Mafia Minyak Diduga Bermain di Balik Kelangkaan BBM Subsidi di Sumbar: Antrian Panjang di SPBU Picu Keluhan Masyarakat
![]() |
| Ilustrasi Gudang Penimbunan BBM Subsidi |
D'On, Padang — Dalam beberapa hari terakhir, antrean panjang kendaraan, terutama truk, terlihat mengular di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Sumatera Barat. Fenomena ini tampak mencolok di berbagai wilayah, mulai dari Kota Padang, Padang Pariaman, hingga Pasaman, yang menandakan persoalan pasokan BBM bersubsidi jenis solar masih jauh dari kata normal.
Pemandangan deretan truk yang mengular hingga ratusan meter itu menjadi “pemandangan rutin” setiap pagi hingga malam hari di banyak SPBU. Tak hanya menimbulkan kemacetan, kondisi ini juga memantik keresahan berbagai kalangan mulai dari sopir truk yang terpaksa mengantre berjam-jam, hingga pemilik toko dan kios di sekitar SPBU yang turut merasakan imbas ekonomi dari antrean tersebut.
Dampak Ekonomi Meluas: “Pembeli Enggan Masuk, Rezeki Terhalang Truk yang Antri”
Seorang pemilik toko kelontong di kawasan SPBU By Pass Padang, Nurman (41), mengaku kesulitan berjualan akibat antrean panjang kendaraan, khususnya truk besar, yang menutupi akses ke tokonya.
“Kondisi ini sudah berulang kali terjadi. Deretan truk yang antri BBM menutup pandangan toko kami, pembeli jadi enggan masuk karena bahu jalan yang biasanya digunakan untuk parkir sudah penuh oleh truk-truk yang menunggu giliran,” keluh Nurman, Minggu (19/10/2025).
Menurutnya, situasi ini bukan sekadar soal antrean biasa. Dalam beberapa pekan terakhir, dampaknya sudah terasa pada penurunan omzet harian pedagang di sekitar SPBU.
“Kami bukan hanya terganggu secara visual, tapi juga secara ekonomi. Kalau begini terus, usaha kecil seperti kami bisa mati pelan-pelan,” tambahnya.
Sopir Truk: “Kami Tahu, BBM Subsidi Sering Disalahgunakan untuk Proyek dan Tambang”
Dari sisi lain, para sopir truk yang menjadi barisan terdepan antrean juga mengaku lelah menghadapi kelangkaan ini. Syaiful Anwar (48), salah seorang sopir truk asal Padang Pariaman pengangkut bahan bangunan, mengaku situasi ini sudah berlangsung sejak awal bulan dan belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
“Kami para sopir sudah sangat sering mendengar kabar bahwa BBM subsidi ini diselewengkan. Solar bersubsidi yang seharusnya untuk kami angkutan logistik dan masyarakat kecil malah dibawa ke proyek-proyek besar dan tambang. Ada juga yang katanya dipakai untuk kapal nelayan besar yang tidak berhak menerima subsidi,” ujar Syaiful dengan nada kecewa.
Ia mendesak agar pihak berwenang, termasuk Aparat Penegak Hukum (APH) dan Satgas ESDM, turun langsung menelusuri akar persoalan kelangkaan BBM bersubsidi di Sumatera Barat.
“Kalau memang ada permainan, bongkar sampai ke akarnya. Jangan cuma sopir atau pengepul kecil yang dijadikan kambing hitam,” tegasnya.
Penggiat Hukum Soroti Lemahnya Penindakan: “Pemain Besar Dibiarkan, Rakyat Kecil Jadi Tumbal”
Kritik senada juga datang dari penggiat hukum sekaligus anggota Peradi SAI Kota Padang, Mahdiyal Hasan, S.H. Ia menilai persoalan kelangkaan BBM bersubsidi ini sudah menjadi “penyakit lama” yang belum pernah diselesaikan secara tuntas.
“Penyelewengan BBM subsidi ini bukan hal baru. Ini sudah lama terjadi, dan yang membuat miris, pola permainannya tidak berubah. Hanya orang-orang kecil di ujung rantai yang ditindak, sementara aktor besar di balik penyalahgunaan BBM tetap aman,” tegas Mahdiyal, Minggu (19/10).
Mahdiyal juga menuding bahwa informasi tentang jaringan “mafia minyak” yang bermain di Sumatera Barat sebenarnya sudah diketahui oleh banyak pihak, termasuk aparat dan Satgas ESDM.
“Saya yakin, aparat sudah mengantongi nama-nama pemain besar dan penyandang dana di balik bisnis gelap ini. Tapi sayangnya, tindakan nyata sering berhenti di level bawah. Ini bukan sekadar masalah distribusi, tapi ada sistem yang sengaja dibiarkan rusak,” ulasnya tajam.
Mafia BBM dan “Rantai Gelap” Penyelewengan
Berdasarkan penelusuran sejumlah pengamat energi, dugaan praktik mafia minyak di daerah-daerah seperti Sumatera Barat umumnya melibatkan oknum dari berbagai lini, mulai dari distributor nakal, pengepul, hingga pihak proyek yang memanfaatkan solar subsidi untuk kepentingan komersial.
BBM bersubsidi yang seharusnya disalurkan untuk transportasi umum, nelayan kecil, dan petani, justru dialirkan ke proyek pertambangan, pembangunan infrastruktur, atau bahkan industri perkebunan yang jelas tidak berhak.
Salah satu modus yang sering terjadi adalah pembelian BBM subsidi dalam jumlah besar menggunakan kendaraan dengan plat palsu atau tangki modifikasi, kemudian dijual kembali ke sektor non-subsidi dengan harga lebih tinggi. Keuntungan besar dari selisih harga inilah yang membuat bisnis “BBM siluman” terus hidup.
Desakan Penertiban dan Transparansi Kuota
Masyarakat kini menuntut transparansi kuota dan distribusi BBM subsidi di Sumatera Barat. Tanpa itu, upaya pemerintah menstabilkan pasokan hanya akan menjadi solusi sementara.
Mahdiyal menambahkan, dibutuhkan komitmen lintas lembaga untuk memutus rantai permainan mafia minyak ini.
“Jika pemerintah serius, hentikan permainan di balik layar. Lakukan audit menyeluruh terhadap distribusi BBM di setiap kabupaten/kota di Sumbar. Publikasikan kuota dan titik penyalurannya secara transparan. Karena selama rantai distribusi gelap ini masih dibiarkan, masyarakat kecil akan terus menjadi korban,” pungkasnya.
Kelangkaan BBM bersubsidi di Sumatera Barat kini bukan sekadar persoalan pasokan, tetapi juga mencerminkan kerusakan sistem distribusi dan lemahnya pengawasan.
Antrean panjang di SPBU hanyalah “ujung gunung es” dari permainan besar yang melibatkan banyak pihak di balik layar.
Sementara masyarakat kecil harus rela berjam-jam mengantre di bawah terik matahari, “para pemain minyak” justru terus menumpuk keuntungan dari solar bersubsidi yang seharusnya menjadi hak rakyat.
Dan hingga aparat benar-benar berani menindak pelaku besar, krisis BBM subsidi ini akan terus berulang, hanya dengan nama-nama baru di atas panggung lama.
(Mond/Deni)
#BBM #KelangkaanBBM #MafiaBBM #SumateraBarat
