Breaking News

BGN Ancam Pidanakan Pengelola Dapur: “Makanan MBG Harus Aman, Bukan Racun Massal!”

Mitra dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Tanjung Raja, Ogan Ilir, Sumatra Selatan. (Foto: Istimewa)

D'On, Jakarta
– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang pemerintah sebagai solusi gizi bagi jutaan pelajar kini justru diterpa badai persoalan serius. Kasus demi kasus keracunan massal terus bermunculan di berbagai daerah, membuat kepercayaan publik mulai goyah. Menyikapi hal itu, Badan Gizi Nasional (BGN) mengambil sikap keras: siapa pun yang terbukti lalai atau sengaja mencemari makanan MBG akan dipidanakan.

Pernyataan tegas itu dilontarkan langsung oleh Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, saat ditemui wartawan di kantor BGN, Jakarta, Jumat (27/9/2025). Dengan nada lantang, Nanik memastikan lembaganya tidak akan main-main menghadapi ancaman keselamatan jutaan anak bangsa.

“Kalau ada unsur pidana, kami pidanakan. Siapa pun itu. Misalnya, dari sampel makanan ditemukan zat berbahaya atau racun yang jelas-jelas bukan bagian dari bahan makanan. Ya, kami proses hukum. Baik itu pemilik dapur, pengelola, maupun siapa pun yang terlibat,” tegas Nanik.

45 Dapur Bermasalah, 40 Ditutup

Investigasi internal BGN hingga 26 September mencatat 45 dapur MBG tidak mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP). Dari jumlah itu, 40 dapur langsung disegel dan dihentikan operasinya untuk waktu yang belum ditentukan.
Sisa dapur yang masih beroperasi pun diawasi ketat, sambil menunggu audit menyeluruh dan perbaikan standar keamanan pangan.

BGN menggandeng Polri dalam proses investigasi, mengingat dampak kasus ini sudah meluas. Ratusan siswa jatuh sakit, bahkan ada laporan korban harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

Dugaan Sabotase Mulai Diselidiki

Kasus ini bukan sekadar soal kelalaian dapur. Nanik juga membuka kemungkinan adanya sabotase di balik insiden keracunan beruntun. Walau berharap hal itu tidak terbukti, BGN memilih bersikap waspada.

Dua tim khusus dibentuk. Tim pertama berisi Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang mendalami potensi tindak kriminal dan aspek keamanan pangan. Tim kedua adalah tim independen lintas lembaga yang melibatkan BGN, para ahli pangan, Dinas Kesehatan, BPOM, serta pemerintah daerah.

“Kalau ada pihak yang sengaja menyabotase program MBG, itu bukan sekadar kriminal, tapi pengkhianatan terhadap generasi bangsa,” ujar Nanik.

Fakta Mengejutkan: 70 Kasus Keracunan, Ribuan Korban

Data resmi BGN mencatat, sejak Januari hingga September 2025, sudah terjadi 70 insiden keamanan pangan dalam program MBG. Dari kasus-kasus tersebut, 5.914 penerima manfaat tercatat sebagai korban keracunan dengan berbagai gejala, mulai dari mual, muntah, diare, hingga dehidrasi berat.

Rinciannya:

  • Wilayah I (Sumatera): 9 kasus, 1.307 korban, termasuk di Kabupaten Lebong (Bengkulu) dan Kota Bandar Lampung.
  • Wilayah II (Pulau Jawa): 41 kasus, 3.610 korban. Pulau dengan jumlah penerima terbesar ternyata juga paling banyak kasus.
  • Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara): 20 kasus, 997 korban.

Lebih mengejutkan lagi, hasil uji laboratorium menunjukkan penyebab utama keracunan bukan sekadar bahan basi, tapi bakteri berbahaya:

  • E-coli pada air, nasi, tahu, dan ayam.
  • Staphylococcus aureus pada tempe dan bakso.
  • Salmonella pada ayam, telur, dan sayur.
  • Bacillus cereus pada menu mie.
  • Bakteri lain seperti coliform, klebsiella, dan proteus dari air terkontaminasi.

Artinya, ada persoalan serius pada rantai pasokan, kebersihan dapur, hingga kualitas air yang digunakan dalam memasak makanan MBG.

MBG: Program Bergizi atau “Bom Waktu”?

Program MBG sejak awal diharapkan jadi solusi krisis gizi di kalangan pelajar, terutama dari keluarga kurang mampu. Namun, dengan maraknya kasus keracunan, muncul pertanyaan besar: apakah program ini benar-benar aman atau justru menjadi bom waktu kesehatan massal?

Pakar gizi dan keamanan pangan pun mulai angkat suara. Mereka menilai standar pengawasan harus diperketat, mulai dari dapur hingga distribusi makanan. Tanpa itu, kasus serupa bisa terus terulang dan meruntuhkan niat baik program MBG.

Jalan Panjang Mengembalikan Kepercayaan Publik

Kini, bola panas ada di tangan BGN. Masyarakat menuntut transparansi, keadilan, dan tindakan nyata. Mengusut tuntas kemungkinan sabotase, memidanakan pihak yang lalai, hingga membenahi sistem pengawasan menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Sebab, bagi para orang tua, satu hal yang paling penting adalah kepastian: anak-anak mereka bisa makan dengan aman, tanpa dihantui ketakutan akan keracunan.

(L6)