Satpol PP Padang Tertibkan PKL di Depan Stasiun Tabing: Antara Ketertiban Kota dan Nafkah Warga
Pol PP Padang Sita Barang Milik PKL di Stasiun Tabing (Dok: Humas Pol PP)
D'On, Padang – Suasana pagi di Jalan Adinegoro, Kecamatan Koto Tangah, Padang, Selasa (19/8/2025), mendadak berubah ramai. Patroli rutin Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang kembali menyasar kawasan depan Stasiun Tabing. Seperti biasa, fokusnya adalah menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang masih nekat berjualan di atas Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos).
Aksi penataan ini bukan kali pertama dilakukan. Namun, meski sudah berkali-kali mendapat peringatan, para pedagang tetap kembali menempati area yang sebenarnya dilarang. “Kami hanya menjalankan aturan yang sudah jelas, yakni Perda Nomor 1 Tahun 2025 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum,” ujar salah seorang petugas Satpol PP di lokasi.
Ketegangan di Lapangan
Di antara deru kendaraan yang melintas, sejumlah pedagang tampak tergopoh membereskan dagangan mereka ketika petugas mendekat. Ada yang memilih memindahkan gerobaknya ke tepi jalan, ada pula yang pasrah ketika lapak sederhana mereka dibongkar.
“Kalau di sini memang ramai pembeli, apalagi dekat stasiun. Kalau pindah ke tempat resmi, biasanya sepi,” ungkap Yati (43), salah seorang pedagang gorengan yang sudah hampir 10 tahun berjualan di kawasan itu. Nada suaranya bergetar, seolah menimbang antara mematuhi aturan atau tetap bertahan demi dapur tetap berasap.
Kondisi ini menggambarkan dilema klasik perkotaan: di satu sisi pemerintah berupaya menjaga ketertiban dan fungsi ruang publik, di sisi lain pedagang kecil mencari nafkah di lokasi yang strategis.
Perda Jadi Landasan, Sosialisasi Jadi Kunci
Satpol PP menegaskan, penertiban ini bukan semata-mata untuk menggusur, tetapi memastikan Fasum dan Fasos benar-benar dapat digunakan sebagaimana mestinya. Trotoar, jalur pedestrian, hingga ruang terbuka hijau semestinya diperuntukkan bagi masyarakat umum, bukan tempat berdagang.
“Fasilitas umum itu milik bersama. Kalau dipakai berdagang, tentu fungsinya terganggu. Kita sudah berulang kali mengajak pedagang untuk pindah ke lokasi resmi yang sudah disiapkan pemerintah,” jelas Mursalim, Kabid Trantibum Satpol PP Kota Padang.
Menurutnya, aturan ini diterapkan bukan untuk mematikan usaha kecil, melainkan menciptakan lingkungan kota yang tertib, nyaman, dan adil bagi semua pihak. Ia juga menambahkan, pemerintah kota telah menyiapkan sejumlah alternatif lokasi untuk menampung PKL, meski diakui banyak pedagang enggan pindah karena khawatir sepi pembeli.
Antara Penataan Kota dan Perekonomian Rakyat
Fenomena PKL di kawasan publik sejatinya mencerminkan kebutuhan mendesak akan ruang ekonomi rakyat. Penelitian perkotaan sering menyinggung soal “ruang informal” yang terbentuk akibat ketidakmampuan pasar formal menampung seluruh pelaku usaha kecil.
Di Padang, khususnya di sekitar Stasiun Tabing, arus penumpang dan kendaraan menciptakan titik keramaian yang menguntungkan bagi pedagang. Mereka melihat peluang ini sebagai modal hidup. Namun, jika dibiarkan tanpa regulasi, lambat laun fungsi kota akan kacau: jalanan macet, pejalan kaki terhalang, hingga estetika kota terganggu.
Ajakan Satpol PP: Jaga Kota Bersama
Di akhir penertiban, Satpol PP tetap berusaha melakukan pendekatan persuasif. Mereka mengimbau masyarakat agar tidak lagi berdagang di atas fasilitas publik.
“Ini bukan hanya soal aturan, tapi juga soal kenyamanan kita bersama. Mari kita sama-sama menjaga ketertiban kota, agar semua bisa beraktivitas dengan aman dan nyaman,” tutup Mursalim.
Kini, setelah petugas meninggalkan lokasi, sebagian pedagang memilih mengalah dan berkemas, sebagian lagi tampak kembali mengintip peluang untuk kembali berjualan. Dilema ini sepertinya belum akan berakhir, selama kebutuhan hidup beradu dengan aturan ketertiban kota.
(Mond)
#PolPP #PKL #Padang