Perjalanan Panjang Kasus Setya Novanto: Dari Drama "Tiang Listrik" Hingga Resmi Bebas Bersyarat
Ilustrasi HL Setya Novanto.
D'On, Bandung – Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, resmi menghirup udara bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat, pada 16 Agustus 2025. Nama Setnov, begitu ia akrab disapa, sejak awal perjalanan kasus hukumnya hingga hari kebebasan selalu menjadi sorotan publik karena penuh drama, kontroversi, dan cerita tak biasa.
Awal Mula: Dari Kursi DPR ke Meja Tersangka
Kasus besar yang menyeret Setya Novanto bermula pada Juli 2017. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011–2012. Proyek senilai Rp5,9 triliun itu disebut merugikan negara sekitar Rp2,3 triliun.
KPK menduga Novanto menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri, orang lain, atau korporasi tertentu. Namun, langkah hukum KPK sempat terpatahkan ketika Novanto menggugat melalui praperadilan. Pada 29 September 2017, Hakim Praperadilan PN Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, memutuskan penetapan tersangka Setnov tidak sah.
Meski begitu, KPK tak berhenti. Proses hukum terus berjalan hingga akhirnya nama Setnov kembali ditetapkan sebagai tersangka.
Drama Penangkapan: "Mobil Menabrak Tiang Listrik"
Momentum paling menghebohkan terjadi pada November 2017. Saat dipanggil KPK sebagai tersangka, Setnov justru mangkir. Namanya kemudian dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Hanya sehari setelah kabar dirinya buron, publik digemparkan dengan insiden kecelakaan. Mobil Toyota Fortuner yang ditumpangi Setnov dikabarkan menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Foto mobil penyok dengan kaca pecah beredar luas, memicu berbagai spekulasi.
Novanto langsung dilarikan ke RS Medika Permata Hijau, lalu dipindahkan ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Banyak pihak kala itu menduga kecelakaan tersebut hanyalah "sandiwara" untuk menghindari penahanan. Publik pun menyematkan julukan satir: “Papa Minta Tiang.”
Setelah sempat dirawat, KPK akhirnya resmi menahan Setnov pada 20 November 2017.
Sidang Tipikor: Tuntutan Berat dan Vonis Lebih Ringan
Proses persidangan dimulai 13 Desember 2017 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Jaksa KPK menuntut hukuman 16 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta pembayaran uang pengganti USD 7,43 juta. Jaksa juga meminta pencabutan hak politik Setnov selama 5 tahun.
Namun, majelis hakim pada April 2018 menjatuhkan vonis lebih ringan: 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, serta kewajiban membayar uang pengganti USD 7,3 juta (dikurangi Rp5 miliar yang sudah disetorkan ke KPK). Hak politiknya tetap dicabut selama 5 tahun.
Kontroversi Sel Mewah di Sukamiskin
Meski sudah menjadi terpidana, kontroversi tidak berhenti. Pada September 2018, Ombudsman RI melakukan sidak ke Lapas Sukamiskin. Hasilnya mengejutkan: sel milik Setnov dua kali lebih luas dibanding napi lain, dilengkapi toilet duduk, serta fasilitas berbeda dari standar umum.
Yang lebih mengejutkan, ia disebut bebas keluar-masuk sel tanpa batas waktu, padahal aturan tegas menyatakan napi tak boleh keluar setelah pukul 17.00 WIB. Fakta ini semakin memperkuat citra bahwa Setnov mendapat perlakuan istimewa di penjara.
Upaya Hukum Lanjutan: Vonis Dipangkas MA
Tujuh tahun kemudian, tepatnya Juli 2025, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Setya Novanto. Vonisnya dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan. Denda tetap Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dengan putusan baru ini, ditambah remisi dan penghitungan masa tahanan sejak 2017, jalan menuju kebebasan bersyarat bagi Setnov terbuka lebih cepat.
Bebas Bersyarat: 16 Agustus 2025
Akhirnya, pada 16 Agustus 2025, sehari sebelum HUT RI ke-80, Setya Novanto resmi bebas bersyarat. Kepala Kanwil Kemenkumham Jabar, Kusnali, menegaskan bahwa pembebasan ini sesuai aturan karena Setnov sudah menjalani dua pertiga masa pidana.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, menambahkan bahwa Setnov telah menerima total remisi 28 bulan 15 hari. Meski bebas, statusnya masih klien pemasyarakatan hingga April 2029. Artinya, ia wajib rutin lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan bisa kehilangan status bebas bersyarat jika melanggar aturan.
Selain itu, Ditjen Pas memastikan bahwa Setnov baru bisa kembali menduduki jabatan publik 2,5 tahun setelah bebas murni, yakni sekitar tahun 2031.
Warisan Kasus e-KTP
Perjalanan hukum Setya Novanto menjadi salah satu babak paling dramatis dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Dari praperadilan, drama tiang listrik, sidang e-KTP, sel mewah Sukamiskin, hingga bebas bersyarat, nama Setnov tetap melekat di ingatan publik sebagai simbol kasus korupsi besar yang menggerogoti keuangan negara.
Kini, meski statusnya sudah bebas bersyarat, jalan panjang masih menanti Setnov. Setidaknya hingga 2029, ia masih berada di bawah pengawasan Bapas. Publik tentu akan terus mengawasi, apakah mantan Ketua DPR itu benar-benar menjalani masa bebas bersyaratnya sesuai aturan, atau justru kembali mencatat kontroversi baru.
(Mond)
#SetyaNovanto #Hukum #Korupsi #KorupsiEKTP