Breaking News

Tangis Pecah di Gedung DPRD Pati: Kisah Pilu 220 Pegawai RSUD Soewondo yang Terdepak di Era Bupati Sudewo

Mantan pegawai RSUD Soewondo Pati menangis saat meluapkan isi hatinya di hadapan pimpinan Panitia Khusus (Pansus) DPRD pada dalam pembahasan hak angket pemakzulan Bupati Pati Sudewo. Dalam pembahasan tetang kebijakan bupati pemberhentian 220 pegawai honorer tersebut temukan sejumlah kejanggalan.

D'On, Pati
Suasana rapat Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Pati mendadak berubah haru. Tangis pecah di ruang sidang saat dua mantan pegawai RSUD Soewondo, Haning Dyah dan Siti Masruhah, tak kuasa menahan emosi. Di hadapan pimpinan dan anggota pansus, mereka meluapkan isi hati terkait kebijakan Bupati Pati Sudewo yang memberhentikan 220 pegawai honorer di rumah sakit tersebut.

Rapat yang digelar Kamis (14/8/2025) itu sejatinya membahas salah satu poin dalam hak angket pemakzulan Bupati, yakni kebijakan kontroversial pemberhentian massal pegawai. Namun, diskusi yang awalnya berjalan formal berubah menjadi momen penuh air mata ketika para eks pegawai diminta menceritakan nasib mereka setelah kehilangan pekerjaan yang telah digeluti belasan hingga puluhan tahun.

20 Tahun Mengabdi, Berakhir di Balik Kebijakan Baru

Siti Masruhah, perempuan yang telah mendedikasikan 20 tahun hidupnya untuk RSUD Soewondo, tak pernah membayangkan pengabdiannya akan berakhir seperti ini. Ia bercerita bahwa selama dua dekade ia menjalankan tugas dengan sepenuh hati, melalui suka-duka, dan bahkan melewati dua kali perpanjangan kontrak kerja. Namun, awal 2025 menjadi titik balik yang menyakitkan—muncul kebijakan baru yang mengharuskan seluruh pegawai honorer menjalani tes.

Hasilnya, Siti dinyatakan tidak lolos bersama ratusan rekannya. “Kalau bisa, kami dipekerjakan lagi di RSUD Soewondo. Dengan usia saya sekarang, tidak mungkin diterima di perusahaan-perusahaan lain,” ucapnya lirih dengan suara bergetar.

Air mata Siti pecah saat ia mengungkapkan kesulitan mencari pekerjaan di usia yang tak lagi muda. Harapan satu-satunya baginya hanyalah kembali mengabdi di tempat yang sudah menjadi rumah kedua selama ini.

Kejanggalan di Balik Kebijakan

Kuasa hukum Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, Mubassirin, yang mendampingi para mantan pegawai, menilai ada kejanggalan besar dalam kebijakan tersebut. Menurutnya, secara hukum ketenagakerjaan, pegawai yang sudah menjalani dua kali perpanjangan kontrak seharusnya otomatis berstatus pegawai tetap.

“Kalau sudah dua kali perpanjangan kontrak, secara hukum mereka adalah pegawai tetap. Jadi, untuk apa tes di tahun 2025 dengan alasan efisiensi?” tegas Mubassirin.

Pernyataan ini juga diamini oleh sejumlah anggota pansus yang menilai kebijakan tersebut tidak hanya melukai rasa keadilan, tetapi juga memicu pertanyaan soal motif di baliknya.

Efisiensi atau Rekrutmen Terselubung?

Kecurigaan semakin menguat setelah pansus menemukan fakta lain. Pada tahun yang sama—hanya beberapa bulan setelah 220 pegawai diberhentikan terbit Peraturan Bupati (Perbup) tentang perekrutan karyawan baru di RSUD Soewondo. Padahal, alasan pemberhentian sebelumnya adalah untuk efisiensi.

Temuan ini membuat pansus menilai kebijakan tersebut kontradiktif. Beberapa anggota dewan bahkan menyebutnya sebagai “pukulan ganda” bagi para pegawai yang telah setia mengabdi.

Pernyataan Arogan di Media Sosial

Tak hanya soal kebijakan, pansus juga menyoroti sikap Bupati Sudewo yang dinilai kurang bijak dalam menyampaikan pendapat di ruang publik. Beberapa pernyataan Sudewo di media sosial dianggap bernada arogan dan memicu polemik berkepanjangan. Situasi ini membuat tensi politik dan sosial di Kabupaten Pati semakin memanas, serta menciptakan ketidaknyamanan di kalangan masyarakat.

Hak Angket Pemakzulan Terus Bergulir

Hingga kini, pansus DPRD Pati terus berpacu menuntaskan pembahasan 12 poin kebijakan Bupati yang menjadi dasar hak angket pemakzulan. Selain isu RSUD Soewondo, poin lain yang tak kalah panas adalah terkait kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang juga menuai protes warga.

Bagi Siti Masruhah dan rekan-rekannya, rapat pansus kemarin menjadi satu-satunya ruang untuk bersuara setelah sekian lama memendam rasa kecewa. Namun, apakah suara tangis mereka akan benar-benar mengubah keputusan? Jawabannya kini bergantung pada keseriusan pansus dan keberanian DPRD Pati untuk bertindak demi menegakkan keadilan.

(B1)

#Pemakzulan #Pati #Sudewo