Breaking News

Setya Novanto Bebas Bersyarat, Tak Kebagian Remisi 17 Agustus Setelah Hukuman Disunat

Terpidana kasus e-KTP Setya Novanto, saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, dengan terdakwa mantan Dirut PLN Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 12 Agustus 2019.

D'On, Bandung
- Mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana korupsi proyek KTP elektronik, Setya Novanto, kembali menjadi sorotan publik. Pria yang akrab disapa Setnov itu dipastikan tidak mendapatkan remisi HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 2025, lantaran ia sudah lebih dulu menghirup udara bebas dengan status bebas bersyarat.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Kusnali, menegaskan bahwa remisi kemerdekaan tahun ini tidak berlaku bagi Setnov.
“Dia memang tidak dapat remisi 17 Agustus. Alasannya karena sudah bebas lebih dulu sebelum tanggal itu,” ungkap Kusnali, Minggu (16/8/2025), seperti dikutip dari Antara.

Hukuman Disunat Lewat Peninjauan Kembali

Kebebasan Setnov bukan datang tiba-tiba. Ia mendapat peluang keluar lebih cepat setelah Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukannya terkait kasus mega-korupsi pengadaan e-KTP.

Awalnya, Setnov divonis 15 tahun penjara oleh pengadilan. Namun, dalam putusan PK yang dipublikasikan pada 2 Juli 2025 di situs resmi MA, hukumannya disunat menjadi 12 tahun 6 bulan.
“Kabul. Terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan enam bulan,” bunyi amar putusan tersebut.

Berkat pemangkasan masa hukuman itu, Setnov akhirnya dapat mengajukan pembebasan bersyarat setelah menjalani dua pertiga masa tahanan sejak ditahan pada 2017.

Beban Denda dan Uang Pengganti

Selain vonis penjara, Setnov juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Ia pun masih dibebani kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar US$ 7,3 juta (sekitar Rp 118 miliar).

Namun, menurut data yang dipaparkan, Setnov baru menyetor sekitar Rp 5 miliar kepada penyidik KPK. Dengan demikian, ia masih menanggung kewajiban membayar Rp 49,05 miliar lagi. Jika tidak dilunasi, konsekuensinya adalah tambahan hukuman dua tahun penjara.

Jejak Kontroversi: Dari Ketua DPR ke Tahanan Korupsi

Kasus e-KTP yang menjerat Setnov bukanlah perkara kecil. Proyek nasional bernilai triliunan rupiah itu menyeret banyak nama besar di Senayan dan pemerintahan. Dalam persidangan, Setnov dinilai terbukti menyalahgunakan kewenangan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri dan pihak lain.

Publik tentu masih mengingat kontroversi yang mengiringi perjalanan hukumnya: mulai dari “hilangnya” Setnov saat hendak diperiksa KPK, hingga drama kecelakaan mobil di kawasan Permata Hijau yang membuatnya masuk rumah sakit dalam kondisi mengenakan penyangga leher. Semua itu sempat menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat.

Bebas Bersyarat, Publik Menunggu Komitmen

Kini, setelah tujuh tahun lebih menjalani masa tahanan, Setnov resmi berstatus bebas bersyarat. Artinya, ia tetap berada dalam pengawasan hingga masa hukumannya benar-benar tuntas.

Namun, pembebasan ini memunculkan reaksi beragam di masyarakat. Ada yang menilai bebas bersyarat adalah hal biasa dalam hukum, tetapi tidak sedikit pula yang menyoroti kembali soal keadilan dalam kasus korupsi kelas kakap seperti e-KTP yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Apalagi, meski hukumannya telah disunat lewat PK, Setnov tetap masih meninggalkan beban kewajiban finansial kepada negara. Publik menantikan apakah ia akan memenuhi sisa pembayaran uang pengganti atau justru kembali menambah catatan panjang kontroversinya.

Catatan: Dengan bebasnya Setnov, publik kembali diingatkan bahwa kasus korupsi besar bukan hanya soal masa tahanan, tetapi juga soal efektivitas pemulihan kerugian negara. Pertanyaannya, apakah kebebasan Setnov akan menutup kisah panjang skandal e-KTP, atau justru membuka babak baru dalam perdebatan publik tentang keadilan hukum di Indonesia?

(B1)

#SetyaNovanto #Korupsi #Hukum #KorupsiEKTP