis: Rp1,183 triliun.

Pasal Berat Menanti

Perbuatan para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 KUHPidana.

Dengan pasal tersebut, ancaman hukuman penjara seumur hidup dan denda hingga Rp1 miliar membayangi para tersangka.

Potret Buram Kredit Agribisnis

Kasus ini menjadi potret nyata betapa longgarnya sistem pengawasan internal bank pelat merah, terutama dalam kredit berisiko tinggi seperti agribisnis. Analisis kredit yang seharusnya ketat dan berbasis fakta justru diabaikan, sementara keputusan strategis diduga dipengaruhi hubungan personal antara pejabat bank dan pemohon kredit.

“Dalam praktiknya, banyak faktor nonteknis seperti tekanan dari pihak eksternal dan pertimbangan politis yang ikut bermain dalam pemberian kredit besar seperti ini,” ujar seorang sumber internal perbankan yang enggan disebutkan namanya.

Sinyal bagi Dunia Perbankan

Kasus kredit macet Rp1,68 triliun ini bukan sekadar kejahatan korporasi. Ia menjadi peringatan keras bagi dunia perbankan nasional tentang rapuhnya integritas dan lemahnya kontrol risiko ketika kepentingan pribadi mengalahkan etika profesi.

Kini, publik menunggu langkah tegas Kejati Sumsel dalam menelusuri aliran dana, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain yang mungkin bersembunyi di balik struktur korporasi kedua perusahaan tersebut.

Apakah kasus ini akan berakhir di meja hijau dengan vonis setimpal, atau kembali menjadi kisah panjang tanpa ujung seperti banyak kasus korupsi besar lainnya? Waktu  dan ketegasan hukum  yang akan menjawabnya.

(T)

#Perbankan #KreditMacet #BRI #Hukum