Kaki Tangan Hercules Dieksekusi Kejari Binjai: 80 Hektar Lahan Negara Dikuasai, Diskotek Dibangun di Atasnya
Kaki Tangan Hercules Ditahan karena Kuasai Lahan Negara Secara Ilegal untuk Diskotek
D'On, Binjai – Setelah lebih dari satu dekade menguasai lahan negara secara ilegal, Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (Grib) Jaya Sumatera Utara, Samsul Tarigan, akhirnya harus merasakan dinginnya jeruji besi. Pria yang dikenal sebagai salah satu orang dekat Hercules ini dieksekusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai pada Selasa malam, 12 Agustus 2025, usai Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan dan menguatkan vonis 1 tahun 4 bulan penjara.
Eksekusi ini menjadi babak akhir dari perjalanan panjang kasus penguasaan ilegal lahan milik BUMN PTPN II seluas 80 hektar di Kelurahan Tunggurono, Binjai Timur, Kota Binjai — yang sebagian bahkan diubah menjadi tempat hiburan malam berkonsep diskotek.
Penjemputan di Malam Hari
Kepala Seksi Intelijen Kejari Binjai, Noprianto Sihombing, mengungkapkan eksekusi berlangsung pada malam hari. Langkah itu diambil setelah pihaknya mengirimkan surat panggilan resmi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Meski penasihat hukumnya sudah menyampaikan bahwa mereka mengajukan peninjauan kembali (PK), eksekusi tetap dilakukan. Sesuai hukum, PK tidak menunda pelaksanaan putusan kasasi,” tegas Noprianto saat memberikan keterangan kepada awak media, Rabu (13/8/2025).
Sebelum penyerahan diri, suasana sempat memanas di kantor Kejari Binjai. Kuasa hukum Samsul berusaha bernegosiasi, berharap ada kelonggaran. Namun sekitar pukul 19.00 WIB, Samsul akhirnya datang secara kooperatif, didampingi pengacaranya.
Proses administrasi dilakukan dengan ketat. Identitas dan kondisi kesehatan Samsul diperiksa terlebih dahulu. Begitu semua berkas lengkap, jaksa eksekutor dibantu unsur TNI dan intelijen langsung membawanya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I A Medan. Di sanalah ia akan menjalani sisa hidupnya sebagai terpidana hingga masa hukuman berakhir.
Kasus yang Menjerat
Kasus ini bermula pada 2014, saat Samsul secara sepihak menguasai lahan perkebunan milik PTPN II Kebun Sei Semayang. Lahan itu terbentang luas, mencapai 80 hektar. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 hektar ditanami kelapa sawit, sementara sisa 5 hektar digunakan untuk membangun sebuah diskotek dan fasilitas hiburan malam lainnya.
Langkah Samsul bukan hanya merugikan negara secara materiil, tapi juga memunculkan keresahan sosial. Audit resmi menghitung kerugian negara akibat tindakannya mencapai Rp 41,2 miliar.
Meski bukti kuat sudah di tangan penyidik, Samsul tak pernah ditahan selama penyelidikan maupun persidangan. Alasannya, ancaman hukuman untuk kasus ini di bawah lima tahun penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) awalnya menuntut hukuman 2 tahun penjara, namun pada 22 November 2024, majelis hakim menjatuhkan vonis lebih ringan, yakni 1 tahun 4 bulan tanpa perintah penahanan.
Upaya Hukum yang Berakhir Buntu
Tidak terima dengan putusan tersebut, Samsul mengajukan banding, lalu kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, harapannya pupus. MA menolak permohonan kasasi dan menguatkan putusan sebelumnya.
Dengan begitu, vonis 1 tahun 4 bulan penjara bersifat inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Samsul tak lagi punya ruang untuk menghindar, meskipun kuasa hukumnya mencoba menggunakan jalur Peninjauan Kembali (PK) sebagai upaya terakhir.
Hercules dan Jaringan Kekuasaan
Nama Samsul Tarigan tak lepas dari bayang-bayang sosok Hercules Rozario Marshal, tokoh yang dikenal di dunia preman Jakarta pada era 1990-an dan memiliki pengaruh besar di berbagai daerah. Sebagai Ketua Grib Jaya Sumut, Samsul kerap tampil bak orang kuat di wilayahnya.
Namun, kasus ini menunjukkan bahwa jaringan, kekuasaan, dan reputasi tak bisa menjadi tameng dari jerat hukum. Negara akhirnya mengambil kembali haknya, meski butuh waktu lebih dari 10 tahun untuk menuntaskan perkara.
Catatan Kritis
Kasus Samsul menjadi pengingat bahwa persoalan penguasaan ilegal lahan negara bukanlah hal sepele. Di baliknya, sering kali ada kepentingan bisnis besar, bahkan tempat hiburan malam yang beroperasi di atas tanah yang semestinya digunakan untuk produktivitas pertanian negara.
Penegakan hukum yang tegas seperti ini diharapkan menjadi sinyal bahwa negara tidak akan ragu menindak siapapun yang merampas aset publik, tak peduli seberapa besar pengaruh yang dimiliki pelaku.
(Mond)
#Hukum #PerampasanAsetNegara