Breaking News

Aturan Baru KPU: Data Pribadi Capres-Cawapres Mulai 2029 Dirahasiakan, Apa Saja yang Ditutup Publik?

Pekerja memperlihatkan surat suara yang rusak saat proses pelipatan surat suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur tahun 2024 di Gedung KPU Kota Madiun, Jawa Timur, Jumat (1/11). Foto: ANTARA FOTO

D'On, Jakarta —
Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi mengeluarkan aturan baru yang bakal mengubah cara publik mengetahui informasi pribadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Lewat Keputusan KPU (PKPU) Nomor 731 Tahun 2025, yang ditetapkan pada 21 Agustus 2025, KPU menegaskan bahwa sejumlah dokumen penting milik pasangan calon presiden-wakil presiden mulai Pemilu 2029 tak lagi bisa diakses bebas oleh masyarakat.

Langkah ini menandai pergeseran besar dalam tata kelola keterbukaan informasi pemilu. Jika sebelumnya publik dapat dengan mudah menelusuri rekam jejak, dokumen administratif, hingga harta kekayaan capres-cawapres, maka ke depan sebagian besar data itu masuk kategori rahasia.

16 Dokumen yang Dirahasiakan

Ada 16 jenis dokumen yang ditetapkan KPU sebagai data pribadi capres-cawapres yang tidak dapat dibuka untuk umum tanpa persetujuan tertulis dari pemilik data. Berikut daftar lengkapnya:

  1. Fotokopi KTP elektronik dan akta kelahiran.
  2. Surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dari Mabes Polri.
  3. Surat keterangan kesehatan dari RS pemerintah yang ditunjuk KPU.
  4. Bukti laporan harta kekayaan pribadi ke KPK.
  5. Surat keterangan tidak pailit dan tidak memiliki tanggungan utang dari pengadilan negeri.
  6. Surat pernyataan tidak sedang dicalonkan sebagai anggota DPR, DPD, atau DPRD.
  7. Fotokopi NPWP dan bukti pelaporan SPT Tahunan PPh 5 tahun terakhir.
  8. Daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak calon.
  9. Surat pernyataan belum pernah menjabat Presiden/Wapres lebih dari dua periode.
  10. Surat pernyataan setia pada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi.
  11. Surat keterangan dari pengadilan negeri bahwa calon tidak pernah dipidana dengan ancaman 5 tahun atau lebih.
  12. Fotokopi ijazah atau bukti kelulusan yang dilegalisasi.
  13. Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan G30S/PKI dari kepolisian.
  14. Surat pernyataan bermeterai tentang kesediaan dicalonkan sebagai capres-cawapres.
  15. Surat pernyataan pengunduran diri dari TNI, Polri, atau PNS jika ditetapkan sebagai calon.
  16. Surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan/pejabat BUMN atau BUMD jika ditetapkan sebagai calon.

Dokumen-dokumen ini selama ini sering menjadi bahan verifikasi publik dan media dalam menilai integritas maupun rekam jejak kandidat. Namun, mulai Pemilu 2029, data tersebut hanya bisa diakses pihak berwenang atau jika calon bersangkutan sendiri memberi izin.

Dasar Hukum dan Alasan KPU

Ketua KPU RI, Afifuddin, menjelaskan bahwa kebijakan ini mengacu pada Pasal 27 ayat (1) PKPU Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik, yang telah diubah menjadi PKPU 11/2024.

Selain itu, keputusan ini juga sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam pasal 2 ayat (4) UU tersebut, terdapat klausul bahwa ada jenis informasi publik yang dikecualikan karena bersifat rahasia untuk melindungi kepentingan umum maupun kepatutan hukum.

“Menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya, atau sebaliknya,” kata Afifuddin dalam keterangan resmi, Senin (15/9).

KPU menegaskan, sebelum menetapkan aturan ini mereka telah melakukan uji konsekuensi—yakni pengujian risiko apa yang akan terjadi jika informasi dibuka atau ditutup untuk masyarakat. Hasil uji konsekuensi itulah yang dituangkan dalam lampiran PKPU 731/2025.

Implikasi: Transparansi vs Privasi

Kebijakan ini berpotensi memicu perdebatan panjang. Di satu sisi, aturan ini memberikan perlindungan privasi bagi capres dan cawapres, mengingat data pribadi mereka rentan disalahgunakan di era digital. Identitas, dokumen kepemilikan, hingga catatan hukum bisa menjadi celah penyebaran hoaks atau manipulasi politik.

Namun, di sisi lain, banyak kalangan menilai keterbukaan data calon pemimpin merupakan hak publik. Transparansi dokumen seperti laporan kekayaan, catatan hukum, hingga rekam jejak pendidikan dianggap krusial agar rakyat dapat menilai integritas dan kelayakan pemimpin secara langsung.

Pengamat politik juga menilai, aturan ini bisa menjadi pisau bermata dua. Jika tidak disertai mekanisme pengawasan yang kuat, kerahasiaan dokumen justru dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

Menuju Pemilu 2029

Aturan ini belum berlaku pada Pemilu 2024 maupun Pemilu 2029 mendatang untuk tahapan yang sudah berjalan. Namun, PKPU 731/2025 menegaskan bahwa kebijakan kerahasiaan data mulai berlaku pada pencalonan presiden dan wakil presiden tahun 2029.

Artinya, lima tahun ke depan akan menjadi masa uji coba apakah publik bisa menerima praktik baru ini atau justru menuntut agar sebagian data tetap dibuka demi transparansi.

(Mond)

#Politik #Nasional #KPU