Breaking News

Nusron Wahid Luruskan Pernyataan Soal “Semua Tanah Milik Negara”: Klarifikasi, Konteks, dan Permintaan Maaf

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

D'On, Jakarta
Pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, yang sempat viral di media sosial karena menyebut “semua tanah milik negara, rakyat hanya mengelola”, akhirnya diluruskan langsung oleh sang menteri. Klarifikasi itu disampaikan untuk menghindari kesalahpahaman yang sudah terlanjur berkembang luas di masyarakat.

Pernyataan tersebut pertama kali disampaikan Nusron pada Minggu, 10 Agustus 2025, dalam sebuah agenda yang membahas kebijakan pertanahan. Namun, cuplikan ucapannya yang beredar di media sosial memicu perdebatan panas di kalangan warganet. Sebagian menilai pernyataan itu seakan-akan menghapus hak kepemilikan pribadi atas tanah, sementara sebagian lain mempertanyakan landasan hukumnya.

Pengakuan Ada Salah Persepsi

Melalui unggahan video resmi di akun Instagram @kementerian.atrbpn, pada Selasa, 12 Agustus 2025, Nusron secara terbuka mengakui bahwa ucapannya sebelumnya telah menimbulkan persepsi keliru. Ia menyampaikan permintaan maaf kepada publik, terutama kepada masyarakat yang merasa resah.

“Ada statement saya sebagai menteri ATR yang menimbulkan mispersepsi sehingga menimbulkan pemahaman yang liar di kalangan masyarakat, terutama netizen. Karena itu, dalam kesempatan yang baik ini, kami mohon maaf sebesar-besarnya atas kesalahpahaman ini,” ujar Nusron.

Ia menegaskan, yang dimaksud dalam pernyataannya bukanlah menghapus kepemilikan rakyat atas tanah, melainkan menjelaskan peran negara dalam kerangka hukum pertanahan di Indonesia.

Meluruskan Makna Pernyataan

Dalam penjelasan terbarunya, Nusron mengatakan bahwa konsep hukum pertanahan Indonesia pada dasarnya diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang mengacu pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Menurutnya, “dikuasai” oleh negara bukan berarti dimiliki secara absolut, tetapi negara berperan sebagai pengatur hubungan hukum antara rakyat dan tanah yang dimilikinya.

“Yang benar adalah negara mengatur hubungan hukum antara rakyat sebagai pemilik tanah dengan tanahnya. Hubungan hukum tersebutlah yang kemudian dibuktikan dengan sertifikat. Jadi, sekali lagi kami mohon maaf atas simpang siurnya informasi ini,” jelasnya.

Negara sebagai Pengatur, Bukan Pengambil Kepemilikan

Nusron menekankan, rakyat tetap memiliki hak milik atas tanah mereka. Negara hadir bukan untuk mengambil atau menguasai tanah rakyat, melainkan untuk menjamin kepastian hukum, melindungi hak, dan menyelesaikan sengketa jika terjadi.

“Bukan berarti kalau kami menyatakan bahwa sesungguhnya negaralah yang memiliki tanah, lalu rakyat sama sekali tidak memiliki hak, itu tidak benar. Yang benar adalah negara mengatur hubungan hukum antara rakyat sebagai pemilik tanah dengan tanah itu sendiri,” tegasnya.

Permintaan Maaf untuk Menghindari Polemik Berlarut

Di akhir penjelasannya, politisi Partai Golkar itu kembali mengulang permintaan maaf. Ia berharap klarifikasi ini dapat meredam kesalahpahaman yang telah beredar dan mengembalikan fokus pada tujuan utama Kementerian ATR/BPN, yakni memberikan kepastian hukum dan kemudahan pelayanan pertanahan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Demikian penjelasan kami. Sekali lagi kami mohon maaf sebesar-besarnya,” tutup Nusron.

Klarifikasi ini diharapkan dapat menjadi penegasan bahwa meskipun negara memiliki kewenangan mengatur pertanahan, hak milik rakyat tetap dilindungi. Dengan demikian, polemik yang sempat panas di ruang publik dapat segera mereda, dan perhatian kembali diarahkan pada reformasi dan pelayanan pertanahan yang lebih transparan dan berkeadilan.

(Mond)

#NusronWahid #Klarifikasi #Nasional #MenteriATRBPR