Mengubah Sampah Jadi Berkah: Mahasiswa UNAND dan Warga Pasia Nan Tigo Sulap Limbah Plastik Jadi Kerajinan Bernilai Jual
Tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK ORMAWA) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Andalas (UNAND) tahun 2025 (Dok: Ist)
D'On, Padang – Sabtu siang, 9 Agustus 2025, halaman Mushalla Ihdinassirotol Mustaqim di Pasia Nan Tigo tak seperti biasanya. Udara yang biasanya dipenuhi suara adzan atau obrolan ringan warga, kali ini bergema oleh tawa, canda, dan suara gesekan gunting yang memotong lembaran plastik bekas. Di bawah atap sederhana, sejumlah ibu rumah tangga dan anak-anak duduk berkelompok, mengerjakan sesuatu yang tak hanya kreatif tetapi juga penuh makna: mengubah limbah plastik menjadi dompet dan gantungan kunci yang unik.
Bagi warga setempat, pemandangan ini bukan sekadar kegiatan kerajinan biasa. Inilah wujud nyata dari sebuah gagasan besar yang diusung tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK ORMAWA) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Andalas (UNAND) tahun 2025. Ide itu lahir dari keresahan terhadap masalah lingkungan yang kian menumpuk, khususnya persoalan sampah plastik yang sulit terurai.
Dari Masalah Menjadi Peluang
Alih-alih hanya mengeluh tentang banyaknya sampah, para mahasiswa ini memilih bertindak. Mereka merancang sebuah program pemberdayaan yang tak hanya mengurangi limbah, tetapi juga membuka jalan bagi peluang usaha baru. Kolaborasi pun dijalin—tak hanya dengan warga, tapi juga dengan pihak-pihak yang memiliki kepedulian sama terhadap lingkungan.
“Program ini kami desain agar tidak berhenti di satu kegiatan saja, tapi berkelanjutan. Sampah yang selama ini jadi masalah, kami ubah jadi potensi ekonomi,” jelas Rara, salah satu fasilitator pelatihan.
Belajar dari Dasar Hingga Produk Jadi
Pelatihan siang itu berlangsung terstruktur. Tahap awal dimulai dengan pemilahan sampah plastik—mengidentifikasi jenis plastik yang cocok diolah menjadi kerajinan. Plastik-plastik bekas kemasan minuman, deterjen, hingga bungkus makanan ringan disortir dan dibersihkan. Setelah itu, para peserta belajar membuat pola, memotong, lalu merangkainya menjadi bentuk-bentuk menarik.
Di sudut ruangan, Fadila, fasilitator lainnya, dengan sabar membimbing seorang ibu yang baru pertama kali mencoba menjahit plastik menjadi dompet. “Yang terpenting adalah kerapian dan kesabaran. Kalau hasilnya rapi, nilainya di pasaran juga lebih tinggi,” ujarnya sambil tersenyum.
Anak-anak pun tak mau kalah. Meski awalnya canggung memegang gunting dan jarum, mereka akhirnya berhasil membuat gantungan kunci warna-warni. Bagi mereka, kegiatan ini terasa seperti bermain, padahal mereka sedang mempelajari keterampilan yang kelak bisa menghasilkan uang.
Lebih dari Sekadar Mengurangi Sampah
Fadila menegaskan bahwa tujuan pelatihan ini melampaui sekadar mengubah plastik menjadi kerajinan. “Kami ingin keterampilan ini menjadi bekal jangka panjang. Para ibu rumah tangga bisa memproduksi dari rumah, menjualnya secara langsung atau lewat pameran, dan mendapatkan penghasilan tambahan tanpa meninggalkan keluarga,” katanya.
Rara menambahkan, kegiatan ini juga menanamkan pola pikir baru bahwa kreativitas bisa menjadi solusi untuk masalah lingkungan. “Kalau masyarakat terbiasa mengolah sampah, lama-lama kita bisa mengurangi volume sampah rumah tangga secara signifikan,” ujarnya.
Rencana Berkelanjutan
Tim PPK ORMAWA BEM KM UNAND tak ingin semangat ini padam setelah pelatihan berakhir. Mereka sudah menyiapkan langkah lanjutan: produk-produk buatan warga akan dipamerkan di berbagai kegiatan bertema lingkungan, sekaligus dijual untuk menguji pasar. Dari situ, diharapkan akan lahir industri rumahan baru berbasis ekonomi sirkular.
“Bayangkan, sesuatu yang tadinya dibuang begitu saja, kini bisa membawa tambahan penghasilan. Ini bukan cuma tentang uang, tapi juga tentang rasa percaya diri warga bahwa mereka bisa menghasilkan karya bernilai,” kata salah satu anggota tim pelaksana.
Sampah Naik Kelas
Inisiatif ini menjadi bukti bahwa sampah plastik tidak selamanya menjadi simbol kerusakan lingkungan. Dengan sentuhan kreativitas dan kemauan belajar, limbah tersebut bisa “naik kelas” menjadi produk bernilai jual memberi manfaat ekonomi sekaligus menjaga kelestarian alam.
Siang itu, saat matahari mulai condong ke barat, meja-meja di halaman mushalla dipenuhi deretan dompet warna-warni dan gantungan kunci berbentuk lucu. Senyum para peserta menjadi bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil, bahkan dari sepotong plastik bekas.
(*)
#UniversitasAndalas #Padang