Breaking News

UU Baru: Kepala BP BUMN Kini Kebal Hukum Jika Kerugian Tak Karena Kelalaian

Gedung Kementerian BUMN, Jakarta

D'On, Jakarta —
Lembaran hukum Indonesia kembali mengalami babak baru dalam pengelolaan perusahaan negara. Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Badan Pengelola Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN) sebuah regulasi yang mengubah secara mendasar struktur dan tanggung jawab lembaga yang selama ini menaungi BUMN.

Salah satu pasal yang paling menyita perhatian publik terdapat dalam Pasal 3Y, yang menyebutkan bahwa Kepala BP BUMN kini tidak dapat dijerat hukum apabila BUMN yang dikelolanya mengalami kerugian  selama kerugian itu bukan disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pribadi.

Empat Syarat Kebebasan dari Jeratan Hukum

Dalam pasal tersebut, terdapat empat ketentuan kunci yang menjadi pagar hukum bagi Kepala BP BUMN agar tidak dapat dipidana. Syarat-syarat itu mencerminkan prinsip “itikad baik” dan “kehatian-hatian” dalam tata kelola investasi negara. Berikut rinciannya:

  1. Kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaian.
    Artinya, apabila kerugian muncul karena faktor eksternal  seperti fluktuasi pasar global, perubahan kebijakan internasional, atau bencana alam  Kepala BP BUMN tidak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.

  2. Telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian.
    Pengambil keputusan harus bisa membuktikan bahwa setiap langkah strategis dilakukan sesuai prinsip tata kelola bisnis yang sehat, selaras dengan tujuan investasi dan kebijakan pemerintahan.

  3. Tidak memiliki benturan kepentingan.
    Kepala BP BUMN wajib bebas dari konflik kepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam setiap kebijakan investasi atau pengelolaan aset negara.

  4. Tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah.
    Syarat ini menjadi batas moral dan hukum: perlindungan hukum hanya berlaku bila pejabat tersebut tidak menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri.

Dengan empat landasan ini, pemerintah ingin menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan bentuk impunitas, melainkan perlindungan bagi pejabat publik yang bekerja dengan integritas dalam menghadapi risiko bisnis yang kompleks dan dinamis.

BUMN Tak Lagi di Bawah Kementerian

Selain perubahan pada aspek hukum, UU Nomor 16 Tahun 2025 juga membawa perubahan struktural besar: BUMN kini tak lagi berstatus kementerian. Artinya, fungsi pengelolaan BUMN akan beralih ke lembaga baru, yakni Badan Pengelola BUMN (BP BUMN) yang beroperasi lebih fleksibel dan berbasis investasi.

Perubahan status ini dipandang sebagai upaya reformasi total tata kelola perusahaan pelat merah, agar lebih adaptif terhadap tantangan ekonomi global dan tidak terbelenggu oleh birokrasi pemerintahan yang kaku.

Tujuan Baru BP BUMN: Dari Profit hingga Pemberdayaan

Dalam Pasal 2 undang-undang yang sama, dijabarkan sejumlah tujuan utama pendirian BUMN di bawah payung BP BUMN. Tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tapi juga pada fungsi sosial dan strategis negara. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:

  • Mengejar keuntungan (profit) sebagai indikator efisiensi dan keberhasilan ekonomi negara.
  • Memberi kontribusi nyata bagi perekonomian nasional dan penerimaan negara.
  • Menjadi pionir usaha di sektor-sektor yang belum mampu dijangkau swasta maupun koperasi.
  • Memberdayakan UMKM dan koperasi, serta membangun kemitraan berkelanjutan dengan masyarakat.
  • Sebagai Persero, menjamin ketersediaan barang dan jasa yang bermutu dan berdaya saing tinggi.
  • Sebagai Perum, memastikan ketersediaan barang dan jasa bagi kepentingan umum dan kebutuhan strategis bangsa.
  • Mendorong industri berbasis riset dan teknologi, termasuk kolaborasi dengan negara lain untuk memperkuat daya saing global.

Dengan mandat seluas itu, BP BUMN diharapkan tak sekadar menjadi pengelola aset negara, tetapi juga motor inovasi dan ketahanan ekonomi nasional.

Antara Perlindungan dan Potensi Kontroversi

Meski dimaksudkan untuk mendorong keberanian pengambilan keputusan strategis, kebijakan ini berpotensi memunculkan perdebatan di ruang publik. Sebagian pihak menilai, klausul “bebas jeratan hukum” bisa menjadi pedang bermata dua — di satu sisi melindungi pejabat berintegritas, namun di sisi lain dapat membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang bila pengawasan tak diperketat.

Pakar hukum menilai, kunci keberhasilan UU ini terletak pada mekanisme audit dan transparansi pengelolaan investasi, agar publik dapat memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar demi kepentingan negara, bukan individu atau kelompok tertentu.

Babak Baru Tata Kelola Ekonomi Negara

Dengan disahkannya UU Nomor 16 Tahun 2025, Indonesia memasuki fase baru dalam pengelolaan BUMN. Dari sistem kementerian menuju badan pengelola, dan dari paradigma administratif menuju model investasi modern.

Apakah reformasi ini akan membawa efisiensi dan kemandirian ekonomi baru bagi negara, atau justru menimbulkan celah baru dalam akuntabilitas publik  waktu yang akan menjawabnya. Namun satu hal pasti, UU ini menandai perubahan besar dalam hubungan antara negara, bisnis, dan tanggung jawab hukum di era pemerintahan Prabowo Subianto.

(Mond)

#Hukum #BPBUMN #Nasional