Breaking News

Kompolnas Singgung Dua Aspek Krusial soal Usulan Rekrutmen Polri Wajib S1

Komisioner Kompolnas, M. Choirul Anam, saat menghadiri gelar hasil penyelidikan kasus kematian Arya Daru Pangayunan di Polda Metro Jaya, Senin (28/7/2025).

D'On, Jakarta —
Polemik mengenai standar pendidikan minimal bagi calon anggota Polri kini memasuki babak baru. Dua warga negara, Leon Maulana Mirza Pasha dan Zidane Azharian Kemalpasha, resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar syarat rekrutmen anggota Polri ditingkatkan dari lulusan SMA sederajat menjadi minimal sarjana (S1).

Gugatan ini sontak memicu perdebatan publik. Sebagian menilai langkah tersebut penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Polri, sementara sebagian lain berpendapat bahwa kebijakan semacam ini harus realistis, mengingat tidak semua masyarakat Indonesia memiliki kesempatan menempuh pendidikan tinggi.

Kompolnas: Perlu Road Map dan Seleksi Jabatan Tertentu

Komisioner Kompolnas, M. Choirul Anam, angkat bicara terkait wacana tersebut. Menurutnya, ada dua aspek penting yang harus dipertimbangkan sebelum keputusan diambil.

Pertama, dibutuhkan peta jalan (road map) yang jelas. Anam menekankan bahwa perubahan standar pendidikan tidak bisa dilakukan secara instan. "Kalau saat ini ya berat, karena memang situasi masyarakat sendiri sekolah tidak murah," ujarnya, Selasa (19/8/2025).

Menurut Anam, jika Polri benar-benar ingin meningkatkan standar pendidikan menjadi S1, maka pemerintah harus memastikan bahwa ada transisi bertahap. Termasuk di dalamnya kebijakan afirmasi bagi calon anggota Polri dari keluarga kurang mampu, agar kesempatan masuk kepolisian tetap terbuka bagi semua kalangan.

Kedua, Anam menilai tidak semua fungsi di dalam Korps Bhayangkara membutuhkan lulusan sarjana. Ia mencontohkan, bidang penyelidikan dan penyidikan (serse) memang idealnya diisi oleh personel yang menguasai ilmu hukum dan kriminologi, sehingga syarat S1 bisa diberlakukan di sana. Namun, untuk fungsi lain yang lebih teknis, pendidikan SMA sederajat masih dapat dipertimbangkan.

“Usulan ini bisa diprioritaskan untuk jabatan-jabatan tertentu. Tidak semua fungsi di kepolisian membutuhkan sarjana S1,” tegasnya.

Dinamika Tugas Polri: Lebih dari Sekadar Fisik dan Administratif

Dalam permohonan ke MK, para penggugat berargumen bahwa fungsi Polri saat ini tidak lagi hanya bersifat fisik dan administratif, melainkan menuntut penguasaan keilmuan khusus.

Mereka mencontohkan, aparat kepolisian kini harus mampu memahami hukum acara pidana, unsur-unsur tindak pidana, psikologi massa, hingga penggunaan teknologi informasi untuk mengungkap kejahatan siber. Kemampuan tersebut, menurut para pemohon, umumnya hanya diperoleh melalui pendidikan tinggi.

Bahkan, dalam dokumen permohonan disebutkan bahwa masih sering dijumpai polisi di lapangan yang melakukan kekeliruan prosedural, misalnya keliru menilai unsur tindak pidana atau salah menerapkan aturan hukum acara pidana. Akibatnya, laporan masyarakat yang sebenarnya sah secara hukum sering kali terhambat atau bahkan tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Kritik terhadap Aturan yang Berlaku

Pasal 21 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Kepolisian RI saat ini menetapkan bahwa pendidikan minimal calon anggota Polri adalah SMA atau sederajat. Menurut para pemohon, ketentuan tersebut sudah tidak relevan dengan tantangan zaman.

Mereka menilai, mempertahankan aturan ini sama saja dengan mengabaikan korelasi penting antara latar belakang pendidikan dengan kompetensi profesional yang dibutuhkan polisi. Dalam permohonan disebutkan, jika aturan ini tidak direvisi, maka bertentangan dengan Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa Polri adalah alat negara dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sekaligus penegak hukum.

Ide Baik, Tapi Harus Realistis

Choirul Anam sendiri tidak menolak ide tersebut. Ia justru menyebut bahwa gagasan agar anggota Polri minimal lulusan S1 adalah ide baik, mengingat dinamika masyarakat, perkembangan teknologi, dan kompleksitas hukum yang terus meningkat.

Namun demikian, Anam menekankan agar jangan sampai kebijakan ini hanya berhenti pada tataran normatif, tanpa perencanaan matang. “Saya kira ide kebijakan untuk mendorong anggota kepolisian itu sarjana S1 adalah ide yang baik, karena itu juga untuk memotret bagaimana dinamika masyarakat, perkembangan masyarakat, tata kelola penegakan hukum, dan demokrasi,” jelasnya.

Respons Polri Masih Dinanti

Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi kepada Polri melalui Kadiv Humas Irjen Sandi Nugroho dan Karopenmas Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko belum membuahkan hasil. Publik pun menanti sikap resmi dari institusi kepolisian, apakah wacana ini akan direspons positif atau justru ditolak dengan pertimbangan kondisi sosial masyarakat saat ini.

Catatan Penting

Debat soal standar pendidikan Polri sesungguhnya bukan sekadar soal ijazah. Ia menyangkut mutu pelayanan publik, profesionalisme aparat, dan citra kepolisian di mata masyarakat. Jika Polri ingin meningkatkan kepercayaan publik, maka kualitas SDM menjadi faktor krusial.

Namun, di sisi lain, syarat pendidikan yang terlalu tinggi berpotensi membatasi akses rekrutmen bagi anak-anak muda dari daerah dengan keterbatasan akses pendidikan tinggi. Di sinilah perlunya kompromi: apakah kebijakan ini bisa diterapkan secara bertahap, dengan memprioritaskan jabatan tertentu, sambil memperkuat sistem pendidikan dan pelatihan di internal Polri.

(T)

#RekrutmenPolri #Polri #Kompolnas #Nasional