Ahmad Sahroni Sindir Keras Penjarah Rumahnya: “Boro-boro Bayar Pajak, Pasti Nunggu Sembako!”

Anggota DPR nonaktif, Ahmad Sahroni sindir penjarah rumahnya dinilai tak membayar pajak. (Foto: screenshot TikTok @awi.wajo)
D'On, Jakarta - Anggota DPR nonaktif Ahmad Sahroni akhirnya angkat bicara dengan nada tajam dan penuh sindiran menohok soal aksi penjarahan rumah mewahnya yang sempat menghebohkan publik. Dalam pernyataan terbarunya, Sahroni menuding para pelaku bukan hanya tidak memahami konteks situasi politik yang terjadi, tetapi juga menggambarkan mentalitas sebagian masyarakat yang masih jauh dari kesadaran sosial bahkan dalam hal sesederhana seperti membayar pajak.
“Rumah Itu Hasil Keringat Saya, Bukan Duit Rakyat!”
Melalui sebuah video yang diunggah di akun TikTok @awi.wajo pada Senin (3/11/2025), Sahroni tampak berbicara lantang menepis tudingan bahwa harta kekayaannya berasal dari uang rakyat.
Ia menegaskan, rumah yang dijarah itu merupakan hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun, bukan hasil korupsi atau penyalahgunaan jabatan seperti yang sering digembar-gemborkan di media sosial.
“Saya alhamdulillah tidak korupsi. Tapi rumah ini dianggap duit rakyat dari hasil pajak,” ujarnya.
“Saya yakin, orang-orang yang teriak-teriak itu boro-boro bayar pajak pasti nunggu sembako juga,” lanjutnya dengan nada sinis.
Pernyataan tersebut sontak memancing beragam reaksi. Banyak yang menilai komentar itu sebagai bentuk kemarahan yang memuncak atas tuduhan yang selama ini menghantam dirinya, sementara sebagian lain menganggapnya sebagai ungkapan kesombongan di tengah kondisi masyarakat yang sedang sulit.
Menyesalkan Aksi Penjarahan: “Mereka Tidak Mengerti Apa yang Sebenarnya Terjadi”
Sahroni juga menyayangkan tindakan brutal para penjarah yang memanfaatkan situasi politik penuh ketegangan untuk merusak dan mengambil barang di rumahnya. Menurutnya, aksi itu bukan semata masalah ekonomi, tetapi cerminan minimnya literasi dan pemahaman masyarakat terhadap situasi politik dan hukum.
“Sayang, bapak ibu… konteks politik di ruang publik ini di-frame oleh orang-orang yang nggak ngerti kondisinya,” katanya dengan nada kecewa.
“Kalau omongannya nggak ditutup sama terpal, ya Allah… bisa makin rusak ini semua,” tambahnya.
Ungkapan “terpal” yang ia lontarkan pun menjadi simbol kemarahan: sebuah kiasan untuk membungkam opini liar di publik yang menurutnya telah membelokkan fakta.
“Semua Orang Membenci Saya”
Menariknya, Sahroni juga mengungkap alasan di balik diamnya selama ini usai rumahnya dijarah dan dirinya ramai diperbincangkan publik. Ia mengaku sempat memilih menepi karena merasakan tekanan sosial dan kebencian yang meluas.
“Kenapa saya baru hadir lagi hari ini? Karena semua orang membenci saya. Semua orang mencari saya,” ujarnya dengan ekspresi serius.
Pernyataan itu menggambarkan beban psikologis yang dirasakannya di tengah gempuran opini publik. Ia seolah ingin menegaskan bahwa dirinya bukanlah sosok yang kabur dari tanggung jawab, tetapi sedang berusaha menghadapi badai yang datang bertubi-tubi.
Latar Belakang Kasus: Rumah Dijarah Saat Situasi Memanas
Kasus penjarahan rumah Ahmad Sahroni ini sempat menjadi sorotan nasional. Aksi tersebut diduga terjadi di tengah gejolak sosial dan ketegangan politik yang meningkat belakangan ini. Rumah milik “Sultan Tanjung Priok” itu, yang dikenal megah dan berlokasi di kawasan elit, diserbu oleh massa yang disebut-sebut dipicu oleh sentimen anti-pejabat.
Dalam kejadian itu, sejumlah barang berharga dilaporkan raib, sementara kondisi rumah mengalami kerusakan parah. Aparat kepolisian disebut masih menelusuri pelaku di balik aksi tersebut.
Suara Publik Terbelah
Pernyataan Sahroni kini menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial. Sebagian warganet menilai ucapan bernada kasar dan menyindir masyarakat kecil itu tidak pantas keluar dari seorang pejabat publik, apalagi yang masih berstatus anggota DPR (meski nonaktif).
Namun ada pula yang memahami ledakan emosinya sebagai bentuk kekecewaan mendalam setelah harta hasil kerja kerasnya dirusak begitu saja oleh massa yang mungkin tak tahu duduk persoalan sebenarnya.
Antara Kemarahan dan Kejujuran
Kasus ini bukan sekadar soal rumah yang dijarah. Ia membuka tabir tentang betapa tajamnya jarak sosial antara pejabat dan rakyat, serta mudahnya opini publik dipelintir di era digital. Ahmad Sahroni mungkin sedang marah, tetapi di balik kata-katanya yang keras, ada pesan getir tentang ketidakpahaman, kecemburuan sosial, dan krisis kepercayaan di tengah masyarakat.
Kini, publik menanti apakah kemunculan Sahroni kembali ke ruang publik akan membawa klarifikasi yang menenangkan, atau justru menyalakan kembali bara perdebatan yang belum padam.
(IN)
#AhmadSahroni #Politik #Nasional