Lirih Melda Diceraikan Suami yang Lulus PPPK: “Saya Maafkan, Tapi Tidak Akan Kembali”

Melda Safitri usai berbincang dengan kumparan. Di akhir pertemuan, ia menulis curahan isi hatinya dalam selembar kertas.
D'On, Aceh Singkil - Di wajah Melda Safitri (33), masih tersisa kelelahan yang tak bisa disembunyikan. Tatapannya kosong sesekali, tapi suaranya tetap lembut saat berbicara. Di teras rumah sederhana di Banda Aceh, Jumat (24/10), perempuan itu mencoba menahan air mata ketika mengenang bagaimana rumah tangga yang ia rawat dengan cinta justru runtuh di saat sang suami meraih keberhasilan.
“Saya harus kuat demi anak saya,” katanya lirih, dengan senyum yang lebih mirip luka daripada ketegaran.
Beberapa pekan sebelumnya, kisah hidup Melda atau Fitri, begitu ia biasa disapa tiba-tiba menjadi perbincangan nasional. Ia viral setelah mengunggah video dirinya menangis sambil menggendong dua anak kecil, berpamitan dari Aceh Singkil menuju kampung halamannya di Aceh Selatan.
Dalam unggahan itu, Fitri menulis kalimat yang membuat banyak orang tercekat:
“Dulu kamu ambil saya di sana, sekarang kamu lantarkan saya di sini dengan anak-anak. Setelah lulus PPPK, kamu ceraikan saya.”
Curahan hati itu sontak mengguncang media sosial. Ribuan warganet membanjiri kolom komentar dengan doa dan empati. Ada yang marah, ada yang sedih, dan ada pula yang menuntut tanggung jawab moral dari sang suami seorang aparatur negara yang baru saja diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Viral yang Mengundang Simpati dan Uluran Tangan
Kisah pilu Fitri membuat Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil turun tangan. Pihaknya memanggil sang suami, Jakfar Sidik, untuk dimintai klarifikasi atas tindakan yang memicu kecaman publik itu.
Namun bagi Fitri, viralnya kisah itu bukan sesuatu yang ia rencanakan.
“Saya cuma ingin meluapkan perasaan, bukan cari sensasi,” ujarnya pelan.
Tak disangka, justru dari tangisan yang terekam kamera itulah, banyak tangan kemudian datang menolong. Salah satunya dari selebgram sekaligus aktivis sosial, Sheila Syaukia, yang mengundangnya ke Banda Aceh.
“Beliau peluk saya dan bilang, ‘Kamu harus bangkit demi anak-anak.’ Kami makan bersama, bahkan saya didandani. Waktu itu saya nangis lagi, tapi karena terharu,” cerita Fitri dengan senyum kecil.
Dari pertemuan itu, Fitri menerima bantuan Rp 50 juta dan sebuah ponsel baru.
“Kak Sheila bilang, gunakan uang ini untuk usaha. Saya mau mulai dari nol. Semoga Allah membalas semua kebaikannya,” ucapnya tulus.
Kini, selain singgah di Banda Aceh, Fitri juga dijadwalkan berangkat ke Jakarta memenuhi undangan podcast Denny Sumargo sosok yang dikenal sering menyorot kisah inspiratif dari orang-orang yang bertahan dalam luka.
“Lucunya, saya yang belikan baju KORPRI untuk dia (mantan suami). Sekarang saya yang dipanggil ke Jakarta karena cerita ini,” katanya lirih, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Retaknya Rumah Tangga di Tengah Perjuangan
Semua bermula pada 15 Agustus 2025, hari yang kini tak akan pernah ia lupakan.
Pagi itu berjalan biasa. Tapi sore harinya, segalanya berubah.
“Kami cuma bertengkar soal hal sepele,” kenangnya.
Sore itu suaminya pulang dengan wajah murung. Ia marah karena tidak ada ikan dan nasi di rumah.
“Padahal uang belanja belum dikasih,” kata Fitri. “Saya cuma diam, enggak mau ribut.”
Namun amarah sang suami justru memuncak. Tanpa banyak kata, ia berkemas dan kemudian mengucapkan tiga talak sekaligus.
“Kamu saya ceraikan satu, dua, tiga.”
Fitri hanya terdiam, menatap kosong suami yang pergi meninggalkan rumah dengan begitu mudahnya. Dua hari setelah perceraian itu, Jakfar menerima SK pengangkatan sebagai PPPK.
“Saya seperti enggak percaya. Setelah semua perjuangan kami, dia malah pergi begitu saja,” katanya.
Dari Menabung untuk Baju KORPRI hingga Ditinggalkan
Fitri menceritakan, sejak awal pernikahan mereka pada 2020, hidup tidak pernah mudah. Ketika suaminya masih honorer dan sesekali melaut sebagai nelayan, Fitri ikut membantu ekonomi keluarga. Ia berjualan sayur, cabai, hingga kosmetik demi menghidupi dua anak kecil dan membayar utang kebutuhan rumah tangga.
“Saya tahu hidup kami pas-pasan, tapi saya enggak pernah mengeluh. Saya cuma mau lihat dia berhasil,” tuturnya.
Sedikit demi sedikit, Fitri bahkan menabung Rp 5 ribu, Rp 10 ribu setiap kali ada sisa uang untuk membeli baju KORPRI bagi suaminya yang akan dilantik.
“Waktu bajunya jadi, saya kasih ke dia dengan bangga. Tapi ternyata setelah itu, dia malah ceraikan saya. Rasanya hancur,” ujarnya dengan mata sembab.
Mencari Keadilan, Tapi Dihadang Dinding Diam
Usai diceraikan, Fitri berupaya mencari jalan keluar. Ia mendatangi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh Singkil, namun tak mendapat hasil.
Ia kemudian mendatangi kantor tempat suaminya bekerja, Satpol PP dan WH Aceh Singkil, tapi jawabannya selalu sama:
“Ini urusan keluarga.”
Mediasi dilakukan hingga tiga kali di tingkat desa. Hingga akhirnya pada 14 September, keluar surat pernyataan bahwa suaminya wajib menafkahi anak-anak dan melunasi utang rumah tangga. Namun, keinginan untuk rujuk tidak pernah ada.
“Saya sudah maafkan, tapi saya tidak akan kembali,” tegas Fitri.
Ia teringat pesan ibunya:
“Kalau kamu ambil anak saya di sana, antar pulang baik-baik.”
Antara Luka dan Keikhlasan
Ketika mendengar kabar bahwa mantan suaminya dipanggil oleh Pemkab Aceh Singkil, Fitri terdiam lama.
“Saya serahkan semuanya kepada yang berwenang. Kalau dia sampai dipecat, saya sedih juga. Karena saya ikut berjuang dari nol, tapi di sisi lain, saya juga sedih karena ditinggalkan begitu saja,” katanya.
Kini, Fitri memilih menata ulang hidupnya. Ia tinggal bersama orang tuanya di Desa Pulo Ie I, Kecamatan Kluet Utara, Aceh Selatan, sambil merencanakan usaha kecil di bidang skincare atau fesyen.
“Yang membuat saya bertahan cuma anak-anak. Saya enggak mau mereka merasa kehilangan segalanya,” ujarnya dengan nada penuh tekad.
Bangkit dari Luka
Fitri sadar, kisahnya kini menjadi pelajaran bagi banyak perempuan.
“Saya tidak mau dianggap cari perhatian. Saya hanya ingin berbagi agar perempuan lain tidak terjebak dalam luka yang sama,” katanya.
Ia lalu berpesan:
“Kalau sudah di titik seperti saya, bangkitlah. Semangat demi anak-anak. Ikhlaskan yang sudah terjadi, koreksi diri masing-masing. Dan untuk perempuan yang belum menikah, hati-hati memilih pasangan. Lihat karakter, tanggung jawab, dan kepeduliannya. Tidak ada yang sempurna, tapi pilihlah yang benar-benar tulus.”
Sebelum kami berpamitan, Fitri membereskan tas kecilnya. Di dalamnya, ada sepasang baju sederhana dan selembar tiket pesawat menuju Jakarta.
Ia akan menghadiri undangan podcast Denny Sumargo kisah yang bermula dari air mata kini membawanya menjemput harapan baru.
“Saya enggak tahu mau bilang apa,” ucapnya lirih. “Mungkin ini cara Allah kasih saya kesempatan untuk bangkit.”
(K)
#Viral #Peristiwa