Breaking News

Luka Tak Terlihat di Balik Suara Pertengkaran: Dampak Buruk Orang Tua Bertengkar di Depan Anak

Dampak Buruk Pertengkaran Orang Tua pada Psikologis Anak (Foto: Freepik

Dirgantaraonline
- Konflik rumah tangga adalah bagian dari dinamika kehidupan. Perbedaan pendapat, tekanan ekonomi, hingga masalah komunikasi sering kali memicu pertengkaran antara suami dan istri. Namun, satu hal yang sering terabaikan adalah dampak besar yang dirasakan anak ketika mereka menjadi saksi bisu pertengkaran orang tuanya.

Di balik pintu rumah yang tertutup rapat, suara keras, bentakan, atau bahkan diam yang penuh amarah, bisa meninggalkan luka psikologis mendalam bagi anak-anak luka yang tak selalu tampak dari luar, tetapi membekas hingga mereka dewasa.

Anak yang Tumbuh di Tengah Pertengkaran: Antara Ketakutan dan Kebingungan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menegaskan bahwa anak yang menyaksikan pertengkaran orang tua dapat mengalami perasaan sedih, kecewa, bahkan takut kehilangan kasih sayang. Mereka sering kali merasa tidak berdaya dan bingung, terlebih ketika konflik itu terjadi secara terus-menerus.

“Anak bisa merasa diabaikan, tidak aman, bahkan menganggap dirinya penyebab pertengkaran,” tulis Kemenkes dalam salah satu publikasinya. Akibatnya, gangguan emosional seperti kecemasan, depresi, dan rasa rendah diri dapat muncul sejak dini.

Tak hanya itu, anak-anak juga berpotensi meniru apa yang mereka lihat. Ketika orang tua terbiasa menyelesaikan masalah dengan marah atau berteriak, pola komunikasi tersebut bisa tertanam dalam diri anak dan terbawa ke kehidupan sosial mereka. Kelak, mereka mungkin akan berhadapan dengan kesulitan mengelola emosi dan konflik dalam hubungan pribadi maupun pekerjaan.

Rasa Aman yang Hilang: Rumah Tak Lagi Menjadi Tempat Berlindung

Rumah seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak. Namun, ketika setiap hari diwarnai pertengkaran, rasa aman itu perlahan hilang. Anak bisa merasa tidak nyaman bahkan di ruang yang seharusnya menjadi tempat berlindung.

Situasi ini menciptakan jarak emosional antara anak dan orang tua. Anak menjadi enggan berbicara, menutup diri, atau justru mencari pelarian di luar rumah. Dalam jangka panjang, kondisi tersebut dapat merusak ikatan batin antara anak dan orang tua.

“Ketika rumah tidak lagi terasa aman, anak kehilangan fondasi penting bagi tumbuh kembang emosionalnya,” ujar seorang psikolog keluarga, mengutip hasil penelitian internasional yang dipublikasikan oleh Springer.

Studi itu menemukan bahwa konflik antarpasangan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan sosial anak. Pola pengasuhan yang terganggu akibat pertengkaran dapat memperburuk kondisi psikologis anak. Mereka bukan hanya kehilangan rasa aman, tetapi juga kesulitan mengembangkan keterampilan sosial yang penting untuk berinteraksi dengan orang lain.

Dampak Jangka Panjang: Luka yang Tumbuh Bersama Usia

Tinjauan ilmiah dari Association for Child and Adolescent Mental Health (ACAMH) menunjukkan bahwa paparan konflik orang tua secara konsisten berkaitan dengan meningkatnya risiko anak mengalami gangguan mental, perilaku agresif, hingga kesulitan akademik.

Yang lebih mengkhawatirkan, dampak tersebut tidak berhenti pada masa kanak-kanak. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan penuh konflik cenderung mengalami kesulitan menjalin hubungan sosial dan emosional saat dewasa. Mereka mungkin takut menikah, sulit mempercayai pasangan, atau justru mengulangi pola konflik yang sama dalam rumah tangganya sendiri.

“Banyak orang dewasa yang mengalami trauma masa kecil akibat sering melihat orang tuanya bertengkar. Mereka membawa luka itu ke dalam kehidupan mereka tanpa sadar,” ungkap laporan tersebut.

Tanda-Tanda Anak Tertekan Akibat Pertengkaran Orang Tua

Dampak konflik orang tua sering muncul dalam bentuk perilaku sehari-hari anak. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai antara lain:

  • Gangguan tidur seperti mimpi buruk atau sulit tidur.
  • Penurunan prestasi belajar karena sulit berkonsentrasi di sekolah.
  • Perilaku agresif atau menarik diri dari pergaulan.
  • Sering merasa bersalah meski tidak terlibat dalam masalah orang tuanya.

Jika tanda-tanda ini muncul, perlu segera dilakukan pendekatan lembut dan komunikasi terbuka agar anak merasa aman dan tidak terbebani oleh masalah keluarga.

Langkah Bijak untuk Orang Tua: Redam Konflik, Lindungi Anak

Konflik dalam rumah tangga memang tidak selalu bisa dihindari, tetapi cara mengelolanya yang menentukan dampaknya terhadap anak. Para ahli menyarankan beberapa langkah yang bisa dilakukan orang tua:

  1. Jangan bertengkar di depan anak. Jika perbedaan pendapat tak terhindarkan, cari waktu dan tempat yang tepat untuk membicarakannya tanpa melibatkan mereka.
  2. Kendalikan emosi. Anak meniru apa yang mereka lihat. Menunjukkan sikap tenang dan rasional akan menjadi contoh berharga bagi mereka.
  3. Berikan penjelasan setelah konflik. Jika anak sempat menyaksikan pertengkaran, jelaskan dengan bahasa sederhana bahwa itu bukan kesalahan mereka.
  4. Bangun komunikasi positif di rumah. Dengarkan anak, berikan pelukan, dan tunjukkan kasih sayang secara konsisten.

Lingkungan rumah yang dipenuhi cinta dan rasa aman adalah pondasi penting bagi kesehatan mental dan emosional anak.

Investasi untuk Masa Depan Anak

Pertengkaran orang tua bukan hanya urusan dua orang dewasa ia adalah cermin yang dilihat anak setiap hari. Dari cermin itulah mereka belajar bagaimana mencintai, berkomunikasi, dan menyelesaikan masalah.

Dengan menghindari konflik di depan anak, orang tua tidak hanya menjaga keharmonisan rumah tangga, tetapi juga menanamkan nilai kedamaian dan rasa aman yang akan menjadi bekal berharga sepanjang hidup mereka.

Karena pada akhirnya, setiap kata dan tindakan orang tua adalah warisan emosional terbesar bagi anak dan memilih untuk menjaga kedamaian di rumah berarti menjaga masa depan mereka tetap utuh.

(*)

#RumahTangga #Parenting