Breaking News

Fraksi NasDem Desak DPR Hentikan Gaji dan Fasilitas Ahmad Sahroni serta Nafa Urbach yang Dinonaktifkan

Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach 

D'On, Jakarta
– Fraksi Partai NasDem di DPR RI mengambil langkah tegas terhadap dua kadernya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, yang baru-baru ini dinonaktifkan dari keanggotaan DPR usai terlibat dalam aksi demonstrasi yang berujung ricuh dan penjarahan.

Ketua Fraksi NasDem, Viktor Bungtilu Laiskodat, menegaskan bahwa pihaknya meminta DPR segera menghentikan pembayaran gaji, tunjangan, hingga fasilitas yang selama ini melekat pada keduanya. Menurut Viktor, keputusan ini bukan sekadar bentuk sanksi, melainkan bagian dari penegakan mekanisme internal partai sekaligus menjaga integritas NasDem di mata publik.

“Fraksi NasDem sudah jelas, kami tidak akan memberi ruang bagi kader yang mencoreng marwah partai maupun DPR. Oleh karena itu, segala bentuk fasilitas negara harus dihentikan bagi mereka yang sudah dinonaktifkan,” tegas Viktor, Selasa (3/9).

Penonaktifan Masih Diproses di Mahkamah Partai

Saat ini, penonaktifan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach masih dalam proses persidangan di Mahkamah Partai NasDem. Viktor menekankan bahwa putusan lembaga internal partai tersebut bersifat final dan mengikat, sehingga nantinya akan menentukan status politik keduanya secara resmi.

Meski begitu, langkah Fraksi NasDem memunculkan perdebatan hukum. Pasalnya, berdasarkan UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), tidak dikenal istilah “nonaktif” bagi anggota DPR.

Kritik dari Ahli Hukum Tata Negara

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai kebijakan nonaktif yang diambil partai sebenarnya tidak memiliki landasan hukum kuat di level konstitusi maupun undang-undang.

“Dalam UU MD3, tidak ada istilah anggota DPR nonaktif. Seorang anggota DPR tetap melekat hak dan kewajibannya sampai ada mekanisme resmi, yaitu Pergantian Antar Waktu (PAW). Jadi, meskipun partai sudah menyatakan nonaktif, negara tetap wajib membayarkan gaji dan tunjangan mereka,” jelas Titi.

Menurutnya, satu-satunya kondisi di mana anggota DPR bisa kehilangan hak keuangan dan fasilitas adalah bila ia resmi diberhentikan dan digantikan melalui mekanisme PAW yang ditetapkan oleh KPU. Dengan demikian, selama proses itu belum dilakukan, status anggota DPR tetap berlaku secara administratif.

Dilema: Hukum vs Mekanisme Internal Partai

Situasi ini menimbulkan dilema antara aturan hukum negara dan mekanisme internal partai politik. Di satu sisi, NasDem ingin menunjukkan ketegasan serta menjaga citra di mata publik, apalagi aksi demo yang melibatkan kadernya telah menimbulkan keresahan masyarakat.

Namun di sisi lain, aturan perundang-undangan menjamin hak anggota DPR yang masih tercatat secara resmi, termasuk gaji, tunjangan, dan fasilitas, sampai ada keputusan hukum yang sah.

Menunggu PAW sebagai Solusi Final

Dengan kondisi tersebut, jalan keluar yang paling memungkinkan adalah mempercepat proses PAW bagi Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Tanpa mekanisme itu, tuntutan Fraksi NasDem agar hak-hak keduanya dihentikan praktis sulit diwujudkan.

Kini publik menunggu apakah DPR akan mengikuti desakan Fraksi NasDem, atau tetap berpegang pada ketentuan UU MD3 yang tidak mengenal istilah nonaktif. Satu hal yang pasti, kasus ini menjadi pengingat bahwa integritas wakil rakyat tidak hanya diuji lewat perilaku politiknya, tetapi juga lewat konsistensi hukum yang mengatur lembaga legislatif.

Catatan Redaksi:
Dirgantaraonline mengajak masyarakat untuk lebih kritis, berperan aktif, dan bijak dalam menyikapi isu-isu bangsa. Dari politik, ekonomi, hingga budaya, mari kita jaga Indonesia lewat fakta.

(Mond)

#AhmadSahroni #NafaUrbach #NasDem #Politik #Nasional #DPR